Liputan6.com, Washington- Amerika Serikat (AS) mengatakan, sangat terganggu oleh rencana pemerintah Israel menyetujui ribuan izin bangunan di Tepi Barat yang diduduki. Washington pun meminta Israel untuk kembali ke jalur dialog.
"Seperti kebijakan yang sudah berlangsung lama, AS menentang tindakan sepihak yang membuat solusi dua negara (two state solution) sulit dicapai dan menghambat perdamaian," terang juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Matthew Miller seperti dilansir The Guardian, Senin (19/6/2023).
Baca Juga
Rencana persetujuan 4.560 unit rumah baru di berbagai wilayah Tepi Barat dimasukkan dalam agenda Dewan Perencanaan Tertinggi Israel yang akan bertemu pekan depan. Dari jumlah tersebut, 1.332 dilaporkan menanti persetujuan tahap akhir.
Advertisement
"Kami akan terus mengembangkan penyelesaian dan memperkuat cengkeraman Israel di wilayah itu (Tepi Barat)," ujar Menteri Keuangan sekaligus Menteri Pertahanan Israel Bezalel Smotrich.
Sebagian besar negara menganggap permukiman Yahudi yang dibangun di atas tanah yang direbut Israel pada 1967 ilegal. Kehadiran permukiman ilegal merupakan salah satu isu mendasar dalam konflik Palestina-Israel.
Palestina menghendaki sebuah negara merdeka di Tepi Barat dan Jalur Gaza, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Adapun pembicaraan damai yang ditengahi AS membeku sejak tahun 2014.
Respons Palestina
Sejak menjabat pada Januari, pemerintah koalisi Israel pimpinan Benjamin Netanyahu telah menyetujui lebih dari 7.000 unit rumah baru. Mereka juga mengubah undang-undang untuk membuka jalan bagi para pemukim untuk kembali ke empat permukiman yang sebelumnya telah dievakuasi pada tahun 2005.
Merespons rencana Israel menyetujui ribuan izin pembangunan permukiman, Otoritas Palestina mengatakan memboikot pertemuan komite ekonomi bersama dengan Israel pada Senin ini.
Sementara itu, kelompok Hamas yang memerintah Gaza sejak 2007, mengutuk tindakan tersebut. Mereka mengatakan, tidak akan memberikan (Israel) legitimasi atas tanah mereka.
"Kami akan menolaknya dengan segala cara," ujar kelompok itu.
Advertisement