Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Sidharto R. Suryodipuro mengatakan upaya negara di kawasan Asia Tenggara dalam implementasi 5 Point Consensus masih terus berlangsung.
Sidharto R. Suryodipuro menegaskan terus ada seruan penghentian kekerasan yang masih berlangsung. Kemudian upaya pemberian bantuan kemanusiaan juga masih berlangsung.
Baca Juga
"Sejak awal, Menlu Retno Marsudi menyebut upaya diplomasi (terkait Myanmar) tidak diarahkan untuk berhasil dalam semalam. Kita menyadari bahwa ini adalah suatu situasi yang akarnya itu panjang. Jadi kudeta pada awal 2021 itu hanya satu peristiwa di atas berbagai persoalan yang ada di Myanmar," kata Sidharto dalam pernyataan persnya di Ruang Palapa, Kemlu RI, Jumat (19/7/2024).
Advertisement
Sidharto juga mengatakan, upaya untuk dialog di antara semua pihak juga terus dilakukan.
"Ini upaya yang sedang dilakukan melalui mekanisme special envoy of the chair of ASEAN. Terutama seperti tahun lalu, upaya tersebut dilakukan secara diplomasi," kata Sidharto.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi juga akan melakukan pertemuan Troika untuk membahas pokok pembahasan dan perkembangan terkini di Myanmar.
Selain implementasi Five Points of Consensus ada pula pembahasan soal kesepakatan KTT ASEAN yang lalu, ASEAN Leaders Review and Decision on the Implementation of the Five Points of Consensus juga akan dibahas.
"Menlu Retno Marsudi akan menekankan pentingnya kesinambungan, upaya dalam implementasi Five Points of Consensus," kata Sidharto.
"Serta pembicaraan tentang pembangunan strategi bantuan yang menjadi komprehensif bagi Myanmar, terutamanya bantuan kemanusiaan."
Â
Jaga Toleransi di Tengah Keragaman Penduduk ASEAN
Sebelumnya, Kemlu RI menyebut bahwa Indonesia turut memainkan perannya secara aktif dalam menjaga toleransi terhadap keragaman agama di tengah kemajemukan penduduk di wilayah Asia Tenggara.
Hal ini dikemukakan oleh Kepala Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu RI) Yayan Ganda Hayat Mulyana.
Ia juga mengatakan bahwa hal tersebut merupakan salah satu prioritas kebijakan luar negeri Indonesia.
"Salah satu prioritas kebijakan luar negeri Indonesia adalah diplomasi berbasis agama. Dan fokus utama diplomasi adalah menjaga keutuhan NKRI," katanya dalam salah satu sesi panel "International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy" yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri RI dan Institut Leimena di Jakarta, Kamis (11/7/2024).
Yayan mengatakan bahwa peran Indonesia untuk menjaga toleransi, salah satunya tertuang melalui dialog antar agama yang selama ini telah dilakukan di kawasan ASEAN. Dalam hal ini, Kemlu RI bekerja sama dengan kementerian lain termasuk Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan organisasi masyarakat sipil untuk melakukan dialog dalam lingkup regional hingga multilateral.
"Dialog semacam ini hampir tertanam dalam semua upaya diplomasi Indonesia. Diplomasi telah menjadi kekuatan dan pendorong dalam mempromosikan dialog antar agama antar komunitas," lanjutnya.
Dialog Lintas Agama (DLA) telah digelar oleh Kemlu RI sejak tahun 2004. Selain menjaga toleransi, dialog ini juga bertujuan untuk menemukan identitas diri serta menangkal radikalisme dan ekstremisme.
Yayan mengatakan bahwa DLA telah memiliki 34 mitra dialog, termasuk dalam beberapa framework seperti ASEAN, Asia Pasifik, ASEM, dan MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki dan Australia).
Sementara di tingkat global, Indonesia aktif terlibat dalam United Nations Alliance of Civilizations (UNAOC), Islamic Conference Organization serta forum G20.
Advertisement
Tantangan dalam Keberagaman
Sementara dalam upayanya menyuarakan toleransi, Yayan juga mengemukakan sejumlah tantangan yang dihadapi.
Adapun masalah seperti konflik agama berkelanjutan, intoleransi, penolakan terhadap perubahan, kurangnya kesadaran, keterbatasan sumber daya dan literasi agama di masyarakat menjadi hambatan dalam menciptakan masyarakat yang toleran.
Maka dari itu, Indonesia juga mendorong sejumlah strategi untuk mengatasi masalah tersebut, seperti membangun aliansi dan mengamankan pendanaan, serta memanfaatkan teknologi dan inovasi.
"Dukungan dari kampanye lintas negara dan global, serta pendidikan, juga bisa menjadi cara kita mengatasi masalah-masalah ini," sebutnya.