Liputan6.com, Kyiv - Amerika Serikat dan sekutu berjanji untuk mengirim lebih banyak perlengkapan militer ke Ukraina, seperti artileri, anti-tank, dan pertahanan udara. Ini merespons kebutuhan Ukraina yang butuh senjata untuk mempertahankan diri.
Rusia saat ini sedang meluncurkan kampanye perang baru di wilayah timur Ukraina, yakni Donbas. Presiden Volodymyr Zelensky telah berkata negaranya tidak akan melepaskan wilayah timur tersebut.
Dilansir BBC, Rabu (20/4/2022), bentrokan di wilayah Donbas telah terjadi dan Presiden Volodymyr Zelensky berkata pertempuran Donbas telah dimulai. Wilayah Donbas itu terdiri atas Luhansk dan Donetsk yang menjadi basis Rusia dalam penyerangan.
Advertisement
Baca Juga
Rusia secara unilateral mengakui kemerdekaan dua wilayah itu sehingga memicu kecaman di dunia internasional.
Pihak Ukraina berkata pasukan Rusia telah menyerang posisi-posisi Ukraina di garis depan sejak Senin lalu. Hal itulah yang membuat para pemimpin dunia membahas bantuan militer.
Kementerian Pertahanan AS memastikan bahwa tambahan pesawat militer dan komponen-komponennya telah dikirim ke Ukraina agar memperuat armada udara negara tersebut, serta memperbaiki yang rusak.
Usai pertemuan bersama para pemimpin Barat, Presiden AS Joe Biden mengumumkan bahwa negaranya akan mengirim paket bantuan militer tambahan ke Ukraina sebesar US$ 800 juta.
Negara-negara Eropa turut siap memberikan bantuan. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengaku akan memberi bantuan lebih dari sekadar bantuan militer. Kanselir Jerman Olaf Scholz menyebut negaranya memberikan bantuan finansial agar Ukraina bisa membeli alat-alat militer Jerman, sementara Republik Ceko membantu dengan memperbaiki tank dan kendaraan lapis baja Ukraina yang rusak akibat perang dengan Rusia.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ukraina Tolak Damai dengan Rusia Jika Harus Lepas Wilayah Timur
Presiden Ukraina Volodymr Zelensky menolak untuk melepaskan bagian timur negaranya demi perdamaian dengan Rusia. Militer Ukraina disebut siap melawan militer Rusia. Menurut data Global Fire Power, militer Rusia adalah yang terkuat di Eropa.
Daerah yang jadi permasalahannya adalah Donbas di timur Ukraina. Pasukan rezim Vladimir Putin telah masuk ke wilayah itu sebagai salah satu jalur invasi ke Ukraina, sebelumnya Putin mendukung separatisme di sana.
Pada interview bersama CNN, Presiden Zelensky berkata dirinya tidak percaya dengan militer dan kepemimpinan Rusia. Ia bertekad untuk berdiri tegak di Donbass, sebab jika dibiarkan maka tak tertutup kemungkinan Rusia kembali menyerang ibu kota Kyiv.
"Inilah mengapa sangat penting bagi kami untuk tidak membiarkan mereka, untuk berdiri tegak di posisi kami, sebab pertempuran ini dapat mempengaruhi jalannya perang ini," ujar Presiden Zelensky, dikutip situs pemerintah Ukraina, Ukrinform, Senin (18/4).
"Saya tidak percaya dengan militer Rusia dan kepemimpinan Rusia," ujar aktor yang menjadi politikus itu.
Lebih lanjut, Presiden Zelensky berkata sulit percaya dengan negara-negara tetangganya setelah ada konfik dengan Rusia. Ia menyebut hanya percaya pada rakyat Ukraina, serta negara-negara yang mendukung lewat aksi nyata.
Terkait diplomasi, Presiden Ukraina menyebut siap melakukan itu demi mengakhiri perang, tetapi serang-serangan Rusia membuat Ukraina sulit melakukan hal tersebut. Zelensky menolak bicara hanya karena ultimatum Rusia.
"Apa harga dari semua ini? Rakyat. Rakyat yang sudah banyak terbunuh. Dan siapa yang harus membayar semua ini? Ukraina. Hanya kami," ujar Presiden Volodymyr Zelensky.
Advertisement
PBB Berencana Batasi Hak Veto Anggota Tetap Dewan Keamanan
Invasi Rusia ke Ukraina yang hingga kini belum berakhir memicu sebuah ide lama, yang bertujuan untuk membuat lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB agar mengurangi penggunaan hak veto mereka kembali dihidupkan.
Hak veto yang dimiliki Rusia memungkinkan negara itu untuk "melumpuhkan" keputusan di Dewan Keamanan, seperti menjamin perdamaian global yang didefinisikan oleh Piagam PBB.
Mengutip DW Indonesia menurut diplomat, Selasa (19/4), proposal yang diajukan Liechtenstein yang disponsori bersama oleh sekitar 50 negara termasuk Amerika Serikat, harus menjadi subjek pemungutan suara yang akan datang. Meskipun ide tersebut tidak didukung satu pun dari empat anggota tetap Dewan Keamanan lainnya seperti Rusia, China, Prancis, dan Inggris.
Dewan Keamanan juga memiliki 10 anggota tidak tetap, yang tidak memiliki hak veto.
Teks proposal mengatur pertemuan 193 anggota Majelis Umum "dalam waktu 10 hari kerja setelah pemberian veto oleh satu atau lebih anggota tetap Dewan Keamanan, untuk mengadakan pembahasan tentang situasi di mana hak veto diberikan."
295 Hak Veto Telah Digunakan Sejak 1946
Di antara yang mendukung dan telah berkomitmen untuk memberikan suara terhadap teks tersebut adalah Ukraina, Jepang, dan Jerman.
Adapun Jepang dan Jerman berharap agar kewenangan sebagai anggota tetap di Dewan Keamanan bisa diperbesar, mengingat pengaruh politik dan ekonomi global mereka. Sementara India, Brasil, atau Afrika Selatan, dan pesaing lain yang ingin masuk dalam anggota tetap belum terungkap.
Seorang sumber mengungkapkan bahwa Prancis akan mendukung proposal tersebut. Sedangkan Inggris, China, dan Rusia, yang dukungannya akan sangat penting untuk inisiatif kontroversial seperti itu, belum jelas diketahui suaranya.
Sejarah Penggunaan Veto di DK PBB
Sejak veto pertama yang pernah digunakan oleh Uni Soviet pada tahun 1946, Moskow telah menerapkannya sebanyak 143 kali, melampaui Amerika Serikat (86 kali), Inggris (30 kali), atau China dan Prancis (18 kali masing-masing).
"Kami sangat prihatin dengan pola memalukan Rusia yang menyalahgunakan hak vetonya selama dua dekade terakhir," kata Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, dalam sebuah pernyataan.
Adopsi resolusi Liechtenstein "akan menjadi langkah signifikan menuju akuntabilitas, transparansi, dan tanggung jawab semua" anggota tetap Dewan Keamanan, tambahnya.
Prancis, yang terakhir menggunakan veto pada tahun 1989, mengusulkan pada tahun 2013 bahwa anggota tetap secara kolektif dan sukarela membatasi penggunaan veto mereka jika terjadi kekejaman massal. Disponsori bersama oleh Meksiko dan didukung oleh 100 negara lainnya, proposal tersebut sejauh ini telah terhenti.
Sebelumnya, United Nations General Assembly (UNGA) atau Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memilih untuk menangguhkan Rusia dari badan hak asasi manusia terkemuka organisasi itu, di tengah tuduhan bahwa tentaranya membunuh warga sipil saat mundur dari wilayah di sekitar ibu kota Ukraina.
Resolusi yang diprakarsai Amerika Serikat pada Kamis 7 April 2022 mencapai dua pertiga suara mayoritas anggota dalam pemungutan suara UNGA yang diperlukan untuk meloloskan resolusi tersebut. Dengan 93 suara mendukung dan 24 menentang.
Advertisement