Anak Pejabat Iran Nikmati Kebebasan di Negara Barat

Banyak anak pejabat Iran bebas melanjutkan pendidikan di negara yang dimusuhi Teheran.

diperbarui 01 Apr 2024, 21:00 WIB
Diterbitkan 01 Apr 2024, 21:00 WIB
Ilustrasi bendera Iran (pixabay)
Ilustrasi bendera Iran (pixabay)

, Teheran - Anak pejabat di Iran menikmati kebebasan yang tidak bisa dirasakan oleh kebanyakan remaja di negaranya, di mana mereka menempuh studi di luar negeri sementara otoritas Iran masih terus menegakkan aturan ketat Republik Islam. 

Mirisnya, mereka menikmati kebebasan di negara barat yang dimusuhi Teheran.

Salah satunya dialami oleh Eshagh Ghalibaf mencoba mendapat visa tinggal permanen di Kanada selama lima tahun. Dia adalah anak ketua parlemen Iran dan tinggal di Kanada sejak 2019.

"Saya telah lama meneliti imigrasi warga Iran di Kanada yang memiliki koneksi dengan Garda Revolusi atau pejabat berpengaruh Republik Islam," kata jurnalis Kamran Malekpour kepada DW, seperti dikutip DW Indonesia, Senin (1/4/2024). 

"Orang-orang ini, yang punya banyak uang berkat hubungan keluarga atau bisnis korup, bermigrasi ke negara-negara Barat untuk menikmati kehidupan yang bebas. Ada komunitas besar Iran di Kanada."

Eshagh Ghalibaf adalah anak Bagher Ghalibaf, mantan komandan Garda Revolusi, yang saat ini menjabat sebagai ketua parlemen. Sebagai anak pejabat, dia dibesarkan di lingkungan elit di Teheran. Berkat sistem kuota yang berpihak pada pejabat dan pendukung setia Republik Islam, dia mendapat tempat kuliah di universitas.

Eshagh kemudian pergi ke Australia dan membayar USD 300.000 untuk kursus bahasa dan belajar di Universitas Melbourne. Selama studinya, dia membeli dua apartemen di sana.

Tuduhan Korupsi Belum Diusut Tuntas

FOTO: Antusiasme Warga Iran Berburu Malam Lailatul Qadar
Jemaah berdoa memburu malam lailatul qadar pada bulan suci Ramadan di Masjid Universitas Teheran, Laylat al-Qadr, Iran, Selasa (12/5/2020). Iran mengizinkan masjid dibuka kembali, namun dengan memperhatikan prosedur kesehatan dan sosial untuk mencegah penyebaran COVID-19. (AP Photo/Vahid Salemi)

Ayah Eshagh Ghalibaf, Bagher Ghalivaf, adalah mantan komandan Garda Revolusi dan pernah menjabat sebagai kepala polisi negara tahun 2003. Selama masa jabatannya, dia berhasil menindas protes mahasiswa dengan kekerasan. Dari 2005 sampai 2017, Bagher Ghalibaf menjabat sebagai wali kota Teheran.

Menurut laporan jurnalis Iran, banyak properti milik negara selama masa jabatannya dijual dengan harga yang sangat murah kepada para pejabat pemerintahan. Keluarga Ghalibaf sendiri membeli beberapa properti.

Tuduhan korupsi terhadap Ghalibaf tidak diusut tuntas karena kedekatannya dengan pemimpin agama dan politik Republik Islam, Ayatollah Ali Khamenei. Sejak 2020 Bagher Ghalibaf menjabat sebagai Presiden Parlemen Iran. Jurnalis yang memberitakan dugaan korupsi malah divonis penjara karena tuduhan pencemaran nama baik.

Nikmati Kebebasan di Barat

Ledakan Iran
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Iran akan menggunakan cara internasional untuk mengidentifikasi dan mengadili mereka yang terlibat dalam serangan tersebut dan para pendukungnya. Sementara itu, Presiden Raisi membatalkan kunjungan ke Turki yang direncanakan pada hari Kamis. (AP Photo/Vahid Salemi)

Setelah Kamran Malekpour mempublikasikan kasus Ghalibaf, dua petisi diajukan kepada pemerintah Kanada. Petisi itu menuntut pemerintah Kanada mencegah penerbitan visa permanen untuk Eshagh Ghalibaf. Akhir Februari, menteri imigrasi Kanada memberi tahu pers bahwa permohonan izin tinggal permanen Eshagh Ghalibaf telah ditolak.

Bagi Malekpour, kasus Ghalibaf adalah sebuah preseden. Selama ini petisi semacam itu selalu ditolak pemerintah Kanada, dengan alasan bahwa anak-anak tidak bertanggung jawab atas perbuatan orang tuanya. Banyak anak pejabat Iran yang kemudian tinggal di Kanada dan mendapat visa permanen. Mereka juga dibolehkan membawa orang tuanya untuk menikmati hidup bebas di Kanada.

Seperti misalnya Morteza Talaie, mantan kepala polisi Teheran. Dia salah satu pejabat yang bertanggung jawab atas penangkapan perempuan Iran yang dianggap tidak mengenakan jilbab dengan benar.  Akhir tahun 2022, selama penindasan brutal terhadap gerakan protes di Iran, Talaie mengunjungi putrinya di Kanada. Di sana dia difilmkan sedang berada di gym di samping seorang wanita muda yang mengenakan pakaian olahraga.

Ketika video tersebut dirilis, banyak reaksi kemarahan di Iran.

Di media sosial, Morteza Talaie menjawab berbagai kritik itu dengan pesan video dan mengatakan, "kehidupan pribadinya adalah privasi dan bukan urusan publik."

Infografis Sejarah dan Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Infografis Journal Sejarah dan Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia.(Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya