Liputan6.com, Gaza Ada lebih banyak orang di Jalur Gaza dapat meninggal karena penyakit dibanding pengeboman jika sistem kesehatan wilayah itu tidak diperbaiki. Hal tersebut ditegaskan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa (28/11/2023), seraya menggarisbawahi lonjakan penyakit menular dan diare pada anak-anak.
"Pada akhirnya kita akan melihat lebih banyak orang meninggal karena penyakit daripada yang kita lihat akibat pengeboman jika kita tidak mampu mengembalikan (menyatukan) sistem kesehatan ini," kata Margaret Harris dari WHO dalam briefing PBB di Jenewa, seperti dilansir Reuters pada Kamis (29/11/2023).
Baca Juga
Dia mengulangi kekhawatirannya mengenai peningkatan penyakit menular, khususnya diare pada bayi dan anak-anak, dengan kasus diare pada anak-anak berusia lima tahun ke atas melonjak hingga lebih dari 100 kali lipat dari tingkat normal pada awal November.
Advertisement
"Semua orang di mana pun kini mempunyai kebutuhan kesehatan yang sangat mendesak karena mereka kelaparan karena kekurangan air bersih dan (mereka) berdesa-desakan," ujar Margaret.
Mengutip Reuters, otoritas kesehatan Gaza mengatakan bahwa lebih dari 15.000 orang dipastikan tewas akibat pengeboman Israel. Dari jumlah tersebut, sekitar 40 persennya adalah anak-anak, sementara masih banyak yang diperkirakan berada di bawah reruntuhan.
Israel telah bersumpah untuk memusnahkan Hamas, kelompok militan yang menguasai Gaza, setelah mereka menyerbu perbatasan di Israel selatan pada 7 Oktober. Peristiwa itu disebut Israel menewaskan sekitar 1.200 orang dan membuat 240 ditawan.
Bantuan Tidak Cukup
Berdasarkan ketentuan gencatan senjata sementara, Israel mengizinkan lebih banyak bantuan mengalir ke Gaza termasuk makanan, air, dan obat-obatan meskipun lembaga bantuan mengatakan bantuan tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan yang sangat besar.
Juru bicara Badan Anak-anak PBB (UNICEF) di Gaza James Elder mengatakan bahwa rumah sakit di wilayah tersebut penuh dengan anak-anak yang menderita luka bakar dan pecahan peluru serta gastroenteritis karena meminum air kotor.
"Saya bertemu banyak sekali orang tua … Mereka tahu persis apa yang dibutuhkan anak-anak mereka. Mereka tidak memiliki akses terhadap air bersih dan ini melumpuhkan mereka," tutur Elder.
Dia menggambarkan melihat seorang anak dengan sebagian kakinya hilang tergeletak di lantai rumah sakit selama beberapa jam tanpa mendapat perawatan karena kurangnya tenaga medis. Sebagian anak-anak lain yang terluka terbaring di kasur darurat di tempat parkir dan taman.
"Setiap dokter harus membuat keputusan yang mengerikan … siapa yang mereka prioritaskan," ujar Elder.
Advertisement
Tiga per Empat RS di Gaza Tutup
Mengutip laporan PBB mengenai kondisi kehidupan para pengungsi di Gaza utara, Harris mengungkapkan, "(Tidak ada) obat-obatan, tidak ada kegiatan vaksinasi, tidak ada akses terhadap air bersih dan kebersihan serta tidak ada makanan."
Harris menggambarkan runtuhnya Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza Utara sebagai sebuah "tragedi" dan menyuarakan keprihatinan tentang penahanan beberapa staf medisnya oleh pasukan Israel selama konvoi evakuasi WHO.
Hampir tiga per empat rumah sakit atau 26 dari 36 rumah sakit, telah ditutup seluruhnya di Gaza, tambahnya, karena pengeboman atau kekurangan bahan bakar.