Bagaimana Taiwan Bisa Sigap Hadapi Gempa Besar? Ini Penjelasannya

Gempa magnitudo 7,4 mengguncang Taiwan pada Rabu (3/4/2024) pagi. Sejauh ini, korban tewas dilaporkan 13 orang.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 07 Apr 2024, 10:09 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2024, 10:09 WIB
Tangkapan layar dari video TVBS menunjukkan situasi di Hualien, Taiwan, pasca gempa magnitudo 7,5 pada Rabu (3/4/2024).
Tangkapan layar dari video TVBS menunjukkan situasi di Hualien, Taiwan, pasca gempa magnitudo 7,5 pada Rabu (3/4/2024). (Dok. TVBS via AP) 

Liputan6.com, Taipei - Ketika bencana terjadi, khususnya ketika gempa besar melanda, media seperti lalat yang tertarik mengerubungi kehancuran yang paling dramatis. Di Kota Hualien, Taiwan, hal yang sama terjadi.

Tim kamera berkerumun di sekitar gedung 10 lantai yang bersandar pada sudut yang menakutkan. Itu hanya satu dari segelintir bangunan yang mengalami kerusakan struktural di kota berpenduduk puluhan ribu jiwa.

Seratus meter jauhnya dari barisan polisi, jalanan Hualien tampak normal-normal saja. Toko-toko dan kafe buka, lalu lintas lancar. Melansir BBC, Minggu (7/4/2024), jika Anda melintasi kota dan tidak tahu bahwa gempa magnitudo 7,4 telah terjadi beberapa hari lalu, Anda tidak akan menduga.

Fakta bahwa sebagian besar kota ini selamat tanpa kerusakan telah memicu diskusi mengenai bagaimana dan mengapa hal ini terjadi.

Lebih dari setahun lalu, kita melihat gempa dengan kekuatan yang hampir sama melanda Turki dan Suriah, menyebabkan kematian lebih dari 50.000 orang. Bila terdapat pandangan bahwa negara-negara tersebut mempunyai sumber daya yang jauh lebih sedikit maka mari mengingat kembali gempa magnitudo 6,7 yang melanda Kota Christchurch di Selandia Baru pada tahun 2011. Hampir seluruh pusat kota itu rata dengan tanah.

Taiwan sendiri berada di jalur patahan, namun negara ini dinilai telah mencapai kemajuan yang signifikan dalam menangani gempa. Skala kehancuran yang mungkin diwaspadai Taiwan adalah gempa Chi Chi yang terjadi pada tahun 1999 – yang terburuk dalam sejarahnya. Bencana itu menyebabkan kematian lebih dari 2.400 orang dan menghancurkan puluhan ribu bangunan.

Kerusakan yang parah memicu banyak kemarahan dan pencarian jati diri tentang mengapa begitu banyak bangunan baru gagal bertahan. Para ahli mengatakan desain bangunan memiliki kelemahan mendasar. Pilar dasarnya tidak cukup besar, jumlah baja di dalamnya terlalu sedikit.

Temuan mereka dinilai tidak terlalu mengejutkan. Pada tahun 1990-an, Taiwan berulang kali diguncang skandal konstruksi.

Contohnya, sebuah bangunan diketahui dibangun dengan beton yang terbuat dari pasir laut. Pasir laut jauh lebih murah dibandingkan pasir sungai, namun memiliki kandungan garam yang jauh lebih tinggi, sehingga menimbulkan korosi pada tulangan baja.

Gempa berkekuatan sedang dapat merobohkan bangunan tersebut. Investigasi lain yang dilakukan wali kota Taipei menemukan kaleng-kaleng minyak tua telah ditempatkan di dalam pilar beton sebuah gedung baru.

Perusahaan konstruksi dituduh menggunakan trik ini untuk menghemat beton dan meningkatkan keuntungannya.

Pengawasan Ketat pada Konstruksi

Tangkapan layar dari video TVBS menunjukkan situasi di Hualien, Taiwan, pasca gempa magnitudo 7,5 pada Rabu (3/4/2024).
Tangkapan layar dari video TVBS menunjukkan situasi di Hualien, Taiwan, pasca gempa magnitudo 7,5 pada Rabu (3/4/2024). (Dok. TVBS via AP) 

Banyak hal telah berubah sejak saat itu. Setelah gempa Chi Chi, peraturan bangunan diubah.

Semua bangunan baru kini diharuskan memenuhi tingkat ketahanan gempa dasar yang berarti bangunan tersebut dapat menahan guncangan pada tingkat tertentu tanpa mengalami kegagalan struktural yang besar.

Pemerintah juga terus-menerus merevisi tingkat ketahanan gempa yang diperlukan untuk bangunan – mengidentifikasi bangunan-bangunan yang perlu ditingkatkan. Setelah tahun 1999, mereka melakukan perbaikan seismik - yang biasanya melibatkan penambahan kerangka balok baja pada eksterior bangunan atau menambahkan tulangan seperti pilar tambahan. Hal ini juga berlaku pada infrastruktur seperti jembatan.

Profesor Yih-Min Wu dari Universitas Nasional Taiwan, yang telah bekerja di departemen tanggap dan pencegahan negara tersebut selama beberapa dekade, mengatakan, "Taiwan begitu sering dilanda gempa berbahaya (sehingga) sebagian besar bangunan berkualitas buruk sudah lenyap."

Yang tidak kalah penting, praktik konstruksi korup akan dituntut.

Dalam kasus gempa Tainan pada tahun 2016, di mana gedung setinggi 17 lantai runtuh dan menewaskan puluhan orang, lima orang terlibat dalam pembangunan gedung tersebut diadili dan dipenjara.

Dari 13 kematian yang dilaporkan akibat gempa Taiwan pada Rabu (3/4) pagi, terdapat hanya satu korban jiwa akibat runtuhnya sebuah bangunan – yaitu gedung 10 lantai di Hualien. Yang lainnya terkait dengan tanah longsor dan runtuhan batu.

Keberuntungan dinilai juga berperan dalam minimnya kematian dan kerusakan akibat gempa terbaru. Pasalnya, gempa dimulai di lepas pantai sebelum melanda selatan pusat populasi besar terdekat, Hualien.

Peta seismologi menunjukkan pusat gempa berada 30 km ke arah selatan kota, sehingga Hualien dan sekitarnya terhindar dari guncangan terburuk. Sementara itu, di pegunungan di selatan, barat, dan utara, gempa mengakibatkan longsoran batu besar, merusak jalan dan jembatan, dan tragisnya, kematian.

Gempa pada Rabu pagi, kontras dengan gempa Chi Chi, serta di Turki dan Suriah tahun lalu, di mana gempa terjadi sangat dekat dengan daerah padat penduduk.

Kesiapan Taiwan Lainnya

Ilustrasi gempa bumi.
Ilustrasi gempa bumi. (Pixabay)

Bagaimanapun, gempa magnitudo 7,4 merupakan peristiwa dahsyat, yang tidak hanya mengguncang pulau tersebut, namun juga wilayah sekitarnya. Untungnya bagi Taiwan, kali ini persiapannya sudah matang.

Pilar lain dalam respons gempa Taiwan:

  • Sistem peringatan dini: Sensor yang ditempatkan di seluruh pulau mampu mendeteksi getaran pertama gempa dan memberikan peringatan melalui ponsel dan TV kepada masyarakat di dekat pusat gempa dengan waktu tunggu 2-8 detik. Namun, sistemnya masih mengalami gangguan - penduduk Taipei tidak menerima peringatan melalui telepon.
  • Kesadaran masyarakat: Masyarakat Taiwan terbiasa dengan gempa dan tahu apa yang harus dilakukan, mengingat latihan tanggap darurat gempa di sekolah dan tempat kerja diwajibkan setelah tahun 1999.
  • Responden cepat: Tim tanggap bencana di pulau ini secara aktif memantau media sosial dan dapat memanfaatkan kamera pengawas untuk menilai kerusakan - melakukan triangulasi ke lokasi mana bantuan akan dikirim.

 

Infografis Journal Minimnya Kewaspadaan Terhadap Bencana Gempa Bumi di Indonesia
Minimnya Kewaspadaan Terhadap Bencana Gempa Bumi di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya