Amnesty Kecam Arab Saudi Usai Seorang Ibu Dihukum 34 Tahun Penjara Akibat Tweet

Ibu beranak dua ini berasal dari minoritas Syiah di Arab Saudi. Tweetnya dianggap subversif.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 19 Agu 2022, 07:41 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2022, 07:30 WIB
Ilustrasi penjara (AFP)
Ilustrasi penjara (AFP)

Liputan6.com, Riyadh - Seorang ibu di Kerajaan Arab Saudi divonis 34 tahun penjara akibat Twitter. Wanita bernama Salma Al-Shehab itu disebut menyebarkan rumor dan melakukan retweet kepada pembangkang negara. Keputusan itu memicu kecaman dari aktivis.

Dilaporkan AP News, Jumat (19/8/2022), Salma divonis karena melanggar hukum cyber di Arab Saudi. Kelompok HAM Freedom Initiative menyebut Salma Al-Shehab ditangkap pada 15 Januari 2021. Ia ditangkap sebelum ia pergi ke Inggris.

Vonis berat bagi Salma terjadi di tengah langkah Pangeran Mohammed bin Salman untuk memberantas elemen-elemen yang dianggap pembangkang.

Sebelum kasus Salma disidang, ibu dua anak itu ditahan selama 285 hari di tahanan terpisah (solitary confinement). Freedom Initiative turut menyerot bahwa Salma adalah anggota minoritas Syiah.

Freedom Initiative mengkritik vonis Arab Saudi ini, serta menyindir langkah-langkah progresif Pangeran Mohammed bin Salman.

"Arab Saudi sesumbar kepada dunia bahwa mereka meningkatkan hak perempuan dan menciptakan reformasi hukum, tetapi tak perlu ditanyakan lagi bahwa vonis busuk ini menunjukkan bahwa situasi hanya semakin parah," ujar Bethany Al-Haidari, manajer kasus Arab Saudi dari Freedom Initiave.

Vonis Kejam

Amnesty International juga mengecam vonis terhadap Salma dan menyebutnya sebagai kejam dan tidak adil karena Salma hanya karena meretweet. Amnesty menyebut awalnya wanita itu divonis enam tahun penjara.

"Salma Al-Shehab seharusnya dari awal tidak divonis, tetapi vonisnya ditambah dari enam ke 34 tahun usai pengadilan yang tidak adil menunjukkan bahwa pihak berwenang berniat menggunakannya sebagai contoh di tengah pembubaran tanpa henti terhadap kebebasan berpendapat," ujar Diana Semaan dari Amnesty International.

Salma Al-Shehab adalah seorang mahasiswa doktoral di Universitas Leeds, Inggris. Amnesty meminta agar Salma segera dibebaskan.

"Ia harus segera dan tanpa syarat dilepaskan. Otoritas Saudi harus mengizinkannya bersatu dengan keluarganya dan melanjutkan studinya di Kerajaan Bersatu," ucapnya.

Selain hukuman 34 tahun penjara, Salma juga kena travel ban selama 34 tahun.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Hukuman Naik Setelah Banding

Ilustrasi bendera Arab Saudi (AFP Photo)
Ilustrasi bendera Arab Saudi (AFP Photo)

Sebelumnya dilaporkan, CNN menyebut Salma al-Shehab yang berusia 33 tahun ditangkap pada Januari 2021 dan menjadi sasaran sesi interogasi selama 265 hari sebelum dibawa ke Pengadilan Kriminal Khusus, menurut organisasi hak asasi manusia independen ALQST.

Dia awalnya dijatuhi hukuman enam tahun akhir tahun lalu - hukuman ini meningkat menjadi 34 tahun setelah al-Shehab mengajukan banding, menurut dokumen pengadilan.

Tuduhan yang diajukan terhadapnya oleh Penuntut Umum termasuk "memberikan bantuan kepada mereka yang berusaha mengganggu ketertiban umum dan merusak keselamatan masyarakat umum dan stabilitas negara, dan menerbitkan rumor palsu dan tendensius di Twitter," kata ALQST.

Al Shehab mengatakan kepada pengadilan bahwa tanpa peringatan sebelumnya, dia "didorong" ke dalam penyelidikan selama berbulan-bulan, di mana dia ditahan di sel isolasi, menurut dokumen pengadilan.

Ibu dua anak itu juga meminta pengadilan untuk mempertimbangkan kebutuhan untuk merawat anak-anaknya dan ibunya yang sakit, kata dokumen itu.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Dukung Saudari Seorang Aktivis

Twitter
Ilustrasi Twitter (Foto: Pixabay)

Kepala Pengawasan dan Komunikasi ALQST Lina Al-Hathloul mengatakan kepada CNN bahwa al-Shehab telah ditangkap karena mendukung saudara perempuannya Loujain al-Hathloul - seorang aktivis terkemuka yang menghabiskan lebih dari 1.000 hari di penjara setelah penyisiran pada Mei 2018 yang menargetkan orang-orang terkenal penentang hukum kerajaan yang telah dicabut yang melarang perempuan mengemudi -- dan prisoners of conscience (tahanan hati nurani) lainnya di Twitter.

Lina Al-Hathloul mengatakan dalam pernyataan ALQST bahwa hukuman al-Shehab "mengolok-olok klaim otoritas Saudi tentang reformasi bagi perempuan dan sistem hukum," menambahkan bahwa itu "menunjukkan bahwa mereka tetap bersikeras menghukum keras siapa pun yang mengungkapkan pendapat mereka secara bebas."

Mereka mendesak agar pemerintah Saudi membebaskan al-Shehab dan menuntut agar kerajaan melindungi kebebasan berbicara.

Akun Twitter Al-Shehab tetap online dengan tweet yang disematkan yang berbunyi: "Kebebasan untuk tahanan hati nurani dan semua yang tertindas di dunia."

Reaksi AS

Joe Biden Akhiri Isolasi COVID-19
Presiden Amerika Serikat Joe Biden melepas maskernya saat mulai berbicara di Taman Mawar Gedung Putih, Washington, Amerika Serikat, 27 Juli 2022. Biden harus diisolasi di kediamannya di Gedung Putih sejak positif COVID-19 pada Kamis lalu. (AP Photo/Susan Walsh)

Departemen Luar Negeri AS mengatakan sedang "mempelajari" kasus tersebut pada hari Rabu."Tetapi saya dapat mengatakan ini adalah masalah umum dan saya dapat mengatakan ini tanpa peringatan dan dengan tegas: menjalankan kebebasan berekspresi untuk mengadvokasi hak-hak perempuan tidak boleh dikriminalisasi," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price pada briefing dengan wartawan.

Ditanya apakah Arab Saudi telah dikuatkan oleh keterlibatan AS baru-baru ini dengan negara itu, Price menjawab bahwa "keterlibatan kami ... telah memperjelas ... bahwa hak asasi manusia adalah pusat agenda kami."

Infografis 8 Cara Cegah Bayi Baru Lahir Tertular Covid-19
Infografis 8 Cara Cegah Bayi Baru Lahir Tertular Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya