Liputan6.com, Cape Town - Parlemen Afrika Selatan memilih kembali Cyril Ramaphosa sebagai presiden negara tersebut menyusul kesepakatan koalisi antara Kongres Nasional Afrika (ANC) yang berkuasa dan partai-partai oposisi.
Pemerintahan persatuan nasional yang baru menggabungkan ANC pimpinan Ramaphosa, Aliansi Demokratik (DA) yang berhaluan kanan-tengah, dan partai-partai kecil.
Baca Juga
Dalam pidato kemenangannya, Ramaphosa memuji koalisi baru tersebut dan mengatakan para pemilih mengharapkan para pemimpin untuk "bertindak dan bekerja sama demi kebaikan semua orang di negara kita". Demikian seperti dilansir BBC, Sabtu (15/6/2024).
Advertisement
Kesepakatan tersebut dicapai pada hari yang penuh drama politik, di mana Majelis Nasional duduk hingga larut malam untuk melakukan pemungutan suara guna mengonfirmasi siapa yang akan memegang kekuasaan dalam pemerintahan baru. Kesepakatan dicapai setelah berminggu-minggu muncul spekulasi mengenai siapa yang akan menjadi mitra ANC setelah kehilangan mayoritas di parlemen untuk pertama kalinya dalam 30 tahun pada pemilu bulan lalu.
ANC memperoleh 40 persen suara, sedangkan DA berada di urutan kedua dengan 22 persen.
Sekretaris Jenderal ANC Fikile Mbalula menyebut kesepakatan koalisi sebagai langkah luar biasa.
Hal ini berarti Ramaphosa – yang menggantikan Jacob Zuma sebagai presiden dan pemimpin ANC setelah perebutan kekuasaan yang sengit pada tahun 2018 – mampu mempertahankan kekuasaan untuk memimpin Afrika Selatan.
Langkah selanjutnya adalah Ramaphosa mengalokasikan posisi kabinet, yang akan mencakup anggota DA.
Dukungan terhadap ANC Merosot
Kesepakatan multi-partai tidak melibatkan dua partai yang memisahkan diri dari ANC dan mereka mungkin akan mendapatkan keuntungan jika kesepakatan tersebut gagal menghasilkan perbaikan ekonomi yang dituntut oleh para pemilih.
Namun, jajak pendapat menunjukkan banyak warga Afrika Selatan yang menginginkan koalisi besar yang belum pernah terjadi sebelumnya ini berhasil.
ANC selalu meraih suara di atas 50 persen sejak pemilu demokratis pertama di negara itu pada tahun 1994, yang menyaksikan Nelson Mandela menjadi presiden.
Namun, dukungan terhadap partai tersebut telah menurun secara signifikan karena kemarahan masyarakat atas tingginya tingkat korupsi, pengangguran, dan kejahatan.
Advertisement
Kritik atas Marriage of Convenience
Saat berpidato di depan parlemen Afrika Selatan setelah pengukuhannya, Ramaphosa mengenang kemenangan presiden pertama partainya 30 tahun lalu.
"Kami pernah berada di sini sebelumnya, kami berada di sini pada tahun 1994, ketika kami berupaya menyatukan negara kami dan melakukan rekonsiliasi – dan kami berada di sini sekarang," ujarnya.
Aliansi antara DA dan ANC yang beraliran kanan-tengah belum pernah terjadi sebelumnya karena kedua partai tersebut telah bersaing selama beberapa dekade.
Di bawah kepemimpinan Nelson Mandela, ANC memimpin kampanye melawan sistem rasis apartheid dan memenangkan pemilu demokratis pertama di negara itu.
Para pengkritik DA menuduh mereka berusaha melindungi hak-hak ekonomi yang diperoleh kelompok minoritas kulit putih di negara itu selama apartheid – sebuah tuduhan yang dibantah oleh partai tersebut.
Berbicara kepada anggota parlemen pada Jumat malam di Cape Town, pemimpin DA John Steenhuisen mengatakan, "Hari ini adalah hari bersejarah bagi negara kita, dan saya pikir ini adalah awal dari babak baru."
Majelis Nasional juga mengambil sumpah ketua ANC, sementara jabatan wakil ketua diambil alih DA.
Di antara para pemimpin partai yang berkomentar setelah kesepakatan koalisi dicapai pada hari Jumat adalah Julius Malema, ketua Pejuang Kemerdekaan Ekonomi – partai yang dia dirikan setelah meninggalkan ANC pada tahun 2013.
Malema mengatakan meski partainya menerima hasil dan suara rakyat Afrika Selatan, dia mengkritik perjanjian tersebut, dengan mengatakan, "Kami tidak setuju dengan perkawinan demi keuntungan (marriage of convenience) ini, untuk mengonsolidasikan kekuatan monopoli kulit putih atas perekonomian dan alat-alat produksi di Afrika Selatan."