Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 57 siswa-siswi Indonesia telah menyelesaikan program pertukaran pelajar Kennedy-Lugar Youth Exchange and Study (YES) selama 10 bulan di Amerika Serikat (AS).
Wakil Duta Besar AS untuk Indonesia Michael F. Kleine pun mengatakan bahwa ini menjadi salah satu cara bagaimana Amerika Serikat dan Indonesia semakin mengeratkan people to people diplomacy.
Baca Juga
"Ini membuat kita semua yakin tentang masa depan negara kita karena kita harus melihat kemitraan secara holistik. Kalau kita melihat semuanya itu naik, perdagangan AS-Indonesia naik, peningkatan kunjungan juga naik, kunjungan pejabat senior AS dan Indonesia naik, termasuk pertukaran anak muda. Ini yang membuat kita yakin akan masa depan kedua negara," kata Kleine dalam acara Welcoming Event dan Re-Orientasi Siswa Program Pertukaran Pelajar YES Tahun 2022/2023 di Jakarta, Jumat (9/6/2023).
Advertisement
Program YES merupakan program beasiswa penuh untuk pelajar tingkat SMA yang diberikan oleh pemerintah Amerika Serikat dan dikelola oleh Bina Antarbudaya, yang bertujuan memberikan pengalaman bagi pelajar Indonesia untuk belajar dan tinggal di AS.
Para pelajar yang terlibat, ungkap Kleine, diharapkan menjadi jembatan penghubung bagi kedua negara, terutama agar masyarakat Amerika Serikat bisa lebih mengenal Indonesia dan sebaliknya.
"Harapan saya, mereka bisa membantu kita untuk membangun rasa percaya, rasa saling memahami dan melanjutkan ketika mereka sudah kembali ke sini. Sama halnya dengan apa yang dilakukan kami sebagai diplomat," ujar Kleine.
"Kami membangun hubungan, kami mendobrak batasan-batasan yang ada mudah-mudahan bisa terus mereka lakukan ketika mereka kembali bersama keluarga masing-masing."
Pengalaman Luar Biasa
Aldi, pelajar usia 16 tahun asal Sorong, Papua Barat, mengaku sangat senang sekaligus takut ketika tahu bahwa dirinya terpilih untuk mengikuti program ini.
"Jujur, seneng banget sih waktu akhirnya tahu dan kepilih bisa lolos. Tapi, at the same time, takut juga soalnya kan harus tinggal di sana selama 9 bulan lebih dan tinggal sama host family gitu," ungkapnya kepada Liputan6.com.
Tingginya minat pendaftar membuat persaingan juga semakin ketat. Ini lantaran dari 12 ribu pendaftar, diseleksi menjadi dua ribu siswa dari seluruh Indonesia hingga akhirnya 57 orang yang terpilih untuk berangkat ke Amerika Serikat. Di sana, mereka ditempatkan di sekolah yang tersebar di negara-negara bagian di Amerika Serikat, dan kemudian tinggal bersama keluarga angkat (host family) serta melakukan kegiatan sosial bersama komunitas di lingkungan rumah, sekolah atau tempat ibadah setempat.
Siswa yang menempuh pendidikan SMA di Malang itu mengaku bahwa ia merasakan perbedaan yang signifikan dalam hal belajar mengajar di sekolah.
"Kalau di sana itu yang jelas gurunya tuh fair banget. Sangat menghargai usaha kita. Jadi, misalkan kita telat ngumpulin tugas, kalau kita ngomong, ya dia akan bilang nggak masalah asal tetap dikumpulkan," ujarnya.
Ia juga menceritakan bahwa perbedaan signifikan lain yang dirasakannya adalah ketika para pengajar di sekolahnya di AS memposisikan diri mereka lebih dekat dengan siswa sehingga para murid merasa nyaman berada di sekolah.
Selain itu, Aldi yang mendapat penempatan di Falling Waters, West Virginia itu juga mengisahkan tentang keluarga angkatnya yang menerima kehadirannya dengan sangat baik.
"Untungnya, host family aku juga baik banget. Karena di area aku itu kurang banyak transportasi umum, jadi aku dianter jemput ke sekolah setiap hari," tuturnya.
Dari keluarga tersebut, ia juga belajar banyak soal perbedaan rasial secara nyata.
"Jadi ayahku itu black, sedangkan ibuku itu white. Jadi, aku ngerasain banget tinggal di keluarga interracial gitu," katanya lagi.
Advertisement
Program YES
Setelah selesai mengikuti program ini dan kembali ke lingkungan masing-masing, para peserta program YES masih harus membuat project sebagai bukti kehadiran mereka bagi komunitas. Ini menjadi bentuk tanggung jawab mereka dalam memberikan dampak bagi lingkungan sekitar. Project ini pun akan dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah AS.
Program YES di Indonesia sudah berjalan sejak tahun 2003 dan sudah ada lebih dari 1.500 pelajar sekolah umum maupun madrasah dan pesantren dari seluruh Indonesia yang berpartisipasi.
Seluruh pelajar dari berbagai wilayah Indonesia bisa mengikuti seleksi program ini, asalkan memenuhi seluruh syarat yang dibutuhkan.
Program YES juga membuka kesempatan bagi siswa yang memiliki disabilitas (tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna daksa) untuk ikut berpartisipasi.