Taliban Ajak Negara-negara Barat Jalin Hubungan Baik dengan Cara Ini

Taliban selama ini menolak keras kritik atas perlakuan mereka terhadap perempuan dan anak perempuan Afghanistan, menyebutnya sebagai campur tangan asing.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 01 Jul 2024, 09:03 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2024, 09:03 WIB
Demo Perempuan Afghanistan Protes Hak Bersekolah
Aksi sekelompok wanita saat berunjuk rasa di Herat, Afghanistan, Kamis (2/9/2021). Para pengunjuk rasa mendesak Taliban menghormati hak-hak kaum perempuan, termasuk menempuh pendidikan. (AFP Photo)

Liputan6.com, Kabul - Taliban pada hari Minggu (30/6/2024) meminta negara-negara Barat untuk mengabaikan tindakan yang mereka terapkan terhadap perempuan dan anak perempuan Afghanistan demi meningkatkan hubungan luar negeri.

Juru bicara utama Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan pihaknya menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan budaya tertentu serta aspirasi publik yang "harus diakui" untuk memfasilitasi hubungan bilateral yang progresif daripada menghadapi perselisihan dan stagnasi.

Mujahid menyampaikan tuntutannya pada hari pembukaan pertemuan yang dipimpin PBB di Qatar mengenai peningkatan keterlibatan dengan Afghanistan dan tanggapan yang lebih terkoordinasi terhadap masalah-masalah yang dialami negara ini.

Ini adalah pertemuan ketiga yang disponsori PBB di Doha. Taliban tidak diundang ke pertemuan pertama dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan mereka menetapkan persyaratan yang tidak dapat diterima untuk menghadiri pertemuan kedua pada bulan Februari, termasuk tuntutan agar anggota masyarakat sipil Afghanistan tidak diikutsertakan dalam perundingan dan agar Taliban diperlakukan sebagai penguasa sah negara tersebut.

Perempuan Afghanistan tidak dilibatkan dalam pertemuan di Doha.

Tidak ada negara yang secara resmi mengakui Taliban dan PBB mengatakan bahwa pengakuan tersebut hampir tidak mungkin dilakukan sementara larangan terhadap pendidikan dan pekerjaan bagi perempuan masih ada.

Namun, Mujahid memberikan pernyataan menantang pada hari Minggu, dengan mengatakan bahwa pemahaman politik antara Taliban dan negara-negara lain terus membaik.

Dia mengatakan Kazakhstan telah menghapus Taliban dari daftar kelompok terlarang dan Rusia akan melakukan tindakan serupa dalam waktu dekat. Mujahid, yang bertemu dengan sejumlah utusan khusus di sela-sela pertemuan, sebelumnya mengatakan bahwa Arab Saudi menyatakan niatnya untuk membuka kembali kedutaan besarnya di Kabul.

"Hubungan dengan negara-negara kawasan menunjukkan bahwa Taliban memiliki komitmen dan kapasitas untuk membangun dan memelihara hubungan," kata Mujahid dalam sambutannya, seperti dilansir kantor berita AP, Senin (1/7).

"Saya tidak menyangkal bahwa beberapa negara mungkin memiliki masalah dengan beberapa tindakan ... Saya pikir perbedaan kebijakan antar negara adalah hal yang wajar, dan merupakan tugas diplomat berpengalaman untuk menemukan cara berinteraksi dan memahami daripada konfrontasi."

Lebih lanjut Mujahid menmbahkan, "Perbedaan-perbedaan seperti itu tidak boleh bertambah besar, sehingga negara-negara kuat menggunakan kekuatan mereka untuk memberikan tekanan keamanan, politik, dan ekonomi yang berdampak signifikan terhadap Afghanistan."

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Malala: Taliban Lakukan Apartheid Gender

Demo Perempuan Afghanistan Protes Hak Bersekolah
Sejumlah wanita yang berunjuk rasa terlibat adu mulut dengan anggota Taliban di Herat, Afghanistan, Kamis (2/9/2021). Dalam aksi protes yang jarang terjadi ini mereka mengaku siap menerima aturan burqa asal putri mereka tetap bisa bersekolah. (AFP Photo)

Keputusan untuk mengecualikan perempuan Afghanistan dari pertemuan di Doha menuai kecaman dari kelompok hak asasi manusia, pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Afghanistan Richard Bennett, dan peraih Nobel Malala Yousufzai.

Malala, yang ditembak oleh anggota Taliban karena mengampanyekan pendidikan anak perempuan, menulis di platform X alias Twitter pada Kamis (27/6) bahwa dia berbicara dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres tentang pertemuan Doha.

Dia mengatakan dia khawatir dan kecewa karena Taliban diundang untuk bertemu dengan utusan khusus PBB, sementara perempuan Afghanistan dan pembela hak asasi manusia tidak diikutsertakan dalam pembicaraan utama.

Menyelenggarakan pertemuan tanpa perempuan Afghanistan, kata Malala, memberikan sinyal yang salah bahwa dunia bersedia mengakomodasi tuntutan Taliban.

Dia menambahkan bahwa apa yang dilakukan Taliban di Afghanistan sama dengan apartheid gender.

Sebelumnya, petabit tinggi PBB di Afghanistan, Roza Otunbayeva, membela kegagalan untuk melibatkan perempuan Afghanistan dalam pertemuan di Doha, dan menegaskan bahwa tuntutan terhadap hak-hak perempuan pasti akan dimunculkan.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya