Jepang Sah Izinkan Orang Tua Bercerai Berbagi Hak Asuh Anak

Revisi hukum perdata Jepang ini akan ditinjau lima tahun setelah berlaku efektif pada tahun 2026.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 19 Mei 2024, 18:35 WIB
Diterbitkan 19 Mei 2024, 18:35 WIB
Ilustrasi orang tua dan anak.
Ilustrasi orang tua dan anak. (Dok. Freepik)

Liputan6.com, Tokyo - Parlemen Jepang pada hari Jumat (17/5/2024) mengesahkan revisi hukum perdata nasional yang akan memungkinkan orang tua yang bercerai memiliki pilihan hak asuh anak Bersama. Perubahan ini membuat Jepang sejajar dengan banyak negara lain.

Revisi, yang merupakan revisi hak asuh pertama dalam hampir 80 tahun, akan berlaku pada tahun 2026. Revisi ini akan memungkinkan orang tua yang bercerai untuk memilih hak asuh ganda atau tunggal, sekaligus mengharuskan mereka bekerja sama dalam memastikan hak dan kesejahteraan anak-anak mereka.

Berdasarkan undang-undang yang berlaku saat ini, hak asuh anak hanya diberikan kepada satu orang tua yang bercerai, dan hampir selalu kepada ibu. Demikian seperti dilansir The Guardian, Minggu (19/5).

Perubahan ini terjadi ketika angka perceraian meningkat di Jepang dan semakin banyak ayah yang bercerai berharap tetap berhubungan dengan anak-anak mereka.

Revisi ini mengharuskan pembagian biaya pengasuhan anak oleh orang tua yang bukan merupakan wali utama. Saat ini, sebagian besar ibu yang bercerai, yang seringkali bekerja paruh waktu dengan pendapatan rendah, tidak menerima dukungan finansial dari mantan suaminya.

Menurut revisi tersebut, dalam kasus-kasus yang diduga terjadi kekerasan dalam rumah tangga atau penganiayaan oleh salah satu orang tua maka orang tua lainnya akan memiliki hak asuh tunggal.

Alasan Pendukung dan Penentang

Ilustrasi keluarga
Ilustrasi keluarga. (Dok. Denise Husted/Pixabay)

Para pendukung hak asuh bersama mengatakan revisi memungkinkan kedua orang tua yang bercerai berperan dalam membesarkan anak. Para penentang, termasuk kelompok hak asasi manusia dan beberapa korban kekerasan dalam rumah tangga menyuarakan sejumlah kekhawatiran termasuk sistem baru ini dapat mempersulit orang tua untuk memutuskan hubungan dengan pasangan yang melakukan kekerasan.

Sejumlah kekhawatiran tersebut mendorong beberapa modifikasi undang-undang selama debat parlemen.

Kepala Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi menuturkan bahwa revisi tersebut mengatasi kekhawatiran yang diajukan oleh korban kekerasan dalam rumah tangga dan keluarga mereka. Namun, perbaikan yang dicapai belum cukup dan risikonya tetap tinggi bagi anggota keluarga yang rentan, kata Kazuko Ito, seorang pengacara yang berkampanye menentang revisi tersebut.

Berdasarkan revisi, orang tua yang bercerai yang memilih hak asuh bersama harus mencapai konsensus mengenai pendidikan anak-anak mereka, perawatan medis jangka panjang dan masalah-masalah penting lainnya, serta perlu meminta keputusan pengadilan keluarga jika kesepakatan tidak dapat dicapai.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya