Liputan6.com, London - Sepasang suami istri, Jeremy See dan istrinya, baru-baru ini menyelesaikan travelling road trip alias perjalanan darat selama 100 hari dari London Inggris ke Singapura. Mereka berbagi sejumlah pengalaman menyenangkan dan tantangan yang telah dialami dalam perjalanan ini.
Dilansir AsiaOne, Kamis (7/12/2023), mereka diketahui telah mengeksplorasi 23 negara dan bertemu dengan berbagai orang dari lapisan masyarakat selama trip ini.
Baca Juga
"Rasanya tidak nyata. Perjalanan yang terasa mustahil melintasi 23 negara ini bukan saja bisa dilakukan, tapi bisa diselesaikan dengan sukses tanpa masalah besar apa pun," kata pria berusia 47 tahun tersebut kepada AsiaOne.
Advertisement
Mereka dikabarkan berhasil sampai di Singapura pada 10 November lalu menggunakan mobil.
Namun, keberhasilan mereka tak lepas dari berbagai masalah yang mengiringi perjalanan tersebut. Mereka dihadapkan pada tantangan imigrasi, mengingat begitu banyak negara yang harus mereka lintasi, jalan pegunungan yang sulit, dan bahkan masalah bahan bakar di beberapa wilayah.
"Di banyak penyeberangan perbatasan, kami sering merasa perjalanan akan berakhir. Petugas imigrasi dan bea cukai terus meminta dokumentasi lebih lanjut, memeriksa mobil kami, dan kendala bahasa tidak membantu," jelas Jeremy.
Permasalahan lain juga mewarnai perjalanan mereka, yakni ketika banyak kantor perbatasan tutup lebih awal. Hal ini menghadapkan mereka pada risiko terjebak di antara perbatasan di tanah tak bertuan.
Kendala Bahan Bakar dan Medan Jalan Mewarnai Perjalanan
Kendala bahan bakar pun tak lepas dari cerita pengalaman Jeremy dan istri ini. Terdapat wilayah yang memberlakukan penjatahan bahan bakar sementara di wilayah seperti Iran dan Asia Tengah kualitas bensinnya tidak cukup baik.
Beruntung, pasangan ini telah mempersiapkan diri dengan membawa beberapa penambah oktan untuk meningkatkan kualitas bahan bakar kendaraan mereka. Meskipun mengalami masalah di China akibat aturan pengisian bahan bakar yang mewajibkan untuk menyertakan ID lokal untuk masuk pom bensin, mereka bersyukur karena mendapat bantuan dan bisa melanjutkan perjalanan mereka.
Sementara itu, tantangan lainnya adalah kondisi jalan raya yang sulit.
"Kami juga harus berkendara di jalan pegunungan, yang kondisinya sangat buruk, sangat sempit dan rawan longsor," ungkap Jeremy.
"Kami bisa melihat banyak kendaraan yang terguling ribuan kaki ke kaki pegunungan. Jalan yang sempit berarti tidak ada jalan untuk kembali. Tapi kami melaju perlahan dan memastikan kami tidak tertidur saat mengemudi dengan musik yang bagus, makanan ringan dan minuman," tambahnya.
Advertisement
Melewati Tempat Tak Berpenghuni Hingga Sakit di Tengah Perjalanan
Perjalanan ini juga membawa mereka ke tempat-tempat terpencil yang jarang dikunjungi wisatawan, bahkan tanpa sinyal seluler dan tidak ada penduduk setempat. Meskipun merasa takut, mereka terus melaju dengan persediaan makanan dan air.
"Di beberapa tempat, kami tidak melihat satu mobil atau orang selama lebih dari setengah jam, dan tidak ada sinyal seluler," ungkap Jeremy.
"Kami takut, tapi kami terus mengawasi jalan dan terus maju. Kami membawa makanan dan air yang akan membantu kami untuk sementara waktu jika kami terjebak karena alasan apa pun," tutur laki-laki dengan lima anak tersebut.
Selain masalah eksternal, pasangan tersebut juga mengalami masalah internal yakni kondisi fisik yang kelelahan mengingat jauhnya perjalanan tersebut.
"... Kami sempat sakit dua kali karena harus bangun pagi-pagi setiap hari untuk memastikan tiba di tujuan berikutnya sebelum gelap," jelas Jeremy seraya mengatakan bahwa cuaca dan perbedaan ketinggian membuat ia dan istri merasa kelelahan di sejumlah bagian perjalanan.
Total Biaya dan Rencana Perjalanan Selanjutnya
Meski berkelana dengan total jalur sejauh 25.000 km, pasangan ini tidak merasa rindu akan kampung halaman.
"Dengan panggilan video dan rasa petualangan yang mendorong kami, kami tidak merasa rindu kampung halaman," kata Jeremy.
Pasangan ini menghabiskan total biaya perjalanan yang cukup fantastis yakni mencapai $110.000 (Rp1,7 miliar) dengan rincian sekitar $45.000 (Rp698 juta) per orang untuk makanan, hotel, dan tempat atau aktivitas yang menarik, serta biaya pengiriman dan perizinan kendaraan sekitar $12.000 (Rp186 juta) dan $8.000 (Rp124 juta) untuk bahan bakar kendaraan.
Meskipun baru saja kembali beberapa pekan yang lalu, mereka kini dikabarkan sudah merencanakan perjalanan berikutnya ke Jepang bersama dua anak bungsu mereka.
"Kami akan membawa dua anak bungsu kami ke Jepang pada sebelum sekolah dimulai. Yaitu dengan pesawat," pungkas Jeremy.
Advertisement