Liputan6.com, Kabul - Taliban pada hari Minggu (30/6/2024) meminta negara-negara Barat untuk mengabaikan tindakan yang mereka terapkan terhadap perempuan dan anak perempuan Afghanistan demi meningkatkan hubungan luar negeri.
Juru bicara utama Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan pihaknya menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan budaya tertentu serta aspirasi publik yang "harus diakui" untuk memfasilitasi hubungan bilateral yang progresif daripada menghadapi perselisihan dan stagnasi.
Baca Juga
Mujahid menyampaikan tuntutannya pada hari pembukaan pertemuan yang dipimpin PBB di Qatar mengenai peningkatan keterlibatan dengan Afghanistan dan tanggapan yang lebih terkoordinasi terhadap masalah-masalah yang dialami negara ini.
Advertisement
Ini adalah pertemuan ketiga yang disponsori PBB di Doha. Taliban tidak diundang ke pertemuan pertama dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan mereka menetapkan persyaratan yang tidak dapat diterima untuk menghadiri pertemuan kedua pada bulan Februari, termasuk tuntutan agar anggota masyarakat sipil Afghanistan tidak diikutsertakan dalam perundingan dan agar Taliban diperlakukan sebagai penguasa sah negara tersebut.
Perempuan Afghanistan tidak dilibatkan dalam pertemuan di Doha.
Tidak ada negara yang secara resmi mengakui Taliban dan PBB mengatakan bahwa pengakuan tersebut hampir tidak mungkin dilakukan sementara larangan terhadap pendidikan dan pekerjaan bagi perempuan masih ada.
Namun, Mujahid memberikan pernyataan menantang pada hari Minggu, dengan mengatakan bahwa pemahaman politik antara Taliban dan negara-negara lain terus membaik.
Dia mengatakan Kazakhstan telah menghapus Taliban dari daftar kelompok terlarang dan Rusia akan melakukan tindakan serupa dalam waktu dekat. Mujahid, yang bertemu dengan sejumlah utusan khusus di sela-sela pertemuan, sebelumnya mengatakan bahwa Arab Saudi menyatakan niatnya untuk membuka kembali kedutaan besarnya di Kabul.
"Hubungan dengan negara-negara kawasan menunjukkan bahwa Taliban memiliki komitmen dan kapasitas untuk membangun dan memelihara hubungan," kata Mujahid dalam sambutannya, seperti dilansir kantor berita AP, Senin (1/7).
"Saya tidak menyangkal bahwa beberapa negara mungkin memiliki masalah dengan beberapa tindakan ... Saya pikir perbedaan kebijakan antar negara adalah hal yang wajar, dan merupakan tugas diplomat berpengalaman untuk menemukan cara berinteraksi dan memahami daripada konfrontasi."
Lebih lanjut Mujahid menmbahkan, "Perbedaan-perbedaan seperti itu tidak boleh bertambah besar, sehingga negara-negara kuat menggunakan kekuatan mereka untuk memberikan tekanan keamanan, politik, dan ekonomi yang berdampak signifikan terhadap Afghanistan."
Malala: Taliban Lakukan Apartheid Gender
Keputusan untuk mengecualikan perempuan Afghanistan dari pertemuan di Doha menuai kecaman dari kelompok hak asasi manusia, pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Afghanistan Richard Bennett, dan peraih Nobel Malala Yousufzai.
Malala, yang ditembak oleh anggota Taliban karena mengampanyekan pendidikan anak perempuan, menulis di platform X alias Twitter pada Kamis (27/6) bahwa dia berbicara dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres tentang pertemuan Doha.
Dia mengatakan dia khawatir dan kecewa karena Taliban diundang untuk bertemu dengan utusan khusus PBB, sementara perempuan Afghanistan dan pembela hak asasi manusia tidak diikutsertakan dalam pembicaraan utama.
Menyelenggarakan pertemuan tanpa perempuan Afghanistan, kata Malala, memberikan sinyal yang salah bahwa dunia bersedia mengakomodasi tuntutan Taliban.
Dia menambahkan bahwa apa yang dilakukan Taliban di Afghanistan sama dengan apartheid gender.
Sebelumnya, petabit tinggi PBB di Afghanistan, Roza Otunbayeva, membela kegagalan untuk melibatkan perempuan Afghanistan dalam pertemuan di Doha, dan menegaskan bahwa tuntutan terhadap hak-hak perempuan pasti akan dimunculkan.
Advertisement