Mengenal Kampung Oben, Desa Inklusif yang Berdayakan Penyandang Disabilitas

Oben dikenal sebagai desa yang ramah terhadap kelompok disabilitas. Kira-kira ada sekitar 30 orang dengan kebutuhan yang tinggal di sana.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 01 Jul 2024, 17:02 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2024, 17:02 WIB
Oben dikenal sebagai desa yang ramah terhadap kelompok disabilitas. Kira-kira ada sekitar 30 orang dengan kebutuhan yang tinggal di sana (Dok. Liputan6.com/Teddy Tri Setio Berty).
Oben dikenal sebagai desa yang ramah terhadap kelompok disabilitas. Kira-kira ada sekitar 30 orang dengan kebutuhan yang tinggal di sana (Dok. Liputan6.com/Teddy Tri Setio Berty).

Liputan6.com, Oben - Hangat, ramah dan penuh kebahagian. Itulah kesan pertama yang dirasakan saat tiba di desa Oben, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Oben dikenal sebagai desa yang ramah terhadap kelompok disabilitas. Kira-kira ada sekitar 30 orang dengan kebutuhan yang tinggal di sana.

Tiap bulan pasti mereka melakukan pertemuan di balai desa. Melakukan rapat terkait upaya pemberdayaan penyandang disabilitas.

Meski punya keterbatasan, mereka bekerja tanpa batas. Salah satunya Jonny, penyandang difabel fisik. Ia punya usaha pangkas rambut di kampung itu.

"Bapa-bapa dan anak-anak suka pangkas rambut dengan saya. Tarifnya hanya Rp10.000 saja," kata Jonny, Kamis (27/6/2024).

"Pertama kali belajar pangkas rambut itu diminta oleh teman pakai gunting biasa waktu masih SMA."

Wadah Bagi Kaum Difabel

<p>Menurut Fasilitator Desa Oben untuk program SOLIDER - Disabilitas Fisik Kenaz Taebonat, pertemuan para difabel di balai desa menjadi wadah bagi mereka untuk saling berbagi dan memberi informasi (Dok. Liputan6.com/Teddy Tri Setio Berty).</p>

Sementara itu, menurut Fasilitator Desa Oben untuk program SOLIDER - Disabilitas Fisik Kenaz Taebonat, pertemuan para difabel di balai desa menjadi wadah bagi mereka untuk saling berbagi dan memberi informasi.

"Kelompok difabel di sini pertama diberikan wadah dan kita melakukan sharing terkait kebutuhan yang mereka butuhkan. Apakah mereka punya KTP, Kartu Keluarga dan lainnya," kata Kenaz yang juga seorang penyandang disabilitas.

"Setelah mendengar cerita dari mereka, baru saya berkoordinasi kepada pemerintah desa untuk memberikan dukungan untuk pengurusan dokumen seperti KTP dan KK."

Kenaz juga menututkan bahwa alat-alat bantu juga banyak dibutuhkan oleh warga di sini. Dalam pertemuan juga ia menanyakan apa yang mereka butuhkan. Seperti kursi roda, alat pendengaran dan lainnya.

"Dalam prosesnya, kurang lebih enam sampai sembilan bulan kami sosialitasi dan membuka wawasan serta perhatian tentang disabilitas ini membutuhkan perhatian dari pemerintah," kata Kenaz.

"Selain Jonny, kegiatan memberdayakan kaum difabel di desa Oben terdiri dari banyak hal. Misalnya, kami berdayakan mama-mama penyandang difabel untuk memasak serundeng. Selain itu, ada juga teman-teman saya yang bisa buat kue, kain tenun, las besi dan rental komputer hingga beternak babi."

Upaya Menggerakan Warga Desa Oben

Elmi dari Gerakan Advokasi Transformasi Disabilitas Untuk Inklusi yan dikenal sebagai GARAMIN NTT mengaku menghadapi tantangan dalam meyakinkan pihak desa untuk masuk dan memperkenalkan program mereka (Dok. Liputan6.com/Teddy Tri Setio Berty).
Elmi dari Gerakan Advokasi Transformasi Disabilitas Untuk Inklusi yan dikenal sebagai GARAMIN NTT mengaku menghadapi tantangan dalam meyakinkan pihak desa untuk masuk dan memperkenalkan program mereka (Dok. Liputan6.com/Teddy Tri Setio Berty).

Upaya menggerakan pemberdayaan kelompok difabel di desa Oben tidak serta merta mudah untuk dilakukan. Hal ini pertama kali dilakukan oleh Elmi Sumarni Ismau. Ia merupakan bagian dari Gerakan Advokasi Transformasi Disabilitas Untuk Inklusi yan dikenal sebagai GARAMIN NTT.

Pada awalnya Elmi mengaku menghadapi tantangan dalam meyakinkan pihak desa untuk masuk dan memperkenalkan program mereka.

"Jadi awalnya, pertama kali saya hubungi bapak kepala desa tidak respons karena sibuk. Bapak desa ini petani. Waktunya banyak dihabiskan dikebun," kata Elmi.

"Jadi tidak ada respons sama sekali, waktu itu saya hampir menyerah. Waktu itu saya bersama kak Berty, Program Manajer dari GARAMIN datang ke desa untuk melakukan pendekatan dan kita bertemu langsung."

Waktu Elmi berupaya untuk membangun hubungan secara kekeluargaan dengan warga desa Oben. Hingga akhirnya mereka diterima dan sampai sekarang dari tahun 2022.

"Tujuan dan harapan kami dari GARAMIN, ketika program di sini sudah selesai, kalaupun kita tidak mendampingi, kami bisa masih menjadi keluarga," kata Elmi.

"Dan juga, kelompok difabel di sini bisa menjadi mandiri dan berdaya. Mereka bisa dilibatkan dalam perencanaan dan monitoring program di desa."

"Teman-teman difabel ini juga kuat secara kerja sama kelompok. Mereka ini sudah ada buku pencatatan dan administrasi jadi kita berharap kuat dalam bekerja. Saya juga berharap mereka bisa mengadvokasi hak-hak mereka di level desa."

Wujud Kemitraan Pemerintah Australia dan Indonesia

Program di desa Oben merupakan wujud dari kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif (INKLUSI), berupaya untuk meningkatkan partisipasi kelompok-kelompok yang terpingirkan(Dok. Liputan6.com/Teddy Tri Setio Berty).
Program di desa Oben merupakan wujud dari kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif (INKLUSI), berupaya untuk meningkatkan partisipasi kelompok-kelompok yang terpingirkan(Dok. Liputan6.com/Teddy Tri Setio Berty).

Program di Desa Oben mendukung Kelompok Disabilitas Desa (KDD) dalam pemberdayaan penyandang disabilitas dan kolaborasi dengan pemerintah daerah.

SIGAB dan Garamin mendukung pembentukan Kelompok Disabilitas Desa (KDD) dan Kelompok Disabilitas Kelurahan.

Program ini juga merupakan wujud dari kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif (INKLUSI), berupaya untuk meningkatkan partisipasi kelompok-kelompok yang terpingirkan dalam pembangunan sosial-budaya, ekonomi, dan politik di Indonesia, serta manfaat yang mereka peroleh dari pembangunan tersebut.

INKLUSI adalah program Pemerintah Australia yang berdurasi 8 tahun (2021-2029) senilai 120 juta dolar Australia. Program ini bertujuan untuk memperkuat kontribusi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), melalui kemitraan dengan pemerintah, untuk meningkatkan kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial bagi kelompok marginal atau yang terpinggirkan di Indonesia.

INKLUSI dilaksanakan oleh 11 mitra OMS Indonesia (termasuk organisasi perempuan dan gerakan sosial, organisasi berbasis agama, Organisasi Penyandang Disabilitas/OPD – 'Aisyiyah, BaKTI, KAPAL Perempuan, Kemitraan, Migrant Care, PEKKA, PKBI, SIGAB, PERMAMPU, LAKPESDAM NU, dan PR YAKKUM) serta jaringannya.

Sebelas OMS ini, bersama dengan 120 lebih sub-mitranya, bekerja sama dengan pemerintah daerah dan nasional, di lebih dari 650 desa, 120+ kabupaten, dan 32 provinsi.

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya