Queensland - Biasanya, mie instan menjadi pilihan mahasiswa Indonesia yang sedang irit. Mahasiswa dan mahasiswi Australia ternyata juga ikut
Berdasarkan laporan ABC Indonesia, Rabu (29/3/2023), sepanjang tahun lalu bank makanan di Queensland University of Technology (QUT) memberikan bantuan makanan gratis kepada 900 orang.
Baca Juga
Di tahun ini, baru di delapan minggu pertama masa kuliahan baru, mereka sudah membantu lebih dari seribu mahasiswa.
Advertisement
Presiden Student Guild di QUT, Zoe Davidson, mengatakan beberapa mahasiswa kesulitan membayar bus atau kereta untuk bisa datang kuliah.
Bank makanan yang dikelola mahasiswa di QUT kini membatasi hanya buka sekali dalam dua pekan, sehingga bisa menyebarkan bantuan kepada lebih banyak mahasiswa.
Zoe mengatakan sejumlah mahasiswa bercerita jika mereka terpaksa jadi vegetarian karena tak mampu membeli daging.
"Ada juga yang kelaparan karena tidak mampu menghidangkan makanan untuk mereka sendiri, apalagi kepada anak-anak mereka".
"Orang-orang kelaparan," ujarnya.
Cerita yang sama dialami Ryky Calvert, yang sudah membantu mahasiswa di University Of Queensland, di mana permintaan untuk makanan gratis meningkat tiga kali lipat selama 12 bulan terakhir.
Hampir 2.000 orang mahasiswa antre untuk mendapatkan makanan gratis setiap minggu.
Senat mahasiswa menuntut pemerintah Federal Australia dan universitas untuk segera mengambil tindakan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi banyak mahasiswa.
Kebiasaan Makan Mie Instan
Presiden Persatuan Mahasiswa Nasional Australia Bailey Riley mengatakan bank makanan di berbagai universitas di seluruh Australia kewalahan memenuhi permintaan bantuan, terutama dari mahasiswa internasional.
"Mahasiswa hanya bisa bertahan hidup dengan mengandalkan pada mie instan," katanya."Dulu biasanya makan mi instan jadi semacam lelucon, namun sekarang menjadi kenyataan."
"Banyak yang tidak bisa menyantap makanan yang bergizi, dan kalau kita tidak makan teratur, kita tidak bisa belajar."
Masalah ini menjadi lebih buruk menurut Bailey karena mahalnya biaya akomodasi dan juga biaya kuliah.
Caila Frost yang kuliah di QUT mengaku sudah tidak makan sayur dan buah segar dalam sebulan terakhir dan ia hanya mengandalkan pada mi instan.
Caila mengatakan ia sebenarnya memiliki pekerjaan, tapi masih mengendalikan bantuan sosial dari Centrelink.
Dia hanya bisa makan sekali dalam sehari.
"Ini sangat stres membuat sangat depresi, ditambah tekanan dan kekhawatiran dari urusan kuliah," ujarnya.
"Saya sudah tidak makan makanan bergizi selama beberapa bulan, sekarang hanya makan apa saja yang bisa saya dapatkan."
Advertisement
Makan 1 Kali Sehari
Caila yang berusia 19 tahun tinggal di rumah empat kamar bersama mahasiswa lain dengan biaya sewa AU$155 per pekannya.
Dia mengatakan keluarganya tinggal di kawasan regional Queensland yang tidak bisa memberikan bantuan keuangan.
"Saya tidak tahu ada orang lain yang tidak mendapat bantuan dari Centrelink dan hidup di atas garis kemiskinan," katanya.
"Atau bisa makan dengan pola makanan sehat menurut para dokter.
Caila mengatakan ketika lulus nanti dia masih dibebani dengan utang biaya kuliah dari pemerintah, atau HECS, sebesar AU$86.000.
"Sepertinya ini akan saya bayar sampai saya mati," katanya."Banyak orang mengatakan kita beruntung hidup di Australia, namun sekarang saya tidak merasakannya."
Mahasiswa internasional asal China, Cindy Wang dan Nanya Ynom sering mendatangi Kampus Kitchen yang dikelola oleh senat mahasiswa.
Keduanya membayar sekitar $400 per pekan untuk akomodasi di kampus, naik $100 per minggu dibanding tahun lalu.
"Ini melebihi anggaran yang sudah disiapkan dan saya khawatir tahun depan akan lebih mahal lagi," kata Wang.
Dia mengatakan pemberian makanan gratis sangat membantu dan ia mendapat "dukungan emosional" dari sesama mahasiswa.
Bantuan Pemerintah
Pemerintah federal sedang mengkaji sistem pendidikan di perguruan tinggi yang dilakukan lewat Australian Universities Accord tahun lalu.
Menteri Pendidikan Jason Clare mengatakan masalah pembiayaan mendapat perhatian serius.
"Pinjaman untuk kuliah lewat Higher Education Loan Program (HELP) dibuat untuk menghilangkan beban biaya di awal kuliah," katanya.
"Penting juga diingat jika pinjaman HELP tersebut tidak harus dibayar sampai seseorang mencapai batas pendapatan yang diharuskan."
Direktur Eksekutif Universities Australi, Catriona Jackson, mengatakan tingginya biaya hidup saat ini dirasakan oleh seluruh warga Australia.
"Kami menyadari masalah ini, utamanya lebih menyulitkan bagi mahasiswa yang harus belajar sambil bekerja," katanya.
"Pemerintah memiliki sejumlah bantuan untuk meringankan beban mahasiswa, karenanya kami mendorong mahasiswa yang kesulitan finansial untuk menghubungi pihak universitas."
Advertisement