Liputan6.com, Riyadh - Tujuh pria warga Arab Saudi menjalani eksekusi mati pada Selasa, (27/2/2024). Itu merupakan jumlah tertinggi yang dieksekusi dalam satu hari sejak 81 orang pada Maret 2022.
Laporan Saudi Press Agency (SPA) yang mengutip Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi menyebutkan pengadilan Kriminal Khusus (SCC) menghukum orang-orang tersebut atas tuduhan terorisme, mengkhianati tanah air, mengancam stabilitas, dan membahayakan keamanannya.
Baca Juga
Nama-nama orang-orang tersebut tercantum dalam pengumuman SPA, yang seringkali merupakan satu-satunya informasi yang dirilis mengenai eksekusi di kerajaan tersebut, namun dengan sedikit rincian lebih lanjut.
Advertisement
Kelompok hak asasi manusia yang memantau eksekusi mati menuturkan Arab Saudi tercatat telah mengeksekusi 31 orang tahun ini (termasuk yang dilakukan pada Selasa). Tahun lalu, negara itu menghukum mati sedikitnya 172 orang.
"Tidak ada catatan publik atau laporan media mengenai kasus apa pun yang menimpa para pria yang dieksekusi pada hari Selasa," kata Organisasi Hak Asasi Manusia Eropa-Saudi (ESOHR) dan Reprieve yang berbasis di Inggris kepada Middle East Eye, seperti dilansir Rabu (28/2).
Jeed Basyouni, yang memimpin Reprieve di Timur Tengah dan Afrika Utara, mengungkapkan, "Tampaknya orang-orang ini diadili, dihukum, dijatuhi hukuman dan dieksekusi dengan sangat rahasia."
Kata Pengamat
Selama delapan tahun terakhir, Duaa Dhainy, peneliti ESOHR, mengatakan organisasinya hanya mengetahui sekitar tiga persen kasus hukuman mati sebelum eksekusi dilakukan.
"Informasi LSM dan publik mengenai terpidana mati sangat terbatas," kata Dhainy.
Mereka yang dieksekusi pada tahun 2024 termasuk 10 orang yang dihukum karena tuduhan terorisme oleh SCC, lembaga yang dikritik karena juga menghukum aktivis dan pengunjuk rasa. Di antara mereka adalah Awn Hassan Abu Abdullah, yang dieksekusi pada 30 Januari.
Abdullah dituduh bergabung dengan sel teroris dan mendanai terorisme, namun ESOHR melaporkan bahwa dia yakin dia ditangkap, diadili, dan dieksekusi karena kegiatan yang sah, termasuk menyampaikan pendapat dan berpartisipasi dalam pertemuan.
Basyouni menuturkan meski pengumuman resmi menyebutkan eksekusi pada Selasa sebagai kasus terorisme, definisi tersebut digunakan pula untuk kegiatan yang mencakup mereka yang bergabung dalam protes, mengkritik rezim, dan yang secara terbuka tidak setuju dengan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman.
Advertisement
Masuk 3 Besar
Amnesty International melaporkan bahwa pada tahun 2022, Kerajaan Arab Saudi melakukan banyak eksekusi mati disamping dua negara lainnya, yaitu China dan Iran.
Dalam laporan Amnesty International, China tercatat menduduki peringkat pertama dengan jumlah eksekusi mati tertinggi, disusul Iran, dan kemudian Arab Saudi.
"Sangat meresahkan bahwa pemerintah Arab Saudi kembali mengeksekusi tahanan secara massal, mendekati peringatan dua tahun eksekusi massal terburuk dalam sejarah kerajaan," ungkap Basyouni.
Dia mencatat konferensi LEAP minggu depan yang akan menarik tokoh-tokoh industri teknologi ke Riyadh dan Formula Satu di Jeddah minggu berikutnya.
"Setiap orang yang terlibat dalam dua peristiwa ini harus tahu bahwa hanya dengan berada di Arab Saudi dan menutup mata terhadap eksekusi massal, mereka membuat kemungkinan terjadinya pembunuhan lebih lanjut dan memberikan legitimasi internasional kepada rezim yang sangat represif," imbuh Basyouni.