Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus, Jumat (29/12), mengatakan “sangat prihatin” dengan meningkatnya ancaman penyakit menular di Jalur Gaza.
“Ketika orang-orang terus mengungsi secara besar-besaran di wilayah selatan Gaza, dengan beberapa keluarga terpaksa mengungsi berkali-kali dan banyak yang berlindung di fasilitas kesehatan yang penuh sesak, saya dan rekan-rekan WHO saya tetap sangat khawatir dengan meningkatnya ancaman penyakit menular,” kata Tedros di platform X yang sebelumnya disebut Twitter.
Baca Juga
Israel bertekad untuk menghancurkan Hamas sebagai pembalasan atas serangan 7 Oktober. Serangan tersebut menyebabkan sekitar 1.140 orang tewas, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan data Israel. Hamas dianggap sebagai kelompok “teroris” oleh Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa.
Advertisement
Sekitar 250 sandera juga disandera selama serangan itu, lebih dari separuhnya masih disandera, dikutip dari VOA Indonesia, Senin (1/1/2024).
Pengeboman udara dan invasi darat Israel yang tiada henti di Gaza merenggut sedikitnya 21.320 nyawa, sebagian besar perempuan dan anak-anak, menurut kementerian kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas.
Tedros mengatakan, sejak pertengahan Oktober hingga pertengahan Desember, masyarakat yang tinggal di pengungsian terus jatuh sakit.
Dia mengatakan bahwa hampir 180.000 orang menderita infeksi saluran pernapasan atas, sementara 136.400 kasus diare tercatat, yang mana setengah dari kasus tersebut terjadi pada anak-anak berusia di bawah lima tahun.
Tedros mengatakan terdapat 55.400 kasus kutu dan kudis; 5.330 kasus cacar air; dan 42.700 kasus ruam kulit, termasuk 4.722 kasus impetigo, di Gaza.
“WHO dan mitranya bekerja tanpa kenal lelah untuk mendukung otoritas kesehatan dalam meningkatkan pengawasan dan pengendalian penyakit dengan menyediakan obat-obatan, alat tes untuk mendukung deteksi dini dan respons terhadap penyakit menular seperti hepatitis, dan berupaya meningkatkan akses terhadap air bersih, makanan, kebersihan dan layanan sanitasi kesehatan,” papar Tedros.
Pengamat: Zona Demiliterisasi Jadi Upaya Israel Kontrol Gaza
Bicara soal Gaza, Pengamat Politik Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi menilai bahwa upaya pembentukan Zona Demiliterisasi di Gaza adalah bagian dari upaya Israel untuk mengontrol kembali wilayah tersebut yang sudah ditolak oleh dunia internasional.
"Zona Demiliterisasi di Gaza itu artinya Israel dapat mengalahkan, mengeliminasi Hamas. Tapi realitasnya, pada saat ini, Israel belum bisa melumpuhkan hamas," kata Yon Machmudi, saat dihubungi oleh Liputan6.com, Kamis (28/12/2023).
"Kecenderungannya karena posisi Hamas sangat kuat, dan tidak hanya Hamas berjuang di Gaza, tapi juga faksi-faksi bersenjata lainnya."
"Dan itu didukung oleh mayoritas pendukung Gaza. Saya kira, ide ini bagian dari cara Israel untuk mengontrol kembali Gaza dan itu sebenarnya sudah ditolak dunia internasional."
Yon Machmudi menyebut, kalaupun ada demiliterisasi maka harus bagian dari kelanjutan negosiasi Two State Solution.
"Tanpa itu, artinya demiliterisasi mengukuhkan penjajahan Israel di Gaza, yang selama ini Gaza tidak terintervensi oleh kekuatan militer Israel maupun juga pemukiman-pemukiman baru."
Obsesi perang di bawah Netanyahu dinilai oleh Yon Machmudi cenderung mengarah pada genosida terstruktur, masif, menghalangi akses kemanusiaan, menghambat akses penduduk terhadap kebutuhan pokok.
"Berpotensi penduduk Gaza itu mengalami kelaparan dan bisa mengakibatkan kematian yang bersifat massal," kata Yon Machmudi.
"Di samping tentu pengeboman-pengeboman yang jumlahnya dalam bentuk kolektif. puluhan dan ratusan meninggal dalam bersamaan."
"Menurut saya ini bagian dari genosida. Yang perlu diketahui bahwa kita harus memperhatikan bahwa keinginan Israel dalam hal ini menahan agar Palestina tak merdeka."
Advertisement
Berpotensi Ada Nakbah
Senada dengan Yon Machmudi, Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah menilai bahwa ambisi Israel membangun Zona Demiliterisasi sulit dipercaya lantaran dalam praktiknya nanti, akan mempercepat terwujudnya Nakbah.
"Dimana seluruh bangunan, rumah, nama jalan, fasilitas umum dan fasilitas sosial akan berganti nama, menjadi beridentitas Yahudi," kata Teuku Rezasyah saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (28/12/2023).
"Warga Palestina akan semakin terpinggirkan di tanah air mereka sendiri, dan menghuni pemukiman tak kayak huni."
"Sebagian dari mereka akan mengungsi ke Gaza bagian Selatan, karena terawasi oleh PBB dan media Internasional."
Label Genosida Harus Ada Klarifikasi dari Warga Palestina
Namun, di sisi lain saat ditanya soal adanya genosida, Teuku Rezasyah menyebut bahwa perlu adanya diklarifikasi oleh berbagai kalangan seperti penduduk Palestina.
"Harus ada klarifikasi dari warga Palestina, Warga Negara Asing yang bermukim di Palestina, NGO lokal dan Internasional, organisasi keagamaan, serta media massa dan organisasi internasional," kata Rezasyah.
"Kalangan pemberi klarifikasi hendaknya mampu mendata dengan teliti jumlah penduduk secara usia dan jenis kelamin, alasan kematian mereka, serta catatan medis atas mereka."
"Organisasi internasional juga hendaknya mampu mendalami ada tidaknya senjata terlarang yang digunakan, berikut sasarannya pada masyarakat umum."
Advertisement