Pelaku Penembakan SMA di Parkland Terancam Hukuman Mati

Penembakan SMA Parkland pada 2018 menewaskan 17 orang.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 19 Jul 2022, 08:25 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2022, 06:38 WIB
Ribuan Siswa Turun ke Jalan Desak Ketegasan Kongres AS
Sejumlah siswa dari Roosevelt High School membawa poster saat melakukan aksi di Seattle (14/3). Ini merupakan aksi terbesar pasca penembakan di sebuah SMA di Parkland, Florida, yang menewaskan 17 orang. (AP Photo / Manuel Valdes)

Liputan6.com, Florida - Pelaku penembakan di SMA Marjory Stoneman Douglas di Parkland, negara bagian Florida, terancam hukuman mati. Pelaku bernama Nikolas Cruz yang kini berusia 23 tahun menewaskan 17 orang dan melukai belasan orang lainnya.

Nikolas Cruz adalah contoh dari pelaku penembakan massal yang berhasil ditangkap hidup-hidup. Ini berbeda dari kasus-kasus penembakan lain seperti di Sandy Hook atau Uvalde ketika pelaku tewas di TKP.

Menurut laporan BBC, Selasa (19/7/2022), jaksa di pengadilan Nikolas Cruz ingin menerapkan hukuman mati, sementara para pengacara berusaha agar hukuman menjadi penjara seumur hidup tanpa kemungkinan bebas bersyarat. Juri akan memutuskan hasil dari persidangan.

Sejumlah orang yang keluargnya terdampak serangan tersebut telah secara terang-terangan mendukung hukuman mati. Anggota keluarga juga ada yang menangis ketika jaksa penuntut Michael Satz membacakan secara detail momen-momen penembakan, sekaligus nama tiap orang yang tertembak. Seorang wanita yang hadir di persidangan disebut keluar ruangan sambil menangis.

Satz berkata tindakan pelaku merupakan pembunuhan yang terencana dan sistematis.

Nikolas sudah Cruz mengaku bersalah atas 17 pembunuhan tingkat satu karena penembakan Parkland di tahun 2018. Persidangan diperkirakan berlangsung selama empat sampai enam bulan, serta akan tayang di televisi.

Penembakan sekolah yang terjadi di SMA Marjory Douglas terjadi pada Hari Valentine. Ini adalah kasus penembakan massal yang paling mematikan yang harus diadili para juri di AS.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Keluarga Emosional

Keluarga Emosional

Siswa di Florida Pakai Ransel Transparan
Siswa SMA Marjory Stoneman Douglas menggunakan ransel transparan di Parkland, Florida, Senin (2/4). Penggunaan tas itu sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya kembali kasus penembakan brutal di sekolah. (John McCall/South Florida Sun-Sentinel via AP)

Ketika rekaman insiden penembakan itu diputar di pengadilan, keluarga mulai merasakan dampak emosional. Seorang ibu menutup kedua telinganya, dan anggota keluarga lainnya menangis terisak.

Seorang hadirin di pengadilan berteriak "hentikan!" ketika audio lain dimainkan.

Pelaku Nikolas Cruz hadir dengan jumper berwarna hitam dan masker hitam. Ia seringnya menunduk ke catatan di mejanya dan berbicara dengan pengacara.

Totalnya ada 14 remaja yang meninggal di penembakan Parkland. Mereka berusia 14-18 tahun. Tiga korban lainnya adalah guru berusia 35, 37, dan 49 tahun.

Pihak pengacara diperkirakan akan memakai faktor mitigasi, yakni menunjukan bahwa hukuman seumur hidup sudah pas untuk pelaku. Mereka pun akan menggunakan klaim pelecehan seksual yang dialami pelaku dan masalah kesehatan mental.

Penembakan di Parkland adalah penembakan massal paling mematikan nomor lima di institusi pendidikan Amerika Serikat, serta penembakan SMA yang paling mematikan, bahkan melebihi tragedi SMA Columbine pada tahun 1999.

Joe Biden Tandatangani UU Keamanan Senjata di Amerika Serikat

Presiden AS Joe Biden emosional saat membahas penembakan massal di sekolah dasar di Texas.
Presiden AS Joe Biden emosional saat membahas penembakan massal di sekolah dasar di Texas. Dok: VOA

Presiden Amerika Serikat Joe Biden menandatangani undang-undang yang digambarkan sebagai UU keamanan senjata karena penembakan terus memakan korban di negara itu.

Undang-undang, yang ditandatangani pada Sabtu pagi, mulai berlaku sebulan setelah seorang pria bersenjata masuk ke sebuah sekolah dasar di Uvalde, Texas. 

Insiden itu menewaskan 19 anak dan dua guru yang telah memicu demonstrasi nasional menentang kekerasan senjata dan kelambanan politik, demikian dikutip dari laman Xinhua, Minggu (26/6).

 

Ada lebih dari 21.000 kematian akibat kekerasan senjata dan 281 penembakan massal di seluruh Amerika Serikat sepanjang tahun ini, menurut data terbaru dari Arsip Kekerasan Senjata.

"Saya tahu masih banyak yang harus dilakukan," kata Biden dari Gedung Putih sebelum berangkat ke Eropa.

RUU tersebut meningkatkan pemeriksaan latar belakang untuk pembeli senjata berusia 18-21, sehingga mendapatkan senjata api melalui perdagangan ilegal sebagai pelanggaran federal dan menjelaskan definisi dari dealer senjata api berlisensi federal.

Dua hari sebelumnya, Mahkamah Agung AS membatalkan undang-undang negara bagian New York yang menempatkan pembatasan membawa pistol tersembunyi di luar rumah, yang kemungkinan akan memperumit upaya untuk mengekang kekerasan senjata.

"Saya sangat kecewa dengan keputusan Mahkamah Agung," kata Joe Biden dalam sebuah pernyataan, Kamis.

"Keputusan ini bertentangan dengan akal sehat dan Konstitusi, dan seharusnya sangat menyusahkan kita semua."

Senjata sudah mendarah daging dalam masyarakat AS dan perdebatan politik dan sosial bangsa.

Amerika Serikat memiliki lebih banyak senjata daripada negara lain mana pun di dunia -- dan jumlah itu terus bertambah, terutama karena konstitusinya yang melindungi hak untuk menyimpan dan memanggul senjata dan melobi dari kelompok hak senjata.

Pemilik senjata Amerika memiliki 393,3 juta senjata, atau 120 senjata api per 100 warga negara, menurut laporan tahun 2018 oleh Small Arms Survey, sebuah organisasi yang berbasis di Jenewa

 

Kecam Lobi Pro-Senjata Api

Penembakan Senjata Api
Ilustrasi Foto Penembakan dengan Senjata Api (iStockphoto)

Usai terjadinya penembakan sekolah di Uvalde, negara bagian Texas, Presiden Biden memberikan kecaman keras kepada pelobi pro-senjata api.

Peristiwa di SD Texas itu adalah penembakan sekolah terburuk dalam sejarah Texas. Presiden Joe Biden memulai pidatonya membahas keadaan psikologis para orang tua, serta para anak-anak lain yang menjadi saksi mata peristiwa tersebut. 

Presiden Biden turut menyorot kenapa AS terus-terusan mengalami penembakan massal seperti ini, sementara tetapi negara-negara lain tidak.

"Penembakan massal seperti ini jarang terjadi di tempat lain di dunia. Mengapa? Mereka punya masalah mental. Mereka punya pertikaian domestik di negara-negar lain. Mereka memiliki orang-orang yang tersesat. Tapi penembakan massal ini tidak terjadi sesering yang terjadi di AS," ujar Presiden Joe Biden dalam konferensi pers di Gedung Putih dan didampingi Ibu Negara Jill Biden.

Salah satu insiden penembakan massal di sekolah yang terparah dalam sejarah AS adalah penembakan Sandy Hook. Ketika itu, Joe Biden masih menjabat sebagai wakil presiden. 

Presiden Biden lantas mendorong agar Amerika Serikat bisa berani melawan pelobi-lobi senjata, serta menghadapi pihak-pihak yang menghalangi pengesahan aturan senjata api.

"Saatnya mengubah rasa sakit ini menjadi aksi," ujar Presiden Biden. "Untuk semua orang tua, untuk semua warga, kita harus memperjelas ke semua pejabat terpiilh di negara ini. Saatnya bertindak!"

Sejumlah politisi dari Partai Republik diketahui dekat dengan pelobi senjata api, termasuk dengan National Rifles Assosiation (NRA). 

Infografis Olahraga Benteng Kedua Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Olahraga Benteng Kedua Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya