Sengketa Tanah Picu Bentrok Antar Suku Sudan, 15 Orang Tewas

Bentrokan antar etnis kembali terjadi di Sudan. Penduduk melaporkan ada tembakan intens dan rumah-rumah warga dibakar.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 20 Okt 2022, 19:13 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2022, 08:00 WIB
Jenazah
Ilustrasi korban konflik suku Sudan. (iStockphoto)

Liputan6.com, Khartoum - Bentrokan antar etnis kembali terjadi di Sudan. Sejumlah orang dilaporkan meninggal dunia akibat peristiwa tersebut.

"Sedikitnya 15 orang tewas dalam bentrokan etnis terbaru setelah sengketa tanah di negara bagian Nil Biru di selatan Sudan," kata para pemimpin setempat dan sumber medis Rabu 19 Oktober 2022 seperti dikutip dari AFP.

Bentrokan sudah pecah sejak pekan lalu setelah dilaporkan adanya perselisihan mengenai tanah antara anggota Suku Hausa dan kelompok-kelompok saingan di Wad al-Mahi, dekat Roseires di wilayah selatan Sudan yang bermasalah, sekitar 500 kilometer (310 mil) selatan ibu kota Khartoum.

Pada hari Rabu, bentrokan yang baru meletus. Penduduk melaporkan ada tembakan intens dan rumah-rumah warga dibakar.

"Terjadi penembakan dan rumah-rumah dibakar," kata seorang warga setempat, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.

Seorang petugas medis di klinik Wad al-Mahi, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan mereka telah "menerima 10 jenazah", sementara pekerja lain di rumah sakit di kota Roseires mengatakan fasilitas itu menerima "lima jasad dan 10 orang terluka."

Bentrokan terjadi meskipun pasukan keamanan dikerahkan secara besar-besaran di daerah itu, serta jam malam, kata seorang pemimpin Hausa.

Pekan lalu, bentrokan di daerah yang sama yang dipicu oleh "perselisihan masalah tanah" menyebabkan sedikitnya 13 orang tewas dan 24 luka-luka, menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Bentrok Awal Pecah Juli

20151120-Ilustrasi Jenazah-iStockphoto
Ilustrasi Jenazah (iStockphoto)

Pertempuran antara orang Hausa dan kelompok lain pertama kali pecah pada Juli. Sekitar 149 orang tewas dan 124 lainnya terluka hingga awal Oktober, menurut jumlah korban yang dilaporkan oleh badan PBB yang menangani koordinasi urusan kemanusiaan, United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA).

Sekitar 65.000 orang terpaksa meninggalkan rumah mereka, kata PBB.

Bentrokan Juli meletus setelah anggota Hausa meminta pembentukan "otoritas sipil", yang dilihat kelompok-kelompok saingan sebagai sarana untuk mendapatkan akses ke tanah.

Bentrokan itu juga memicu protes kemarahan di seluruh Sudan, dengan orang-orang Hausa menuntut keadilan bagi mereka yang tewas.

Pada akhir Juli, para pemimpin senior setuju untuk menghentikan permusuhan. Terlepas dari kesepakatan itu, bentrokan pecah lagi pada bulan September.

Sudan bergulat dengan kerusuhan politik yang semakin dalam dan krisis ekonomi yang meningkat sejak kudeta militer tahun lalu, yang dipimpin oleh panglima militer Abdel Fattah al-Burhan.

Perebutan kekuasaan militer membalikkan transisi ke pemerintahan sipil yang diluncurkan setelah penggulingan orang kuat tahun 2019 Omar al-Bashir, yang memerintah selama tiga dekade.

 

 

 


Sudan Cabut Status Darurat yang Diberlakukan Sejak Kudeta

Warga Sudan menyanyikan slogan dan mengibarkan bendera nasional saat mereka merayakan kemenangan di Khartoum (Ashraf Shazly / AFP)
Warga Sudan menyanyikan slogan dan mengibarkan bendera nasional saat mereka merayakan kemenangan di Khartoum (Ashraf Shazly / AFP)

Sebelumnya, Kepala militer Sudan Abdel Fattah al-Burhan pada Minggu (29/5) mencabut status darurat yang diberlakukan sejak kudeta militer yang terjadi pada tahun lalu, kata dewan kedaulatan yang berkuasa.

Burhan "mengeluarkan dekrit yang mencabut status darurat di seluruh negara itu," kata dewan tersebut dalam pernyataan.

Perintah itu dibuat "untuk menyiapkan situasi untuk mengadakan dialog yang berguna dan berarti yang mencapai stabilitas untuk periode transisi," tambahnya, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (31/5/2022).

Keputusan yang diambil pada Minggu (29/5) itu dibuat setelah sebuah pertemuan dengan para pejabat militer senior yang merekomendasikan agar status darurat dicabut dan orang-orang yang ditahan dibawah Undang-undang darurat, dibebaskan.

Langkah itu juga diambil setelah seruan terbaru oleh perwakilan khusus PBB Volker Perthes agar status darurat dihapus, menyusul pembunuhan dua demonstran dalam protes-protes anti-kudeta pada Sabtu (28/5).

Sudan telah diwarnai protes-protes massa sejak kudeta, yang direspons dengan penindakan keras yang menyebabkan 100 orang tewas dan ratusan lain terluka, menurut petugas medis pro-demokrasi.

Ancaman KudetaAncaman kudeta militer terjadi di Sudan. Militer di Sudan menangkap para pejabat senior pemerintahan, termasuk menteri.

Dilansir AP News, akses internet dan informasi di Sudan juga dikekang. Saluran TV negara hanya menyiarkan lagu-lagu patriot, serta menampilkan gambar sungai Nil.

Partai Umma, partai terbesar di Sudan, menyebut penangkapan para pejabat sebagai upaya kudeta militer.

Kehadiran para menteri dan pejabat yang ditangkap masih belum diketahui.

 


PM Sudan Abdallah Hamdok Mundur Akibat Efek Kudeta Militer

Perdana Menteri Sudan Abdullah Hamdok. (AP)
Perdana Menteri Sudan Abdullah Hamdok. (AP)

Perdana Menteri Sudan, Abdalla Hamdok, memilih mindur usai diangkat oleh militer. Sebelumnya, militer melancarkan kudeta di Sudan pada Oktober 2020.

Militer meminta adanya pembagian kekuasaan dengan Abdallah Hamdok. Akan tetapi, elemen masyarakat sipil menolak kehadiran militer di kekuasaan.

Menurut laporan BBC, Senin (3/1/2022), Abdalla Hamdok menyebut negaranya berada di titik yang berbahaya. Ia mengaku sudah berusaha keras mencegah negaranya jatuh ke dalam bencana. Namun, usahanya belum berhasil untuk meraih kesepakatan.

"Saya memutuskan untuk mengembalikan tanggung jawab saya dan mengumumkan mundurnya saya sebagai perdana menteri, dan memberikan kesempatan bagi laki-laki atau perempuan lain dari negara terhormat ini," ujar Hamdok.

Ia berharap sosok pemimpin itu bisa memandu negaranya melewati periode transisi agar bisa menjadi negara sipil yang berdemokrasi.

Hamdok pertama kali berkuasa pada 2019. Ia dulunya aktif di kementerian keuangan di Sudan, serta sempat diajukan sebagai menteri keuangan oleh Presiden Omar Al-Bashir tetapi menolaknya.

Infografis 5 Tips Ajarkan Anak Pakai Masker Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Niman)
Infografis 5 Tips Ajarkan Anak Pakai Masker Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Niman)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya