Liputan6.com, Beijing - Presiden China Xi Jinping telah resmi masuk periode tiga. Kongres Rakyat Nasional China mendukung mandat tersebut secara aklamasi pada Jumat 10 Maret 2023.Â
Selama pemerintahan Xi Jinping, pengaruh China semakin dominan di dunia politik dan ekonomi internasional. Kondisi China yang kapitalis sudah sangat berbeda dari pemerintahan Mao Zedong dulu.Â
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Premier China Li Qiang menegaskan bahwa pemerintahan di periode baru ini masih terus akan membuka diri kepada dunia. Kebijakan itu akan diteruskan meski kondisi geopolitik dunia sedang bergejolak.Â
"Membuka diri adalah kebijakan negara yang mendasar bagi China. Tidak masalah bagaimana situasi eksternal bisa berkembang, kami akan secara tegas mengikuti kebijakan ini," ujar Li Qiang seperti dikutip media pemerintah China, Global Times, Selasa (14/3/2023).
Li Qiang juga menegaskan bahwa negaranya terus senantiasa menyambut potensi kerja sama dengan Amerika Serikat ketimbang saling mencari kesalahan.Â
Komunis dan Kapitalis China
Sejarah mencatat bahwa mantan Presiden China, Deng Xiaoping, merupakan sosok yang membuka China ke dunia Barat. Deng Xiaoping juga merangkul potensi kapitalisme, sehingga kini China bisa kaya raya.Â
Deng Xiaoping adalah sosok yang membuka zona ekonomi khusus di China, salah satunya di Shenzhen. Kini, Shenzhen City sudah menjadi "Silicon Valley" di China.Â
Kebijakan Deng Xiaoping sangat berbeda dari Mao Zedong (Mao Tse-tung) yang sangat anti-kapitalisme. Namun, program-program ekonomi dan sosial Mao Zedong seperti Lompatan Jauh ke Depan dan Revolusi Budaya berakhir dengan tragis. Kemiskinan dan kelaparan merajalela di China.Â
Setelah Xi Jinping masuk tiga periode, Wall Street Journal menyorot bahwa pemerintahan baru Xi lebih mirip dengan Mao Zedong ketika partai memiliki kontrol kekuasaan yang lebih terpusat, termasuk di sektor ekonomi. Hal itu berbeda dari pemerintahan Deng yang lebih membebaskan sektor ekonomi.
Dulu, Xi Jinping juga memuji reformasi Deng Xiaoping, namun Wall Street Journal menyebut ia mulai sangsi dengan kekuatan pasar setelah pasar saham jatuh di 2015, sehingga Xi lebih mendukung kendali partai absolut.
"Xi merestorasi banyak hal dari model Mao yang mana partai mengurus ekonomi, dan loyalitas ideologis mengalahkan kompetensi profesional," ujar Susan Shirk, mantan diplomat AS.
Pidato Xi Jinping Pasca Jadi Presiden China 3 Periode
Xi Jinping menekankan perlunya menentang pengaruh pro-kemerdekaan di Taiwan. Hal tersebut diungkapkannya saat menutup Kongres Rakyat Nasional (NPC), yang memilihnya kembali sebagai presiden China untuk masa jabatan ketiga.
Dalam pidatonya pada Senin (13/3/2023), yang menguraikan prioritasnya untuk China, Xi Jinping menggambarkan perlunya reunifikasi nasional.Â
"Kita harus secara aktif menentang kekuatan eksternal dan aktivitas separatis kemerdekaan Taiwan. Kita harus dengan teguh memajukan penyebab peremajaan dan reunifikasi nasional," kata Xi Jinping yang kemudian disambut tepuk tangan meriah, seperti dilansir The Guardian.
Xi Jinping, yang sebelumnya tidak menyampingkan penggunaan kekuatan terhadap Taiwan, menggarisbawahi perlunya mempromosikan pembangunan damai hubungan lintas-selat.
Partai Komunis China tidak pernah memerintah Taiwan, tetapi menganggapnya sebagai provinsi pemberontak yang harus "bersatu kembali" dengan daratan, sekalipun dengan kekerasan.
Xi Jinping disebut semakin memprioritaskan klaim China atas Taiwan, menjadikannya sebagai keharusan sejarah di tengah meningkatnya ketegangan dengan Amerika Serikat (AS).
Advertisement
Militer dan Ekonomi China
Pada pidato pertamanya pasca terpilih kembali untuk masa jabatan ketiga, Xi Jinping turut menggarisbawahi perlunya memperkuat militer, menjadikannya "tembok baja besar" untuk melindungi kedaulatan dan kepentingan nasional China. Dia juga menyerukan kemandirian ekonomi yang lebih besar dan kebutuhan untuk mengoordinasikan pembangunan dan keamanan.
"Keamanan adalah fondasi untuk pembangunan. Stabilitas adalah fondasi untuk kemakmuran," ujarnya.
Kongres Rakyat Nasional pada Sabtu (11/3), memilih Li Qiang, sekutu lama Xi Jinping sebagai perdana menteri. Itu merupakan posisi terkuat kedua di Partai Komunis China.
Li Qiang, yang merupakan mantan pemimpin Partai Komunis di Shanghai, menggantikan Li Keqiang yang mengundurkan diri setelah menjalani dua masa jabatan.
Dengan posisi barunya, Li Qiang ditugasi untuk membangun kembali ekonomi China pasca hantaman pandemi COVID-19.
"Pengusaha dan bisnis di China akan diberi ruang dan banyak peluang untuk berkembang dalam lingkungan berbasis aturan dan budaya yang saling menghormati," tutur Li Qiang dalam konferensi pers pertamanya sebagai PM China.
Li Qiang juga mengkritik AS, menggemakan pidato Xi Jinping minggu lalu, di mana dia mengutuk "penindasan terhadap China" yang dipimpin AS.
"China dan AS harus bekerja sama. Ketika China dan AS bekerja sama, ada banyak hal yang dapat kita capai," kata Li, menambahkan, "Blokade dan penindasan tidak menguntungkan siapa pun."
Ada Perubahan di Periode 3?
Hanya sedikit perubahan dibanding yang diperkirakan selama Kongres Rakyat Nasional berlangsung, di mana sebagian besar menteri masih mempertahankan jabatan mereka.
Xi Jinping disebut melanggar konvensi dengan mempertahankan Yi Gang sebagai Gubernur Bank Sentral China dan Liu Kun sebagai menteri keuangan. Keduanya telah mencapai atau melewati usia pensiun resmi, yakni 65 tahun.
"Ini mungkin merupakan pengakuan diam-diam atas sejumlah tantangan yang dihadapi Beijing saat ini," terang Direktur China di Economist Intelligence Corporate Network Mattie Bekink. "Tantangan nyata bagi masa jabatan ketiga Xi Jinping adalah apakah mampu mengatasi ketidakseimbangan struktural dalam ekonomi China dan melakukan reformasi yang diperlukan untuk memastikan daya saing jangka panjang China."
China telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi 2023 sekitar 5 persen, naik dari 3 persen dari tahun lalu, yang merupakan salah satu kinerja terlemahnya dalam beberapa dekade.
Advertisement