Polisi Moral Iran Kembali Patroli Jilbab dan Pakaian

Patroli jilbab dan pakaian sempat dihentikan polisi moral Iran menyusul kematian Mahsa Amini pada 16 September 2022.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 17 Jul 2023, 17:08 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2023, 17:08 WIB
Ilustrasi Hijab
Ilustrasi Hijab. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)

Liputan6.com, Teheran - Polisi moral Iran melanjutkan patroli kontroversial untuk memastikan wanita mematuhi aturan berpakaian dan mengenakan jilbab di muka umum. Hal tersebut dikonfirmasi seorang juru bicara yang dikutip media pemerintah Iran pada Minggu (16/7/2023).

Kabar ini datang kurang lebih 10 bulan setelah kematian Mahsa Amini, yang meninggal di dalam tahanan menyusul penangkapannya di Teheran karena diduga melanggar aturan berpakaian. Kematian Mahsa Amini memicu protes skala nasional dan patroli pun dihentikan sementara.

Di lain sisi, kelompok garis keras menuntut agar patroli dilanjutkan.

Di bawah hukum Iran, yang didasarkan pada interpretasi negara tentang syariat, perempuan harus menutupi rambut mereka dengan jilbab dan mengenakan pakaian panjang yang longgar. Satuan polisi moral bertugas untuk memastikan aturan-aturan itu dipatuhi dan menahan orang-orang yang dianggap berpakaian "tidak pantas".

"Selama patroli, petugas pertama-tama akan memperingatkan wanita yang tidak mematuhi aturan," kata juru bicara polisi Saeed Montazerolmahdi seperti dikutip kantor berita Tasnim dan dilansir  Senin (17/7).BBC,

"Jika mereka tidak mematuhi perintah, polisi kemudian dapat memilih tindakan hukum."

Mahsa Amini (22), sedang mengunjungi ibu kota Teheran bersama keluarganya pada September lalu ketika dia ditangkap oleh polisi moral dan dituduh mengenakan jilbab secara tidak benar.

Dia pingsan setelah dibawa ke pusat penahanan untuk "dididik". Pada saat itu, ada laporan bahwa petugas memukul kepala Mahsa Amini dengan tongkat dan membenturkan kepalanya ke salah satu kendaraan mereka.

 

Protes Anti-Pemerintah

Kerusuhan di Iran pada 21 September 2022. Rakyat protes kematian Mahsa Amini.
Kerusuhan di Iran pada 21 September 2022. Rakyat protes kematian Mahsa Amini. Dok: AP Photo

Kematian Mahsa Amini membuat marah jutaan rakyat Iran, menyebabkan protes anti-pemerintah selama berbulan-bulan di seluruh negeri. Hampir 600 pengunjuk rasa dilaporkan tewas, termasuk beberapa yang dieksekusi mati.

Pada bulan-bulan setelah protes, banyak perempuan berhenti memakai jilbab sama sekali. Itu adalah tantangan langsung terbesar terhadap kekuasaan ulama di Iran sejak Revolusi 1979.

Video yang diunggah di media sosial menunjukkan bahwa hingga saat ini, pemandangan wanita tidak mengenakan jilbab merupakan hal lumrah. Namun, pada gilirannya, otoritas Iran menjatuhkan hukuman yang lebih keras, termasuk memaksa bisnis tutup jika mereka tidak mematuhi aturan jilbab.

Awal tahun ini, viral video yang memperlihatkan seorang pria melemparkan sebotol yoghurt ke wajah dua wanita yang tidak memakai jilbab. Tindakannya memicu kemarahan saksi mata dan dia kemudian ditangkap. Begitu pula dengan kedua wanita yang tidak mengenakan jilbab.

Iran memiliki berbagai bentuk "polisi moral" sejak revolusi. Versi terbaru ini, dikenal secara resmi sebagai Guidance Patrol (Gasht-e Ershad), yang memulai patroli mereka pada tahun 2006.

Tidak jelas berapa banyak pria dan wanita yang bekerja untuk pasukan tersebut, namun mereka memiliki akses ke pusat senjata dan penahanan, serta apa yang disebut "pusat pendidikan ulang".

Menanggapi tindakan keras Iran terhadap pengunjuk rasa pasca kematian Mahsa Amini, Inggris dan sejumlah negara Barat lainnya memberlakukan sanksi terhadap polisi moral dan tokoh keamanan tinggi lainnya tahun lalu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya