Lebih dari 1.000 Jemaah Haji Meninggal di Tengah Panas Ekstrem, 658 Orang Asal Mesir

Indonesia, yang memiliki total 241.000 jemaah haji, menurut Kementerian Agama RI mencatat kematian 183 jemaah, dibandingkan dengan 313 kematian yang tercatat pada tahun 2023.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 21 Jun 2024, 08:08 WIB
Diterbitkan 21 Jun 2024, 08:02 WIB
Ilustrasi haji.
Ilustrasi haji. (Dok. Ekrem Osmanoglu/Unsplash)

Liputan6.com, Riyadh - Jumlah jemaah haji 2024 yang meninggal di tengah panas ekstrem telah melampaui 1.000 orang. Demikian menurut penghitungan kantor berita AFP pada 20 Juni, di mana lebih dari separuh dari jumlah tersebut merupakan jemaah haji yang tidak terdaftar.

Kematian baru yang dilaporkan termasuk 58 orang dari Mesir, menurut seorang diplomat Arab yang memberikan rincian yang menunjukkan bahwa dari total 658 jemaah haji yang meninggal dari negara tersebut, 630 di antaranya tidak terdaftar.

Sekitar 10 negara telah melaporkan 1.081 kematian selama ibadah haji 2024 dan angka tersebut berasal dari pernyataan resmi atau diplomat terkait, termasuk Indonesia.

Seorang diplomat Arab menuturkan kepada AFP bahwa kematian di antara warga Mesir saja melonjak menjadi lebih dari 600 orang dari lebih dari 300 orang pada hari sebelumnya, sebagian besar disebabkan oleh panas yang tak kenal ampun. Pada 17 Juni, Makkah mencatat suhu panas mencapai 51,8 derajat Celsius.

Mabrouka Salem Shushana dari Tunisia, berusia awal 70-an, telah hilang sejak puncak ibadah haji pada 15 Juni di Gunung Arafat, kata suaminya, Mohammed, kepada AFP pada 19 Juni.

Karena dia tidak terdaftar, dia tidak dapat mengakses fasilitas ber-AC yang memungkinkan jemaah mendinginkan diri.

"Dia seorang wanita tua. Dia lelah. Dia merasa kepanasan dan dia tidak punya tempat untuk tidur," ujar sang suami. "Saya mencarinya di semua rumah sakit. Sampai saat ini, saya belum dapat kabar apapun."

Sementara itu, Facebook dan jaringan media sosial lainnya dibanjiri dengan foto-foto orang hilang dan permintaan informasi. Mereka yang mencari berita termasuk keluarga dan teman Jemaah asal Mesir Ghada Mahmoud Ahmed Dawood, yang belum ditemukan sejak 15 Juni.

"Saya menerima telepon dari putrinya di Mesir yang meminta saya untuk memasang unggahan apa pun di Facebook yang dapat membantu melacak atau menemukannya," kata seorang teman keluarga yang berbasis di Arab Saudi, yang berbicara tanpa menyebut nama. "Kabar baiknya adalah … kami tidak menemukannya dalam daftar orang yang meninggal, sehingga memberi kami harapan dia masih hidup."

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Perubahan Iklim

Ilustrasi haji.
Ilustrasi haji. (Dok. Ibrahim Uz/Unsplash)

Selama beberapa tahun terakhir, ritual haji yang sebagian besar dilakukan di luar ruangan telah dikurangi menyusul musim panas ekstrem di Arab Saudi.

Menurut penelitian di Arab Saudi yang diterbitkan pada bulan Mei, suhu di wilayah tersebut meningkat 0,4 derajat Celsius setiap dekade.

Sementara itu, sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2019 oleh jurnal Geophysical Research Letters menyebutkan bahwa akibat perubahan iklim, tekanan panas bagi jemaah haji akan melampaui "ambang batas bahaya ekstrem" dari tahun 2047 hingga 2052, dan dari tahun 2079 hingga 2086, "dengan frekuensi dan intensitas yang semakin meningkat seiring berjalannya abad ini".


Belum Ada Konfirmasi Penyebab Kematian

Ilustrasi haji.
Ilustrasi haji. (Dok. Freepik)

Dua diplomat mengatakan pada tanggal 20 Juni bahwa pihak berwenang Arab Saudi telah memulai proses penguburan jemaah haji yang meninggal.

"Penguburannya dilakukan oleh otoritas Saudi. Mereka punya sistemnya sendiri, jadi kami ikuti saja," kata seorang diplomat.

Diplomat lainnya mengatakan, mengingat banyaknya korban jiwa, mustahil untuk memberi tahu banyak keluarga sebelumnya, terutama di Mesir, yang merupakan negara dengan banyak korban tewas.

Arab Saudi belum memberi informasi mengenai korban jiwa, namun telah melaporkan lebih dari 2.700 kasus kelelahan akibat panas pada tanggal 16 Juni saja.


Visa Turis Arab Saudi

Ilustrasi haji.
Ilustrasi haji. (Dok. Izuddin Helmi Adnan/Unsplash)

Setiap tahunnya, puluhan ribu orang berusaha menunaikan ibadah haji melalui jalur yang tidak semestinya karena tidak mampu membayar izin resmi yang seringkali mahal. Hal tersebut menjadi lebih mudah sejak tahun 2019, ketika Arab Saudi memperkenalkan visa turis, kata Umer Karim, pakar politik Arab Saudi di Universitas Birmingham.

"Sebelumnya, satu-satunya orang yang bisa melakukan hal itu adalah penduduk kerajaan (Arab Saudi), namun mereka mengetahui situasi (di lapangan)," ujarnya. "Bagi orang-orang yang memiliki visa turis, ini seperti berada di jalur migran tanpa tahu apa yang akan terjadi."

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya