Media Dunia Sorot Undangan Jokowi ke Presiden Ukraina pada G20

Presiden Jokowi mengundang Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky ke G20.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 28 Apr 2022, 06:30 WIB
Diterbitkan 28 Apr 2022, 06:30 WIB
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memonitor wilayah Donetsk yang dilanda perang, 6 Desember 2021. (Ukrainian Presidential Press Office via AP, File)
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memonitor wilayah Donetsk yang dilanda perang, 6 Desember 2021. (Ukrainian Presidential Press Office via AP, File)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan mengundang Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky ke acara G20. Ukraina sebenarnya bukan anggota G20, namun negara itu sedang diserang invasi sehingga memicu masalah perekonomian global. 

Media-media Barat seperti CBS menyorot undangan tersebut, serta membahas kemungkinan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin ikut hadir.  

"Zelenskyy tidak mengatakan apakah ia akan menyetujui undangan Widodo untuk menghadiri pertemuan tersebut. Sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki memberitahu reporter bahwa administrasi Biden menyambut tawaran kepada presiden dari Ukraina," tulis CBS dikutip Kamis (28/4/2022).

Media dari negara anggota G20 seperti Al-Arabiya dan The Times of India turut menyorot keputusan Presiden Jokowi.

Reuters juga melaporkan hal serupa, serta menyebut menteri keuangan Ukraina juga sempat hadir di pertemuan pejabat G20 di Washington DC pada pekan lalu.

Media-media negeri jiran seperti Channel News Asia dari Singapura dan FMT dari Malaysia ikut membahas undangan Presiden Jokowi kepada Presiden Zelensky.

"Sejumlah anggota G20 telah menyerukan agar Rusia dan Presiden Vladimir Putin agar tak disertakan dari pertemuan puncak para pemimpin di Bali di bulan November, namun Indonesia mengelak, menyatakan masih terlalu dini untuk memutuskan," tulis Channel News Asia.

 
 
 
View this post on Instagram

A post shared by Liputan6.com (@liputan6)

Meski G20 adalah terkait isu ekonomi, Bank Dunia telah menegaskan bahwa invasi Rusia ke Ukraina menyebabkan permasalahan ekonomi secara global. Sanksi-sanksi yang diberikan oleh negara Barat juga bersifat ekonomi dan menarget komoditas dagang hingga perbankan di Rusia. 

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky juga sedang meminta bantuan ke mitra internasional Ukraina untuk memulihkan ekonomi negaranya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Bank Dunia Sorot Masalah Ukraina

Serangan Udara Rusia Hancurkan Rumah Sakit Bersalin di Ukraina
Asap mengepul setelah serangan udara Rusia di Mariupol, Ukraina (9/2/2022). Serangan Rusia telah merusak parah sebuah rumah sakit bersalin di kota pelabuhan Mariupol yang terkepung, kata pejabat Ukraina. (AP Photo/Evgeniy Maloletka)

Bank Dunia merilis laporan mengenai dampak perang di Ukraina terhadap ekonomi global. Invasi yang dilancarkan Rusia kepada Ukraina ternyata juga merugikan negara-negara berkembang, apalagi di tengah pandemi COVID-19 dan adanya ancaman perubahan iklim.

Dampak invasi tak hanya dirasakan Ukraina dan kawasan Eropa, tetapi bisa merambat ke negara-negara berkembang karena lonjakan harga komoditas. Ancaman kelaparan pun semakin parah.

"Negara-negara berkembang menghadapi beragam krisis yang tumpang tindih, termasuk pandemi, naiknya inflasi, invasi Rusia ke Ukraina, ketidakseimbangan makroekonomi yang besar, dan kurangnya pasokan energi dan makanan. Ini membuat kemunduran dalam pengurangan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan kesetaraan gender," ujar Presiden Grup Bank Dunia David Malpass dalam pernyataan di situs World Bank, dikutip Selasa (26/4/2022).

Pada laporan Bank Dunia tentang dampak perang di Ukraina, dijelaskan bahwa perang di Ukraina memprovokasi terjadinya krisis dunia dengan "dampak mengerikan" kepada manusia dan konsekuensi ekonomi.

Dampak perang disebut berbeda-beda di tiap negara, namun yang jelas ada dampak berupa naiknya impor bahan bakar. Bank Dunia menyorot perang di Ukraina telah memicu naiknya harga makanan dan bahan bakar di negara-negara berkembang (emerging market and developing economies atau EMDES). Keluarga-keluarga miskin dikhawatirkan terdampak.

Bank Dunia mencatat bahwa Rusia adalah eksportir gas terbesar di dunia dan Ukraina eksportir besar pada komoditas seed oil. Kedua negara juga eksportir gandum yang signifikan. Perang dan sanksi berperang dalam meningkatkannya harga komoditas-komoditas tersebut.

Bahlil Sebut Investasi ke Indonesia Tak Terganggu Konflik Rusia-Ukraina

Bahlil Lahadalia
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia. (Liputan6.com)

Sebelumnya dilaporkan, konflik geopilitik antara Rusia dan Ukraina dipastikan tidak akan menganggu realisasi investasi yang masuk ke Indonesia. Hal tersebut diungkap oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.

Ia menjelaskan, capaian investasi di kuartal I 2022 sebesar Rp 282,4 triliun. Angka tersebut tumbuh 16,9 persen (qtq) dan 28,5 persen (yoy). Dengan angka ini terlihat bahwa Indonesia masih menjadi sasaran investasi dari negara lain.

Bahkan meskipun sedang konflik, realisasi investasi Rusia di Indonesia naik menjadi peringkat 29 dari sebelumnya di posisi ke 31. Namun hal tersebut tidak terlalu banyak mempengaruhi karena bukan bagian dari 10 besar negara investor bagi Indonesia.

"Artinya dampak perang antara Ukraina dan Rusia ini tidak berdampak dari sisi ini," kata Bahlil di Jakarta, Rabu (27/4/2022).

Hanya saja pengaruhnya begitu terasa pada harga-harga komoditas. Mengingat Rusia dan Ukraina memasok hampir 30 persen kebutuhan energi dunia.

"Mereka eskpor energi hingga 30 persen dan kita impor gandum untuk mie instans dari mereka," katanya.

Meski begitu dia berharap konflik 2 negara ini seger berakhir karena saat ini telah banyak menimbulkan ketidakpastian. Termasuk kenaikan inflasi yang tinggi di beberapa wilayah.

"Mudah-mudahan perang ini segera berakhir karena dalam konteks inflasi ada hubungannya dengan Indonesia juga," kata Bahlil Lahadalia.

AS Sempat Walk Out

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, membagikan momen pertemuan bilateral dengan Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen. (Instagram @smindrawati)
Menkeu Sri Mulyani, Menkeu AS Janet Yellen, dan Dubes RI untuk AS Rosan Roeslani.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menanggapi santai sikap negara adidaya seperti Inggris, Amerika Serikat (AS) dan Kanada yang melakukan walk out dari forum pertemuan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20.

Pertemuan itu berlangsung di Washington DC, Amerika Serikat, Rabu 20 April 2022 waktu setempat.

Sri Mulyani mengaku tak terkejut atas aksi negara-negara tersebut. Sebab, mereka telah mengultimatum bakal hengkang dari forum jika Rusia ikut terlibat dalam pertemuan.

"Kami sudah tahu negara G7+ akan melakukan itu saat Rusia berbicara. Jadi itu bukan kejutan bagi kami," kata Sri Mulyani dalam sesi teleconference, Kamis (21/4).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menilai, aksi walk out Inggris dan Amerika Serikat tidak mengganggu kekhidmatan forum G20.

Adapun pertemuan G20 ini memang sengaja membahas soal perang antara Rusia dan Ukraina secara lebih insentif. Pasalnya, banyak negara anggota G20 mendesak Rusia menghentikan serangannya ke Ukraina.

"Para negara anggota mengungkapkan keprihatinan mendalam tentang krisis kemanusiaan, dampak ekonomi dari perang, dan menyerukan agar perang bisa berakhir sesegera mungkin," tutur Sri Mulyani.

Menurut dia, perang kedua negara tetangga tersebut bakal semakin menghambat proses pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Selain itu juga mengancam ketahanan pangan global dan mengakibatkan krisis energi.

"Negara-negara berpenghasilan rendah akan sangat terpengaruh (perang Rusia-Ukraina), karena mereka sudah menghadapi banyak tantangan seperti ruang fiskal yang terbatas dan kerentanan utang yang tinggi," tutur Sri Mulyani.

Infografis Rusia Vs Ukraina, Ini Perbandingan Kekuatan Militer. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Rusia-Ukraina.
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya