Filipina, Negara Asia Tenggara Paling Tertinggal dalam Program Vaksin COVID-19

Filipina menjadi negara Asia Tenggara yang paling tertinggal dalam hal menerima vaksin dan melaksanakan program vaksinasi COVID-19, sebuah laporan menunjukkan.

oleh Hariz Barak diperbarui 27 Feb 2021, 16:01 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2021, 16:01 WIB
FOTO: Infeksi COVID-19 di Filipina Melonjak Melewati 500 Ribu Kasus
Penumpang asing yang mengenakan pakaian pelindung berbaris untuk penerbangan mereka ke China di Bandara Internasional Manila, Filipina, Senin (18/1/2021). Infeksi virus corona COVID-19 di Filipina telah melonjak melewati 500 ribu kasus. (AP Photo/Aaron Favila)

Liputan6.com, Manila - Filipina menjadi negara Asia Tenggara yang paling tertinggal dalam hal menerima vaksin dan melaksanakan program vaksinasi COVID-19, sebuah laporan menunjukkan.

Kondisi itu dinilai memprihatinkan, ketika seluruh negara tetangga di Asia Tenggara, termasuk Myanmar yang dilanda krisis politik, sudah menerima vaksin COVID-19.

Seperti dilaporkan oleh Mashable Asia, Sabtu (27/2/2021), berikut keterangan waktu untuk negara Asia Tenggara yang telah menerima vaksin:

  1. Laos – Desember 2020 (Sinovac)
  2. Indonesia – 6 Desember 2020 (Sinovac)
  3. Singapura – 21 Desember 2020 (Pfizer, Moderna)
  4. Myanmar – 22 Januari 2021 (Sputnik V)
  5. Brunei – Februari 2021 (Sinopharm)
  6. Kamboja – Februari 2021 (Sinopharm)
  7. Malaysia – 20 Februari 2021 (Pfizer)
  8. Thailand – 24 Februari 2021 (AstraZeneca)
  9. Vietnam – 24 Februari 2021 (AstraZeneca)

Filipina akan menjadi negara terakhir yang menerima vaksin COVID-19, dengan kiriman gelombang pertama vaksin Sinovac sebanyak 600 ribu dosis diperkirakan tiba di Manila pada akhir pekan ini atau pengujung Februari 2021.

Pengiriman ke Filipina telah mengalami penundaan terkait dengan 'kebijakan ganti rugi' vaksin di negara itu, kata kepala vaksinasi Filipina Carlito Galvez Jr.

'Kebijakan ganti rugi' pada dasarnya adalah perjanjian yang harus ditandatangani antara perusahaan farmasi dan pemerintah untuk setuju bahwa pembuat vaksin tidak akan bertanggung jawab atas peristiwa yang tidak diinginkan perihal penyuntikan vaksin pada orang-orang.

Untuk kasus Filipina, otoritas kesehatan negara itu mengklaim bahwa mereka tidak menyadari persyaratan ganti rugi.

Pada 23 Februari 2021, Dewan Perwakilan Rakyat Filipina mempercepat program inokulasi pemerintah dengan mengadopsi versi Senat tentang 'kebijakan ganti rugi' tersebut, dimana pemerintah akan menyediakan dana senilai US$ 10 juta untuk kompensasi efek samping.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte dilaporkan telah menandatangani kebijakan tersebut pada Jumat 26 Februari 2021, efektif merampungkan proses pengadaan vaksin untuk negaranya

Menurut juru bicara kepresidenan Filipina Harry Roque, 600.000 dosis vaksin Sinovac ditetapkan untuk tiba pada 28 Februari 2021.

Duterte, yang sebagian besar telah mengabaikan vaksin dari negara-negara Barat, dilaporkan memesan total 25 juta dosis Sinovac dan Sinopharm China.

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Simak video pilihan berikut:

Kebijakan Ganti Rugi Menghambat Filipina

FOTO: Infeksi COVID-19 di Filipina Melonjak Melewati 500 Ribu Kasus
Penumpang asing yang mengenakan pakaian pelindung berjalan untuk penerbangan mereka ke China di Bandara Internasional Manila, Filipina, Senin (18/1/2021). Infeksi virus corona COVID-19 di Filipina telah melonjak melewati 500 ribu kasus. (AP Photo/Aaron Favila)

Tidak adanya program ganti rugi telah menunda pengiriman 117.000 dosis vaksin Pfizer-BioNTech, yang disumbangkan melalui fasilitas COVAX. Pemerintah telah merencanakan untuk menggunakan dosis tersebut untuk memulai dorongan vaksinasi pada pertengahan Februari.

Namun, dengan ditandatanganinya kebijakan itu oleh Presiden Duterte pada 26 Februari, kini Filipina tengah mengharapkan gelombang kedatangan vaksin lainnya dalam waktu dekat.

Filipina sedang menegosiasikan perjanjian pasokan dengan tujuh produsen untuk 148 juta dosis vaksin COVID-19, sehingga dapat mengotasi 70 juta orang dewasa, atau dua pertiga dari lebih dari 108 juta populasinya.

Setelah rekor 9,5 persen kemerosotan ekonomi pada tahun 2020, Filipina sangat ingin memulai program inokulasinya untuk menghidupkan kembali kepercayaan bisnis dan konsumen, dan memulihkan jutaan pekerjaan yang hilang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya