, Singapura - Singapura, negara kota dengan populasi enam juta jiwa, dikenal sebagai salah satu negara terkaya di dunia dan pusat keuangan internasional. Meskipun demikian, negara yang berada di jajaran lima negara terkaya dunia ini menghadapi tantangan besar dalam hal ketersediaan air karena tidak memiliki sumber air tawar alami.
Singapura merupakan salah satu negara dengan tingkat kekurangan air tertinggi di dunia alias krisis air.
Advertisement
Baca Juga
Kendati demikian, Singapura telah berhasil mengatasi krisis air ini dan menjadi model global dalam manajemen air. Ia telah berhasil memenuhi kebutuhan air yang terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk dan ekonominya.
Advertisement
"Tak ada keajaiban di sini," ujar Peter Gleick, ahli hidrologi dan pendiri Pacific Institute, sebuah LSM berbasis di Amerika Serikat yang fokus pada isu air seperti dikutip dari DW Indonesia, Rabu (3/10/2024)
Gleick menilai kesuksesan Singapura terletak pada pendekatan "jalur lunak", yang lebih mengutamakan efisiensi dalam menggunakan air daripada terus-menerus mengeksploitasi sumber daya alam.
"Pendekatan ini mencoba membalikkan pola lama dengan mengatakan, 'mari kita gunakan air dengan bijaksana. Hentikan pemborosan air. Temukan sumber pasokan baru'."
Perencanaan Air
Sejak merdeka pada 1965, Singapura mulai merencanakan untuk mandiri dalam hal air, pangan, dan energi. "Mereka mulai merencanakan untuk mandiri dalam hal air, pangan, dan energi," kata Cecilia Tortajada, Profesor Inovasi Lingkungan di Universitas Glasgow.
Jadi krisis air bukanlah hal baru bagi Singapura. Sejak masa penjajahan Inggris, melalui Perang Dunia II melawan Jepang, hingga masa pasca-kemerdekaan, Singapura sering mengalami banjir, masalah sanitasi, dan pembagian air yang ketat.
Pemerintah Singapura kemudian menyusun rencana besar yang terus disempurnakan hingga saat ini, menciptakan empat sumber utama pasokan air yang disebut keran nasional: air impor, desalinasi, penampungan air hujan, dan NEWater (air daur ulang).
Pada awalnya, Singapura mengimpor air tawar dari Malaysia berdasarkan dua perjanjian di tahun 1960-an. Hingga kini, setengah dari kebutuhan air Singapura dipenuhi dari air sungai yang dipompa melalui pipa dari Malaysia. Namun, hubungan kedua negara ini tidak selalu mulus. Karena itu, Singapura berencana untuk mandiri dan berhenti mengimpor air dari Malaysia pada 2061, sehingga tiga sumber air lainnya harus dioptimalkan.
"Perencanaan air sangat penting," ujar Jon Marco Church, ahli manajemen air dari PBB. "Tujuannya adalah memaksimalkan setiap tetes air."
Ini mencakup membersihkan saluran air, menginvestasikan miliaran dolar, mengumpulkan air hujan, serta mengolah dan menggunakan kembali air yang ada, termasuk air laut.
Advertisement
Jurus Singapura Kelola Air
Lalu apa jurus Singapura sukses mengatasi krisis air?
Singapura memiliki lima pabrik desalinasi yang mampu memenuhi hingga 25% dari kebutuhan air negara. Mereka berencana meningkatkan kapasitas hingga dapat memenuhi 30% kebutuhan air pada 2060. Dua pertiga dari luas wilayah Singapura digunakan untuk menampung air hujan. Air yang turun di atap-atap dialirkan melalui saluran ke jaringan sungai, kanal, dan 17 waduk, termasuk Marina Barrage yang terbesar.
Marina Barrage tidak hanya mengumpulkan air hujan tetapi juga berfungsi sebagai perlindungan dari banjir. Pemerintah menargetkan untuk memanfaatkan 90% lahan Singapura untuk menampung air hujan pada 2060.
Selain infrastruktur, Singapura juga berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya penghematan air.
"Mereka mendidik masyarakat tentang tantangan air dan solusi yang mereka pilih,” kata Gleick.
Perangkat penghemat air disubsidi, dan mereka yang menginstalnya mendapatkan diskon untuk produk ramah lingkungan lainnya. Meteran air digital di rumah-rumah juga membantu mendeteksi kebocoran dengan cepat, membuat Singapura menjadi contoh terdepan dalam meminimalkan kebocoran air.
Singapura juga terkenal dalam pengelolaan air limbah. Selain mengumpulkan air hujan.
"Semua air limbah dikumpulkan, diolah, dan digunakan kembali sebanyak mungkin," ujar Jon Church dari PBB.
Dengan investasi $10 miliar, Singapura membangun sistem saluran air limbah bawah tanah sepanjang 206 kilometer yang menyalurkan air limbah ke pabrik pengolahan canggih.
"Sebagian besar negara bahkan tidak berinvestasi sebagian kecil dari yang Singapura lakukan," tambah Church.
Investasi besar ini tidak hanya dimungkinkan oleh kemakmuran negara, tetapi juga oleh sistem politik yang memungkinkan pelaksanaan proyek-proyek besar. Bertelsmann Transformation Index menyebut Singapura sebagai "otokrasi moderat,” di mana kebebasan berkumpul, berekspresi, dan berasosiasi dibatasi, dan satu partai politik telah memerintah sejak negara ini berdiri.
Singapura juga diuntungkan karena hampir tidak ada sektor pertanian yang mengkonsumsi air dalam jumlah besar dan mencemari sumber air.
Kebanggaan Terbesar Singapura: NEWater, Sistem Pengolahan Air Limbah Menjadi Air Bersih
Namun, kebanggaan terbesar Singapura adalah NEWater, sistem pengolahan air limbah menjadi air bersih.
Sistem pengelolaan NEWater menghasilkan air berkualitas tinggi melalui proses mikrofiltrasi, osmosis balik, dan radiasi UV. Singapura saat ini mendaur ulang 30% kebutuhan airnya dan berencana meningkatkan hingga 55% pada 2060. Sebagian besar air ini digunakan untuk industri, sementara sebagian kecil disalurkan untuk konsumsi.
"Ini masih kontroversial karena dianggap sebagai sesuatu yang kotor," kata Gleick, namun menambahkan bahwa air di Singapura begitu bersih sehingga digunakan dalam industri chip yang membutuhkan air ultra-murni.
Cecilia Tortajada menekankan bahwa di banyak negara Barat, diskusi tentang manajemen air sering kali berujung pada pertanyaan apakah kita bisa melakukannya? Di Singapura, pertanyaannya adalah: "apakah kita bisa melakukannya?". Ini pendekatan yang jauh lebih proaktif.
California dan Windhoek, ibu kota Namibia, adalah pelopor dalam penggunaan air limbah rumah tangga. Di Windhoek, krisis air yang parah membuat limbah air didaur ulangmenjadi air minum sejak 1960-an.
Advertisement