Kalah dalam Pemilu Uni Eropa, Macron Bubarkan Parlemen Prancis

Pemilu legislatif Prancis akan berlangsung dalam dua putaran, yakni pada 30 Juni dan 7 Juli 2024.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 10 Jun 2024, 10:27 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2024, 10:27 WIB
Emmanuel Macron
Presiden Prancis Emmanuel Macron. (Dok: UN Web TV)

Liputan6.com, Paris - Presiden Emmanuel Macron membuat pengumuman mengejutkan, yakni membubarkan Majelis Rendah Parlemen atau Majelis Nasional Prancis setelah partainya dikalahkan kelompok sayap kanan dalam pemilu Uni Eropa pada hari Minggu (9/6/2024). Hal ini membuat para pemilih di Prancis harus kembali ke tempat pemungutan suara dalam beberapa minggu mendatang untuk memilih anggota parlemen.

Partai nasionalis anti-imigrasi pimpinan Marine Le Pen, National Rally, seperti dilansir kantor berita Anadolu, Senin (10/6), memenangkan 32 persen suara dalam pemilu Uni Eropa.

"Ini bukan hasil yang baik bagi partai-partai yang membela Eropa," tegas Macron, sementara kandidat dari partainya, Renaissance, yang berhaluan liberal dan sentris hanya mampu meraih 15,2 persen suara.

Macron sendiri tidak mencalonkan diri dalam pemilu Uni Eropa dan masa jabatannya sebagai presiden masih berjalan selama tiga tahun lagi.

Presiden Prancis itu mengkritik kelompok politik sayap kanan yang disebutnya menentang kemajuan di Uni Eropa dalam beberapa tahun terakhir, termasuk "kebangkitan ekonomi, perlindungan bersama terhadap perbatasan, dukungan terhadap petani, dan sokongan untuk Ukraina".

"Partai-partai itu maju di mana pun di benua ini. Di Prancis, perwakilan mereka mencapai hampir 40 persen suara," kata Macron.

"Kebangkitan kaum nasionalis dan demagog berbahaya tidak hanya bagi negara kita tetapi juga bagi Eropa."

 

Le Pen Nyatakan Siap Menang

Marine Le Pen
Ia juga mengungkapkan jia hijab tak bisa dilihat sebagai simbol kepercayaan seseorang hal ini adalah serangan islamis yang perlu dilarang di Prancis.  (Foto: Instagram/ Marine_Lepen)

Dengan pengumuman hari Minggu kemarin, Macron dinilai mengambil risiko besar di mana langkahnya bisa menjadi bumerang dan meningkatkan peluang Le Pen untuk akhirnya mengambil alih kekuasaan.

Skenario di mana partai oposisi pada akhirnya akan memenangkan mayoritas parlemen dapat mengarah pada situasi pembagian kekuasaan yang disebut "kohabitasi", di mana Macron akan menunjuk seorang perdana menteri dari partai pesaingnya.

Le Pen sendiri menyambut baik langkah Macron.

"Kami siap untuk itu," kata Le Pen dikutip dari kantor berita AP. "Kami siap menjalankan kekuasaan jika rakyat Prancis memercayai kami dalam pemilu legislatif mendatang. Kami siap untuk membalikkan keadaan, siap membela kepentingan Prancis, siap mengakhiri imigrasi massal, siap menjadikan daya beli masyarakat Prancis sebagai prioritas."

Sayap Kiri Serukan Persatuan

Ilustrasi bendera Uni Eropa (AFP Photo)
Ilustrasi bendera Uni Eropa (AFP Photo)

Hasil pemilu Uni Eropa merupakan pukulan keras bagi Macron, yang telah mengadvokasi upaya seluruh Eropa untuk membela Ukraina dan perlunya Uni Eropa meningkatkan pertahanan dan industrinya sendiri.

Kandidat utama National Rally untuk pemilu Uni Eropa, Jordan Bardella, berkampanye untuk membatasi pergerakan bebas migran dengan melakukan kontrol perbatasan nasional dan membatalkan peraturan iklim Uni Eropa. Partai tersebut dinilai tidak lagi ingin meninggalkan Uni Eropa dan euro, namun bertujuan melemahkannya dari dalam.

"Malam ini, rekan-rekan kita telah menyatakan keinginan untuk perubahan," kata Bardella. "Emmanuel Macron malam ini adalah presiden yang melemah."

Menanggapi pengumuman Macron, politikus sayap kiri Francois Ruffin meminta semua pemimpin sayap kiri, termasuk Partai Hijau untuk bersatu di bawah bendera "Front Populer".

"Untuk menghindari yang lebih buruk, menang," tulisnya di X.

Prancis memiliki 81 kursi untuk Parlemen Eropa, yang mempunyai total 720 kursi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya