Biden Cap Jepang dan India Xenofobia, Banggakan Kebijakan Pro-Imigran AS

Pernyataan Biden dinilai mengejutkan mengingat Jepang dan India adalah sekutu dan mitra penting AS.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 03 Mei 2024, 16:10 WIB
Diterbitkan 03 Mei 2024, 16:10 WIB
Joe Biden
Presiden Amerika Serikat Joe Biden. (Dok. AP Photo/Evan Vucci)

Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Joe Biden menyebut Jepang dan India sebagai negara-negara xenofobia, yang tidak menerima imigran. Dia menyamakan keduanya dengan China dan Rusia, ketika dia mencoba menjelaskan keadaan ekonomi negara-negara tersebut dan membandingkan keempatnya dengan Amerika Serikat (AS) dalam hal imigrasi.

Mengutip KBBI, xenofobia adalah perasaan benci terhadap orang asing.

Pernyataan Biden dalam acara penggalangan dana kampanye pada Rabu (1/5/2024) malam disampaikan hanya tiga minggu setelah Gedung Putih menjamu Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dalam kunjungan resmi yang mewah, di mana kedua pemimpin merayakan apa yang disebut Biden sebagai aliansi yang tidak dapat dipatahkan, khususnya mengenai masalah keamanan global.

Adapun Perdana Menteri India Narendra Modi berkunjung ke Gedung Putih pada musim panas tahun lalu.

Jepang adalah sekutu penting AS dan India, salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia, merupakan mitra penting AS di Indo-Pasifik meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai hak asasi manusia di antara keduanya.

Pada acara penggalangan dana di hotel yang sebagian besar pendonornya adalah orang Amerika keturunan Asia, Biden mengatakan pemilu AS mendatang adalah tentang "kebebasan, Amerika, dan demokrasi". Biden menyebutkan pula bahwa perekonomian AS berkembang karena para imigran.

"Mengapa? Karena kita menyambut baik imigran," kata Biden seperti dilansir AP, Jumat (3/5). "Mengapa perekonomian China mengalami kemerosotan yang begitu parah? Mengapa Jepang mengalami kesulitan? Mengapa Rusia juga? Mengapa India juga? Karena mereka xenofobia. Mereka tidak menginginkan imigran."

Biden menambahkan, "Imigranlah yang membuat kita kuat. Ini bukan lelucon. Ini bukan hiperbola karena kita mempunyai banyak pekerja yang ingin berada di sini dan ingin berkontribusi."

Jepang dan India Belum Merespons

Pembukaan KTT G20 Indonesia di Bali
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden (kiri) dan Perdana Menteri India Narendra Modi berbicara saat pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20 hari pertama di Nusa Dua, Bali, Selasa (15/11/2022). (AP Photo/Dita Alangkara, Pool)

Belum ada reaksi langsung dari pemerintah Jepang atau India atas pernyataan Biden. Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan Biden menyampaikan pendapat yang lebih luas tentang sikap AS terhadap imigrasi.

"Sekutu dan mitra kami tahu betul bagaimana Presiden Biden menghargai mereka, persahabatan mereka, kerja sama mereka, dan kemampuan yang mereka bawa ke berbagai spektrum dalam berbagai masalah, tidak hanya terkait keamanan," ujar Kirby pada Kamis pagi ketika ditanya tentang pernyataan Biden terkait xenofobia. "Mereka memahami betapa dia sangat menghargai gagasan aliansi dan kemitraan."

Jepang telah mengakui adanya masalah dengan menyusutnya populasinya. Jumlah bayi yang lahir di negara tersebut pada tahun 2023, menurut data yang dirilis pada bulan Februari, turun selama delapan tahun berturut-turut.

PM Kishida menyebut rendahnya angka kelahiran di Jepang sebagai krisis terbesar yang dihadapi Jepang dan negara tersebut telah lama dikenal dengan sikapnya yang lebih tertutup terhadap imigrasi, meskipun pemerintahan Kishida, dalam beberapa tahun terakhir, telah mengubah kebijakannya untuk mempermudah pekerja asing untuk datang ke Jepang.

Sementara itu, populasi India telah membengkak menjadi yang terbesar di dunia. PBB mengatakan jumlah penduduknya diperkirakan akan mencapai 1,425 miliar jiwa. Populasinya juga cenderung lebih muda.

Awal tahun ini, India memberlakukan undang-undang kewarganegaraan baru yang mempercepat naturalisasi bagi umat Hindu, Parsi, Sikh, Buddha, Jain, dan Kristen yang melarikan diri ke India dari Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan. Namun, undang-undang tersebut mengecualikan umat Islam, yang merupakan mayoritas di ketiga negara tersebut. Ini adalah pertama kalinya India menetapkan kriteria agama untuk mendapatkan kewarganegaraan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya