Pasukan Ukraina Terus Pukul Mundur Rusia, Vladimir Putin Makin Terdesak?

Serangan balas Ukraina terus berlanjut terhadap Rusia.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Okt 2022, 12:30 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2022, 12:30 WIB
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengunjungi garis depan negaranya di tengah invasi Rusia.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengunjungi garis depan negaranya di tengah invasi Rusia. Dok: Situs resmi Presiden Ukraina.

Liputan6.com, Kyiv - Ukraina masih terus melancarkan serangan balas terhadap Ukraina. Mereka bertekad terus merebut wilayah-wilayah yang direbut Rusia meski sudah ada "referendum" yang menerima daerah-daerah tersebut.

Dilaporkan VOA Indonesia, Sabtu (8/10/2022), dalam beberapa hari terakhir, pasukan Ukraina berhasil menembus garis pertahanan Rusia di wilayah selatan Kherson, membebaskan beberapa desa di sepanjang sungai Dnieper. Pasukan Kyiv kini menguasai pemukiman sekitar 30 kilometer melampaui batas garis depan sebelumnya.

Reuters melapokan bahwa pasukan Ukraina sedang berusaha untuk memotong jalur pasokan untuk 25.000 pasukan Rusia yang ditempatkan di sebelah barat sungai tersebut.

Kementerian Pertahanan Rusia, pada Senin (3/10), mengakui bahwa "divisi tank yang lebih tangguh" yang dikerahkan oleh Ukraina di dekat Kota Zolota Balka memungkinkan pasukan Ukraina mematahkan pertahanan Rusia.

Pasukan Ukraina larut dalam semangat tinggi setelah berhasil merebut kembali teritori itu, yang sempat jatuh ke tangan Rusia pada awal invasi. Yaroslav, seorang tentara Ukraina, yang menjaga garis depan di luar Kherson mengatakan kepada AFP bahwa kini pasukan Ukraina dipenuhi dengan rasa semangat juang yang tinggi.

“Semangat mereka, semuanya berubah, dibandingkan dengan sebelumnya, jauh lebih baik. Terdapat titik cerah dari semua kekacauan ini berkat serangkaian kemenangan (yang kita raih),” katanya.

Pasukan Ukraina juga memperkuat posisi mereka di wilayah timur. Pasukan Moskow mundur dari wilayah Lyman di Donetsk Oblas pada akhir minggu lalu setelah pasukan Ukraina mengepung kota itu. Jalan-jalan dipenuhi dengan sisa-sisa tank Rusia yang terbakar dan tentara Rusia yang mati.

Militer Ukraina, pada Kamis (6/10), mengklaim pasukannya sudah maju sejauh 55 kilometer ke dalam teritori yang tadinya dikuasai Rusia, membebaskan 93 desa dan merebut area seluas lebih dari 2.400 kilometer persegi. Klaim ini belum bisa diverifikasi oleh VOA.

Forum P20 Diwarnai Aksi Kecam ke Rusia

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky blusukan garis depan negaranya di tengah invasi Rusia.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky blusukan garis depan di daerah Odesa dan Mykolaiv di tengah invasi Rusia. Dok: Situs resmi Presiden Ukraina.

Sebelumnya dilaporkan, ketegangan antara Rusia dan Ukraina diduga menjadi salah satu penyebab tidak adanya kesepakatan bersama dalam pertemuan Parlemen 20 (P20).

Anggota Komisi I DPR-RI, Fadli Zon mengatakan banyak kesepakatan-kesepakatan yang dicapai tapi ada yang tidak disepakati terkait perang Rusia dan Ukraina.

"Kesepakatan-kesepakatan yang dicapai cukup banyak tapi ada yang tidak disepakati terkait dengan perang Rusia dan Ukraina," kata Fadli Zon kepada wartawan di Gedung Nusantara, Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Jumat (7/10).

Fadli menuturkan selama 2 hari pelaksanaan forum P20, negara-negara Eropa memberikan kecaman kepada Rusia. Mengingat geopolitik ini disebabkan invasi yang dilancarkan Rusia kepada Ukraina pada Februari lalu.

"Kita lihat dalam dua hari ini pernyataan-pernyataan dari sejumlah negara uni eropa termasuk Inggris itu juga tentu saja mereka ingin ada satu keinginan untuk kecaman yang keras kepada pihak Rusia," tutur Fadli.

Namun Rusia yang dihadiri langsung oleh Ketua Parlemen, Valentina Matviyenko menentang adanya kecaman yang diarahkan kepada negaranya. Apalagi dikaitkan dengan sejarah 2014 dan terkait referendum sebagai kehendak dari masyarakat.

"Jadi ada dua pandangan yang totally different atau ekstrim," kata dia.

Jelang Musim Dingin, Invasi Rusia ke Ukraina Diprediksi Bikin Eropa Alami Krisis Energi

FOTO: Rusia Serang Kota Vinnytsia di Ukraina, 20 Orang Tewas
Petugas pemadam kebakaran mengeluarkan puing-puing dari sebuah bangunan yang rusak setelah serangan udara Rusia di Kota Vinnytsia, Ukraina, 14 Juli 2022. Sebanyak 20 orang tewas oleh serangan udara Rusia yang digambarkan sebagai "tindakan teroris secara terbuka" oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. (Sergei SUPINSKY/AFP)

Eropa akan menghadapi krisis energi yang lebih parah tahun depan setelah tangki-tangki gas alamnya terkuras habis menjelang musim dingin, kata kepala Badan Energi Internasional pada Rabu (5/10), saat Uni Eropa tengah mencari cara untuk mengatasi krisis tersebut.

Pasca invasi Rusia, negara-negara di Eropa mengisi tangki-tangki penyimpanan gasnya hingga sekitar 90 persen dari total kapasitasnya. Hal tersebut karena Rusia memotong pasokan gas untuk Eropa sebagai tanggapan atas sanksi Eropa terhadap Rusia setelah invasi Moskow ke Kiev.  

Harga gas yang melonjak setelah invasi sebenarnya telah menurun. Tetapi, penurunan itu tidak akan lama karena setiap negara berlomba-lomba membeli gas alam cair (LNG) dan alternatif lain untuk mendapatkan pengiriman melalui pipa Rusia.

Kini, Uni Eropa sedang mempertimbangkan batas harga gas, seperti dikutip dari laman Channel News Asia, Kamis (6/10/2022).

“Dengan penyimpanan gas hampir mencapai 90 persen, Eropa akan bertahan di musim dingin yang akan datang selama tidak ada gejolak politik atau masalah teknis,” kata Fatih Birol, eksekutif IEA. 

Tantangan Eropa sesungguhnya akan dihadapi pada Februari atau Maret, satu penyimpanan gas perlu diisi ulang setelah permintaan yang menguras hingga 25-30 persen tingginya. Terlebih, secara historis, Eropa mengandalkan Rusia untuk sekitar 40 persen gas alamnya.

"Musim dingin ini sulit tetapi musim dingin berikutnya mungkin akan sangat sulit," kata Birol kepada para jurnalis di Finlandia.

Intervensi Berlin

Rusia Resmi Caplok 4 Wilayah Ukraina
Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara bersama Pemimpin Republik Rakyat Luhansk Leonid Pasechnik (kiri), dan Pemimpin Republik Rakyat Donetsk Denis Pushilin (kanan) saat perayaan menandai penggabungan wilayah Ukraina dengan Rusia di Lapangan Merah, Moskow, Rusia, 30 September 2022. (Sergei Karpukhin, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)

Pemerintah Eropa telah berupaya untuk meminimalisasi dampak buruk untuk konsumen, dan pada Rabu, Jerman mengatakan, akan mensubsidi tagihan listrik di 2023 dengan membayar sekitar US$ 12,8 miliar untuk biaya pemakaian yang dipungut oleh empat perusahaan jaringan transmisi tegangan tinggi (TSOs).

Biaya tersebut merupakan bagian dari tagihan listrik, terhitung sekitar 10 persen dari keseluruhan biaya untuk pelanggan ritel dan sepertiga untuk perusahaan industri di sektor-sektor seperti baja atau bahan kimia.

Menteri ekonomi Jerman Robert Habeck mengatakan bahwa intervensi Berlin menstabilkan biaya, menyebut akan naik tiga kali lipat, mengingat harga listrik skala besar yang melambung tinggi dan meningkatnya biaya operasional untuk TSO.

Sampai perang Ukraina pecah pada akhir Februari, pipa Nord Stream 1 di bawah Laut Baltik dari Rusia ke Jerman adalah salah satu sumber utama gas Eropa barat.

Nord Stream 1 terdiri dari dua jalur terpisah seperti halnya Nord Stream 2, yang diisi dengan gas, tetapi tak pernah diizinkan untuk mengirim pasokan ke Eropa karena Jerman menangguhkan otorisasi tepat sebelum Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari.

Tiga dari empat jalur dinonaktifkan dan Barat serta Rusia memandang hal tersebut sebagai sabotase yang menyebabkan kebocoran besar. Pihak berwenang Denmark juga mengatakan bahwa jalur keempat sedang mengalami penurunan tekanan pada Selasa (4/10).

Infografis Rusia Didepak dari Dewan HAM PBB
Infografis Rusia Didepak dari Dewan HAM PBB (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya