Liputan6.com, Kolombo - Partai oposisi di Sri Lanka sedang berusaha mengeluaran mosi tidak percaya untuk melengserkan Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa dan kabinetnya. Alasannya, PM Rajapaksa gagal untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat. Kondisi ekonomi Sri Lanka sedang amat parah.
Dilaporkan Channel News Asia, Rabu (4/5/2022), kelompok partai Kekuatan Rakyat Bersatu (United People's Force) yang dipimpin Sajith Premadasa telah mengirimkan mosi tersebut kepada ketua parlemen Mahinda Yapa Abeywardena agar ada pemungutan suara.
Advertisement
Baca Juga
Selama beberapa waktu terakhir, rakyat Sri Lanka memang turun ke jalan untuk protes adanya krisis ekonomi. Tak hanya masalah pangan, BBC bahkan melaporkan harga obat-obatan meroket 40 persen karena krisis yang terjadi. Bank Dunia lantas turun tangan untuk memberi bantuan US$ 600 juta.
Sri Lanka dikabarkan bangkrut karena pemerintah tidak mampu lagi membayar utang-utang luar negeri yang jatuh tempo. Utang luar negeri terbanyak Sri Lanka dimiliki China.
Saat ini, kekuasaan Sri Lanka dipegang kakak adik: PM Rajapkasa dan adiknya Gotabaya Rajapaksa yang menjabat sebagai presiden.
Agar PM Rajapaksa bisa lengser, parlemen butuh suara mayoritas sebanyak 225 anggota. Kekuatan Rakyat Bersatu memiliki 54 suara dan berharap adanya bantuan partai oposisi lain, serta adanya pengkhianatan dari partai berkuasa: Front Rakyat.
Ada pula mosi tidak percaya kepada Presiden Rajapaksa, tetapi mosi tidak percaya itu tak akan membuat presiden lengser meski mayoritas anggota parlemen mendukungnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Utang China
Sri Lanka sedang mengalami krisis ekonomi karena terlilit utang luar negeri dengan nilai fantastis: US$ 51 miliar (Rp 732 triliun). Sri Lanka tak mampu lagi membayar sehingga mengumumkan default. Salah satu yang disorot adalah karena Sri Lanka kerap meminjam utang ke China untuk proyek infrastruktur.
Menurut laporan The Times of India, Kamis (14/4), pemegang utang terbesar Sri Lanka adalah China, yakni sebesar 10 persen. Sri Lanka pun disebut telah masuk ke jebakan utang.
"Kami telah kehilangan kemampuan untuk membayar utang luar negeri," ujar Gubernur Bank Senral Sri Lanka, Nandalal Weerasinghe.
Tahun ini, Sri Lanka harus membayar US$ 4 miliar utang luar negeri, termasuk surat utang internasional yang harus dibayar pada Juli 2022.
Kementerian Keuangan turut mensuspens pembayaran utang sekitar US$ 7 miliar ke berbagai pemegang obligasi, institusi, dan negara-negara. Hampir setengah dari utang Sri Lanka berasal dari obligasi/surat utang inernasional.
Kehadiran COVID-19 memperburuk situasi krisis keuangan Sri Lanka karena mengurangi pendapatan dari pariwisata dan remitansi.
Sri Lanka hanya punya cadangan dana US$ 1,9 triliun per akhir Maret, padahal butuh US$ 7 triliun untuk utang tahun ini.
Advertisement
Infrastruktur
Pemberi utang terbesar Sri Lanka tak lain adalah Republik Rakyat China. Selanjutnya, ada Jepang dan India.
Sejak 2005, China pinjam banyak utang ke China untuk proyek infrastruktur. The Times of India menyebut proyek-proyek itu menjadi "gajah putih".
Istilah gajah putih berarti sesuatu yang tampak berharga tetapi tidak berguna dan merugikan.
Pada 2017, Sri Lanka juga harus menyewakan pelabuhan Hambantota yang strategis karena tak bisa balik modal setelah meminjam utang China untuk membangun pelabuhan tersebut.
Total utang Sri Lanka ke China adalah US$ 8 miliar dari total utang US$ 45 miliar. Tahun ini saja, Sri Lanka utang lagi sekitar US$ 1,5 miliar hingga US$ 2 miliar China.
Laporan dari Hong Kong Post menyebut Sri Lanka masuk ke posisi ini karena ceroboh dalam berutang ke China saat membangun infrastruktur. China juga dilaporkan menolak permintaan Sri Lanka untuk menjadwalkan ulang atau penawaran konsesi sebagai pembayaran.
Namun, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian berkata negaranya tetap siap membantu ekonomi Sri Lanka.
"China selalu melakukan yang terbaik dalam menyediakan bantuan untuk pertumbuhan ekonomi dan sosial Sri Lanka. Kami akan terus melakukan itu di masa depan," terangnya.
RI Kirim Bantuan
Indonesia telah mengirim bantuan ke Sri Lanka pada akhir bulan lalu. Kloter pertama bantuan kemanusiaan berupa obat-obatan dan alat kesehatan dari Indonesia kepada Sri Lanka diberangkatkan pada Kamis (28/04) menggunakan penerbangan Sri Lankan Airlines.
Bantuan tersebut terdiri dari 8 item obat sitostatika dan 6 item alat kesehatan dengan nilai Rp 4,5 miliar.
Pengiriman bantuan tersebut merupakan bagian dari komitmen Indonesia untuk mengirimkan bantuan sebanyak 11 item obat dan 8 item alat kesehatan dengan total berat 3,1 ton dengan nilai Rp 22,1 miliar kepada negara sahabat yang tengah dilanda krisis tersebut.
Kloter kedua akan diberangkatkan pada tanggal 8 Mei 2022 mendatang.
“Sri Lanka adalah mitra penting bagi Indonesia dan bantuan ini diharapkan dapat meringankan beban hidup rakyat Sri Lanka saat ini," kata Sekjen Kementerian Kesehatan Kunta Wibawa Dasa Nugraha dalam seremoni pelepasan bantuan yang diselenggarakan di area kargo bandara Soekarno-Hatta pada hari Kamis (28/04).
Pada kesempatan tersebut, bantuan kemanusiaan diserahkan secara simbolis oleh Sekjen Kementerian Kesehatan kepada Dubes Sri Lanka untuk Indonesia dan ASEAN, Yasoja Gunasekera.
Dubes Gunasekera mengungkapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada pemerintah dan rakyat Indonesia yang telah menunjukkan perhatian yang besar terhadap rakyat Sri Lanka melalui pemberian bantuan kemanusiaan tersebut.
Pemberian bantuan kemanusiaan kali ini menjadi terasa lebih istimewa karena merupakan donasi dari sembilan perusahaan farmasi dan alat kesehatan Indonesia dalam skema corporate social responsibility.
Advertisement