25 September 2015: Singapura Tutup Sekolah, Imbas Polusi Udara dari Kabut Asap Kebakaran Hutan di Indonesia

Angka polusi udara di Singapura selama 24 jam terakhir kala itu berkisar antara 268-320. Angka di atas 300 diklasifikasikan sebagai berbahaya menurut Badan Lingkungan Hidup Nasional Singapura.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 25 Sep 2024, 06:00 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2024, 06:00 WIB
Ilustrasi bendera Singapura - Portrait (Wikimedia Commons)
Ilustrasi bendera Singapura - Portrait (Wikimedia Commons)

Liputan6.com, Singapura - Sejarah hari ini sembilan tahun yang lalu mencatat bahwa Singapura memerintahkan penutupan darurat sekolah dasar dan menengahnya per Jumat 25 September 2015. Alasannya, mengutip CNN, karena asap dari kebakaran yang terjadi di Indonesia menyebabkan polusi udara di kota tersebut mencapai tingkat yang berbahaya.

Pemerintah Singapura mengatakan kegiatan perkantoran akan tetap berjalan seperti biasa, tetapi masker disediakan untuk para lansia dan yang membutuhkan. Semua penduduk disarankan untuk tetap berada di dalam ruangan jika memungkinkan.

Angka polusi udara di Singapura selama 24 jam terakhir berkisar antara 268-320. Angka di atas 300 diklasifikasikan sebagai berbahaya menurut Badan Lingkungan Hidup Nasional Singapura.

Singapura diselimuti kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan gambut yang terjadi di Indonesia selama sebulan terakhir. Asap dari kebakaran, yang merupakan masalah tahunan, telah meningkat pekan itu dan angin di Singapura juga berubah, yang semakin memperburuk masalah tersebut.

Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong menggunakan media sosial untuk memperingatkan penduduk tentang polusi udara yang berbahaya.

"Kualitas udara memburuk ke kisaran sangat tidak sehat hari ini. PSI untuk 24 jam ke depan diperkirakan akan tetap sangat tidak sehat, dan bahkan mungkin masuk ke kisaran berbahaya. Inilah sebabnya kami menutup semua sekolah dasar dan menengah besok (25/9/2015)," kata PM Lee dalam sebuah posting Facebook.

"Sementara itu, kami telah menawarkan bantuan kami kepada Indonesia untuk memadamkan api, dan meminta mereka untuk berbagi dengan kami identitas perusahaan yang bertanggung jawab atas penyebab kabut asap."

Legislator Singapura mengesahkan undang-undang tahun 2014 lalu, yang ditujukan untuk mengekang polusi lintas batas, yang memungkinkan regulator untuk menuntut perusahaan lokal dan asing yang terlibat dalam pembakaran hutan ilegal.

 

Begini Kondisi Kabut Asap di Singapura Menurut Warga

Aktivitas Warga Singapura Saat Diselimuti Kabut Asap
Kabut asap di Singapura. (AFP Photo/Roslan Rahman)

Iain Craig, seorang guru sekolah menengah Inggris yang telah tinggal di Singapura selama enam tahun, mengatakan dia biasanya membuka pintu balkonnya di rumah, tetapi telah menutupnya minggu ini karena polusi semakin memburuk.

"Berolahraga di luar bukanlah pilihan saat ini. Ketika saya membuka pintu balkon, Anda langsung dapat mencium baunya. Saya dapat merasakannya di tenggorokan saya," katanya kepada CNN.

"Semua pertandingan tim sepak bola sekolah saya telah dibatalkan selama seminggu terakhir. Anak-anak juga dibawa masuk saat makan siang.”

Indonesia telah mengerahkan lebih dari 4.800 tentara dan polisi untuk memerangi kebakaran di Sumatra dan Kalimantan, menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Namun, banyak kebakaran terjadi di lahan gambut kering, yang membuatnya sulit dipadamkan. Tanah di daerah tersebut sangat kering tahun ini karena el nino yang kuat.

Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), telah mengatakan bahwa kebakaran harus dihentikan dalam waktu satu bulan dan sedang mengunjungi daerah tersebut untuk memantau upaya pemadaman kebakaran. Namun, ia belum dapat tiba di Kalimantan, salah satu daerah yang paling parah dilanda kebakaran, karena tingginya tingkat polusi di sana.

Angka polusi udara di Palangkaraya, ibu kota Kalimantan Tengah, melonjak menjadi 1.986 pada tiga hari sebelum Singapura memutuskan menyetop kegiatan sekolah, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia. Sebagai informasi, angka di atas 200 diklasifikasikan sebagai tidak sehat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya