Liputan6.com, Beijing - China menuduh Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Australia menempuh jalan yang salah dan bahaya. Pernyataan itu merupakan tanggapan atas pengumuman pakta AUKUS tentang kesepakatan pembangunan kapal selam bertenaga nuklir.
"Pernyataan bersama dari AS, Inggris, dan Australia menunjukkan bahwa ketiga negara, demi kepentingan geopolitik mereka sendiri, sepenuhnya mengabaikan keprihatinan komunitas internasional dan berjalan semakin jauh di jalur yang salah dan berbahaya," ungkap juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China Wang Wenbin dalam konferensi pers reguler pada Selasa (14/3/2023), seperti dilansir The Guardian Rabu (15/3).
Diumumkan pada September 2021, pakta keamanan AUKUS yang terdiri dari ketiga negara tersebut bertujuan mempromosikan Indo Pasifik yang bebas, terbuka, aman, dan stabil atau dengan bahasa lain melawan pengaruh China di kawasan tersebut.
Advertisement
Kesepakatan bernilai miliaran dolar yang diumumkan selama pertemuan para pemimpin AUKUS di San Diego pada Senin (13/2), akan memberi Australia kapal selam bertenaga nuklir dalam upaya melawan kebangkitan China di Indo-Pasifik.
Komentar juru bicara Kemlu China muncul setelah misi China untuk PBB men-twit pernyataan yang menuduh ketiga negara tersebut memicu perlombaan senjata dan menyebut kesepakatan itu adalah "contoh kasus standar ganda".
Presiden AS Joe Biden menolak tuduhan itu, dengan mengatakan kapal selam itu akan bertenaga nuklir, bukan bersenjata nuklir. Biden mengungkapkan, dia berharap dapat berbicara dengan Presiden Xi Jinping segera, tetapi menolak menjelaskan lebih lanjut.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong pada Selasa menuturkan bahwa kritik China itu tidak berdasarkan fakta. Meski demikian, menurutnya, AS harus tetap maju untuk mempromosikan hubungan China-AS.
Hubungan AS-China pada Titik Terendah
Hubungan antara AS dan China berada pada titik terendah dalam beberapa dekade. Berbagai saluran komunikasi, termasuk dialog militer, telah dihentikan sejak Nancy Pelosi, ketua DPR AS saat itu, mengunjungi Taiwan pada Agustus lalu.
Pada Februari 2023, AS menembak jatuh balon mata-mata China yang melayang di wilayah udaranya. China membantah balon itu terkait spionase, mengklaimnya sebagai perangkat pemantauan meteorologi yang meledak.
Imbas dari ditembak jatuhnya balon mata-mata tersebut adalah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken membatalkan lawatannya ke Beijing.
AS dan sekutunya semakin khawatir tentang kemungkinan China meluncurkan konflik langsung dengan Taiwan. Pengamat mengamati dengan saksama tanda-tanda bahwa militer China sedang mempersiapkan serangan semacam itu.
Pada Senin, Presiden Xi Jinping menutup sesi parlemen tahunan China dengan pidato di mana dia berjanji untuk membangun angkatan bersenjata China menjadi "tembok baja besar".
Kementerian Luar Negeri Taiwan sendiri menyambut kemajuan berkelanjutan dari kemitraan AUKUS. Mereka menggarisbawahi bahwa Taiwan berada di garis depan perang melawan ekspansi otoriter.
Biden telah berjanji untuk menanggapi secara militer jika China menginvasi Taiwan dan Australia akan menjadi yang pertama merasakan dampak konflik di Indo Pasifik.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menyatakan bahwa kesepakatan AUKUS yang diperkirakan menelan biaya US$ 268 miliar hingga US$ 368 miliar adalah investasi tunggal terbesar dalam kemampuan pertahanan Australia sepanjang sejarahnya.
Baca Juga
AS, Inggris, dan Australia Sepakat Bangun Kapal Selam Bertenaga Nuklir di Bawah Pakta Keamanan AUKUS
China Sukses Damaikan Arab Saudi dan Iran, AS Tolak Anggapan Pengaruhnya di Timur Tengah Tergantikan
Respons Invasi Rusia ke Ukraina dan Kekhawatiran atas China, Inggris Tingkatkan Belanja Militer Rp92 Triliun
Advertisement