Miris, Ratusan Mahasiswa Indonesia di UK Terancam Golput pada Pemilu 2024

Para mahasiswa berkata tidak mendapatkan kuota pemilih di luar negeri.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 16 Des 2023, 13:00 WIB
Diterbitkan 16 Des 2023, 13:00 WIB
Debat Perdana Capres Pilpres 2024
Tiga Calon Presiden, Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan (kiri ke kanan) mengangkat tangan usai debat perdana Pilpres 2024 di halaman Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Selasa (12/12/2023). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, London - Masyarakat Indonesia sedang asyik menikmati proses pesta demokrasi lima tahunan. Ada tiga calon presiden yang siap menggantikan Presiden Joko Widodo, dan ketiganya memiliki ide dan karakter yang berbeda-beda. Akan tetapi, mahasiswa Indonesia di luar negeri terancam hanya menjadi penonton saja pada pemilu 2024.

Banyak dari mahasiswa Indonesia di United Kingdom (UK) berpotensi menjadi golput di pemilu 2024 karena tidak kebagian surat suara untuk mencoblos. PPI UK menyebut ada setidaknya 500 WNI yang berpotensi kehilangan hak memilih. 

Penyebabnya adalah kuota suara cadangan yang sangat terbatas. Padahal, ada banyak mahasiswa, terutama mahasiswa S2, yang baru berdatangan ke UK untuk melanjutkan studi pada September 2023. 

PPI UK lantas meminta supaya ada penambahan surat suara karena ratusan orang terancam tidak bisa memilih. 

"Merujuk kepada peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2023 mengenai penambahan surat suara cadangan sebanyak 2% (dua persen) dinilai membatasi Pelajar dan/ atau Masyarakat Indonesia untuk menggunakan hak pilihnya, terutama yang sudah memenuhi syarat untuk menjadi DPT. Hal ini dinilai berpotensi melanggar hak konstitusional Warga Negara Indonesia untuk memilih," demikian bunyi keterangan resmi dari PPI UK pada 14 Desember 2023. 

Liputan6.com telah menghubungi KBRI London pada Jumat (15/12) untuk meminta keterangan, tetapi pihak KBRI mengalihkan ke Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN). Pihak PPLN berkata akan segera merilis statement. 

Sejumlah mahasiswa pun protes dan kecewa karena kuota suara yang sedikit, sosialisasi KPU yang kurang mumpuni, dan proses pemindahan TPS yang rumit. Berikut cerita-cerita dari sejumlah mahasiswa UK:

Banyak Suara Terancam Hilang di UK

Suasana di Buckingham Palace, kota London, Inggris.
Suasana di Buckingham Palace, kota London, Inggris. Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com

Masalah tak dapat kuota surat suara dirasakan para mahasiswa Indonesia di berbagai penjuru UK: Mulai dari London, Leeds, Manchester, Wales, hingga Skotlandia.

Nama-nama sebagian besar mahasiswa-mahasiswi yang terlibat wawancara tidak diungkap untuk menjaga privasi mereka, tetapi nama universitasnya tetap dituliskan.

Kehilangan Suara Lagi

Seorang mahasiswi dari Swansea University mengaku kecewa karena terancam golput di pemilu 2024, sebab ia menilai pemilu ini akan sangat menentukan. Kekecewaannya bertambah karena sebelumnya juga menjadi golput ketika sedang berada di Jepang. 

"Aku pengen banget nyoblos karena aku merasa udah kehilangan hakku sebelumnya," ujarnya kepada Liputan6.com, Jumat (15/12). 

"As you know proses pencalonan yang sekarang juga kan banyak masalah, jadi kayaknya 1 suara itu sangat berharga, apalagi kalau banyak yang akhirnya kayak aku, berarti bukan cuman 1 yang hilang," lanjutnya. 

Ia mengaku awalnya sudah terdaftar di TPS wilayah Jakarta Timur, kemudian dua kali mengirim email untuk melakukan pemindahan di UK, tetapi kuota dinyatakan sudah habis.

Informasi Tidak Jelas

Seorang mahasiswa dari University of Leeds berkata banyak rekan-rekannya di Leeds yang tak dapat kuota surat suara. Salah satu hal yang ia sorot adalah masalah sosialisasi dari pihak berwenang. 

"Rata-rata masalahnya itu lebih kepada ketidakjelasan informasi. Seperti misalnya banyak yang enggak tahu syarat jadi pemilih di luar negeri. Kedua, timeline enggak jelas kapan harus daftarnya, dan terakhir kuota yang sedikit. Harusnya kuota bisa fleksibel menyesuaikan jumlah orang. Kira-kira itu pendapat warga Indonesia di sini," jelasnya. 

"Kami Sudah Tidak Dapat Mengakomodasi"

Di Skotlandia, seorang mahasiswi dari The University of Edinburgh mengaku membaca dari poster PPLN London Pemilu 2024 bahwa para mahasiswa dan keluarga yang baru tiba di UK bisa mendaftar untuk kuota tambahan hingga batas waktu 20 Oktober 2023. 

Mahasiswi dari Edinburgh itu lantas mengirimkan email pada 7 Oktober 2023 ke PPLN London, kemudian tanggal 16 Oktober ia mendapat balasan bahwa kuota sudah melebihi kapasitas. Ia terus memperjuangkan hak suaranya, tapi tanggal 11 Desember mendapat respons bahwa tidak bisa lagi ada perpindahan.

"Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) London selaku badan ad hoc yang bertanggung jawab langsung kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah diberikan instruksi yang jelas bahwa kami sudah tidak dapat mengakomodasi permohonan pendaftaran pindah memilih ke Daftar Pemilih Tetap (DPT) PPLN London (Britania Raya dan Irlandia). 

"Kebijakan ini diambil sesuai dengan Peraturan KPU No. 14 Tahun 2023 yang menetapkan bahwa "Jumlah surat suara yang dicetak ... di setiap TPS sama dengan jumlah Pemilih yang tercantum dalam DPT ditambah sebanyak 2% (dua persen) dari jumlah DPT di setiap TPS sebagai cadangan..." demikian bunyi email yang ia terima.

Jumlah Kuota Tak Sebanding Mahasiswa

Jutaan Kotak Suara Didistribusikan Jelang Pemilu 2024
KPU menyediakan 3.280.644 buah bilik suara, di mana terdapat empat bilik suara per tempat pemungutan suara (TPS). (merdeka.com/Arie Basuki)

Ada seorang mahasiswi dari The University of Manchester yang memiliki peluang untuk memilih. Tetapi, ia harus jauh-jauh berangkat dari kota Manchester ke London yang memakan biaya dan waktu.

"Sejak dari Indonesia saya mengikuti arahan/petunjuk untuk bisa nyoblos di UK," ucapnya kepada Liputan6.com. "Jadi saya meminta dan mengisi surat pindah memilih LN (Model A) dan mengisi surat pemberitahuan Daftar Pemilih Tambahan." 

Ia meminta dipindahkan ke Manchester, tetapi tidak bisa. Kuota tambahan di kota sebesar Manchester ternyata sangat terbatas.

"Pada saat saya meminta untuk dipindahkan ke TPS LN 2 Manchester, kata petugas TPU sudah penuh di Manchester, kuotanya katanya hanya 7 orang. Ini saja sudah aneh buat saya," ungkapnya. 

Ia pun dipindahkan ke TPS di London, tetapi informasi yang ia terima simpang siur, sebab ia sudah mendapat email sebagai pemilih tambahan di London, tapi namanya belum muncul secara online. Hal seperti itu juga dialami beberapa mahasiswi lain.

"Aneh saja buat saya, jumlah warga negara RI di sini jelas tidak sedikit, tetapi jumlah kuota sama sekali tidak berimbang," ia menambahkan.

Mahasiswi dari Poso itu juga bercerita tentang situasi ini ke Duta Besar Indonesia untuk Inggris, Desra Percaya.

"Sempat mengutarakan langsung kepada Bapak Dubes saat bertemu di acara ramah tamah. Beliau juga masih bingung kenapa hal itu bisa terjadi," ujar mahasiswi Manchester itu. 

Ketika ditanya soal risiko menjadi golput, ia mengaku sangat kecewa dan menilai KPU terkesan tidak siap. 

"Kecewa sekali yang jelas. Sebagai warga negara negara kami dituntut untuk menggunakan hak pilih kami, tetapi ketika kami sudah bersedia dan antusias ingin berpartisipasi dalam proses pemilu, malah terkendala hal yang sama sekali bukan masalah pelik seharusnya," ujarnya.

Menunggu Sisa Surat Suara

Suasana di kawasan SoHo, kota London, Inggris.
Suasana di kawasan SoHo, kota London, Inggris. Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com

Seorang mahasiswa dari Cranfield University juga kecewa karena tidak kebagian kuota dan tidak bisa memenuhi haknya sebagai warga negara. Ia menilai bahwa harusnya KPU sudah tahu bahwa akan banyak mahasiswa Indonesia yang datang pada bulan September. 

"Harusnya, kan KPU juga tahu, bahwa September itu pasti banyak student baru datang. Dan mereka ya mestinya butuh waktu untuk settled di UK dan belum lagi kadang informasi pendaftaran hak pilih simpang siur," ujarnya kepada Liputan6.com

Ada juga cerita mahasiswi dari University College London (UCL) yang berkata hanya bisa mencoblos jika ada suara sisa. Statusnya pun masih terdaftar sebagai pemilih di Lombok, meski saat ini berada di London.

"Jadi tergantung sisa kertas suara dapat atau enggaknya," ucapnya.

Seorang mahasiswa dari King's College London (KCL) memastikan dirinya tidak bakal memilih di pemilu 2024 karena proses pemindahan TPS sulit. 

"Udah pengalaman dulu 2019 nyoblos di daerah bukan domisili ribet," terangnya.

Mahasiswi lain dari UCL berkata dirinya bakal sedih dan kesal jika terpaksa golput di pemilu 2024. Beruntung, ia berhasil mendapat hak pilih di London, meski secara online ia masih tertulis terdaftar di Indonesia.

"Soalnya pemilu ini seru banget. Ada kandidat-kandidat baru. Dan aku baru kali ini benar-benar mikir milih yang mana, dan ngikutin baca visi-misi, lihat debat, crosscheck fakta, dan lain-lain," ungkapnya.

Langkah PPI UK

Ketiga Capres Saling Adu Argumen pada Debat Perdana Pilpres 2024
Tiga Calon Presiden, Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan saat debat perdana Pilpres 2024 di halaman Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Selasa (12/12/2023). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sekjen PPI UK, Moses Siregar, berkata pihaknya masih terus memperjuangkan agar para mahasiswa UK bisa mendapatkan hak pilihnya. Namun, ia mengungkap bahwa masalah di UK juga dirasakan mahasiswa di negara-negara lain. 

Banyak mahasiswa Indonesia di seluruh dunia saat ini belum tahu apakah bisa memilih di Pemilu nanti karena berbagai alasan yang di luar kendali mereka. Surat Permohonan yang dibuat oleh PPI UK memiliki tujuan untuk memastikan bahwa KPU Umum memahami tantangan ini dan bertindak selekasnya untuk memperbaiki situasi tersebut," ujar Moses Siregar kepada Liputan6.com

Mahasiswa London School of Economics (LSE) itu juga berkata bahwa surat itu merupakan afirmasi bahwa setiap suara dalam pemilu merupakan hal penting.

Mahasiswi dari King's College London, Pritta Damanik, adalah salah satu pemilih yang berhasil memindahkan TPS ke London. Ia mengaku mengurus perpindahan sejak Agustus di Bandung, kemudian datanya dikirimkan ke PPLN, walau ia sempat khawatir karena informasi di DPT online kerap simpang siur. 

Wanita itu mendukung PPI UK untuk terus mengadvokasi hak dari sekitar lima ratus pemilih yang terancam golput karena kurangnya surat suara. 

"Bagiku kalau orang sudah mengurus form A5 dan sudah mengirim (ke PPLN), jadi itu yang harus kita perjuangkan," tegas Prita yang turut menyoroti masalah sosialisasi dari KPU.

Pemilu serentak 2024 kini sudah tinggal dari dua bulan lagi, yakni 14 Februari 2024.

Infografis Ada 204 Juta Lebih DPT di Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Ada 204 Juta Lebih DPT di Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya