Liputan6.com, Moskow - Oposisi pemerintah Rusia Alexei Navalny dilaporkan meninggal dunia di penjara. Kuat dugaan, kematian tersebut berkaitan dengan statusnya sebagai lawan politik Presiden Vladimir Putin.
Navalny (47) adalah satu pengkritik Putin yang paling dominam. Selama ini, ia ditahan di penjara yang lokasinya berjarak sekitar 40 mil atau 64 km dari sebelah utara Lingkaran Arktik.
Sebelumnya, ia dijatuhi hukuman 19 tahun di bawah rezim Putin, dikutip dari laman The Guardian, Jumat (16/2/2024).
Advertisement
Pada awal Desember 2023, dia sempat menghilang dari penjara setelah tersandung kasus ekstremisme dan penipuan akibat upaya pembalasan politiknya karena memimpin oposisi anti-Kremlin pada tahun 2010-an.
Sebagai mantan politisi nasionalis, Navalny dianggap sebagai biang keladi protes tahun 2011-2012 di Rusia.
Ia pernah berkampanye melawan kecurangan pemilu dan korupsi pemerintah Rusia, menyelidiki lingkaran dalam Putin, dan membagikan temuannya dalam video yang ditonton ratusan juta kali.
Prestasi penting dalam karir politiknya terjadi pada tahun 2013, ketika memenangkan 27 persen suara dalam pemilihan walikota Moskow.
Momen tersebut diyakini sedikit orang sebagai pemilihan yang bebas dan adil.
Meski begitu, ia tetap dianggap menjadi duri dan batu sandungan bagi Kremlin selama bertahun-tahun.
Menyebut Putin punya fasilitas pribadi dengan nominal fantastis. Mulai dari fasilitas pribadi, rumah mewah dan kapal pesiar.
Navalny Sempat Koma Setelah Diracun
Pada tahun 2020, Navalny mengalami koma setelah diduga diracuni menggunakan novichok oleh dinas keamanan FSB Rusia dan dievakuasi ke Jerman untuk menjalani pengobatan.
Dia pulih dan kembali ke Rusia pada Januari 2021, lalu ditangkap atas satu kasus pelanggaran dan dijatuhi tuntutan penjara yang totalnya lebih dari 30 tahun.
Putin baru-baru ini meluncurkan kampanye presiden untuk masa jabatannya yang kelima.
Dia sudah menjadi pemimpin Rusia yang paling lama menjabat sejak Joseph Stalin dan bisa melampauinya jika mencalonkan diri lagi pada tahun 2030.
Hal ini dianggap mungkin karena aturan konstitusional mengenai batas masa jabatan pemimpin negara di Rusia.
Advertisement