14 Agustus 2003: Mati Lampu Berdampak pada 50 Juta Warga AS, Kota New York Gelap Gulita

Hari itu 14 Agustus 2003, 50 juta warga Amerika Serikat dan Kanada bak kembali ke "zaman purba". Hidup tanpa listrik.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Agu 2023, 06:00 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2023, 06:00 WIB
Ilustrasi mati lampu
Ilustrasi mati lampu (Unsplash.com)

Liputan6.com, New York - Hari itu 14 Agustus 2003, 50 juta warga Amerika Serikat dan Kanada bak kembali ke "zaman purba". Hidup tanpa listrik.

Tanpa peringatan, daya mulai putus sesaat setelah pukul 16.10 waktu setempat. Mati lampu pun meluas ke sejumlah kota di wilayah timurlaut AS, mulai dari Cleveland, Akron, Toledo, New York, Baltimore, Buffalo, Albany, Dotroit dan sebagian New Jersey.

Kemudian, Long Island, Westchester County, Rockland County, Putnam Coutny, Vermont, Connecticut dan sebagian besar wilayah Canada termasuk Toronto, dan Ottawa.

Mengapa listrik di negara maju seperti AS bisa menghilang?

Setidaknya ada 2 sebab. Pertama, pepohonan mengganggu jaringan listrik bertegangan tinggi yang menyuplai 100 pusat tenaga listrik.

Namun, penyebab utamanya adalah software bug di sistem alarm di pusat pengendali di FirstEnergy Corporation yang terletak di Ohio.

Para komuter di Kota New York terpaksa jalan kaki, menumpang demi pulang. Lainnya yang tak cukup beruntung terpaksa tidur di tangga stasiun. Kereta api tak punya daya untuk melaju di atas rel, SPBU berhenti berjualan.

Bau tak sedap menguap dari kulkas-kulkas yang mati. Dari makanan busuk yang ada di dalamnya. Botol-botol air jadi barang incaran saat keran air berhenti mengalir.

Kala itu 2 tahun setelah kejadian serangan 11 September 2001 atau 9/11. Orang-orang yang tak mengetahui apa sesungguhnya yang terjadi, dibayangi ngeri.

Malam itu, Lysa Stanton dan calon suaminya sedang mempersiapkan pernikahan mereka yang digelar keesokan harinya. Tiba-tiba, rambu lalu lintas mati. Etalase-etalase toko yang biasanya terang benderang mendadak gelap gulita.

Para pekerja kantoran dan mereka yang sedang berbelanja berhamburan ke lapangan parkir. "Sangat menakutkan," kata dia 10 tahun kemudian. "Tiba-tiba semua orang keluar, hal itu membuatku takut," kata dia seperti dikutip dari situs New York Daily News, Senin (14/8/2023).

Alih-alih makan malam romantis, Lysa sibuk mencari senter, pembuka botol, dan baterai. "Bagi sebagian orang, itu adalah kondisi yang tak nyaman. Apalagi bagiku, itu malam jelang hari pernikahanku."

Hotel tempatnya menginap pun gelap. Maka, Lysa pun menginap di rumah tunangannya. Mereka berdua memakan es loli dan es krim yang mulai mencair, pikiran mereka bertanya-tanya, "Apakah itu pertanda buruk?"

Untungnya pernikahan keduanya jadi dilangsungkan.

 

Listrik Mati Bikin Penumpang Kereta Bawah Tanah New York Terdampar

Mati Lampu
Ilustrasi (Istimewa)

Di tempat terpisah, George Strayton tak sanggup tinggal dalam apartemennya Lower East Side, Manhattan. Meski jendela sudah dibuka, rasanya gerah bukan main. Sumuk! Maka ia pun menuju rumah orangtuanya di kawasan pedesaan Rockland County yang masih teraliri listrik.

George terpaksa berjalan kaki menuju terminal. 3 mil jauhnya. Dan karena ditempuh dalam kondisi panas -- tanpa toko yang menawarkan minuman dingin -- rasanya sungguh menyiksa. Untung, di tengah jalan, ia mendapatkan tumpangan bus.

Baru saja ia keluar dari kendaraan yang membawanya ke terminal, seorang relawan mengulurkan sebotol air dan menunjuk ke meja penuh roti lapis.

Air dan sandwich itu menjadi bekal perjalanannya, menggunakan bus lain, menuju rumah orangtua.

George tak pernah melupakan kejadian tersebut. "Terutama sandwich ayam dan pesto itu," kata dia. Itu mungkin roti tumpuk terenak yang pernah ia rasakan.

Sementara itu, kejadian mengerikan dialami Mike Markowitz. Listrik tiba-tiba mati saat ia berada di dalam kereta bawah tanah (subway).

Ia terjebak di gerbong sempit, bersama ratusan orang asing di bawah tanah Manhattan. Gerbong kereta terasa sumpek tanpa pendingin ruangan.

Hebatnya, para penumpang tetap tenang dan mengikuti instruksi untuk keluar dari kereta satu per satu. Kemudian, mereka berjalan kaki di dalam terowongan dan memanjat ke luar, ke jalanan. Tak sampai di situ, Markowitz terpaksa jalan kaki 4 jam menuju rumahnya. "Jalan kaki paling panjang dalam hidupku," kata Markowitz. "Rasanya menakutkan, namun tak semengerikan 9/11."

Listrik di sebagian wilayah kembali menyala pukul 23.00. Namun, di tempat lain, harus menanti hingga 2 hari.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya