Liputan6.com, Davos - Volodymyr Zelenskyy mengatakan "setidaknya 200.000" pasukan sekutu diperlukan untuk menegakkan kesepakatan perdamaian di Ukraina. Pada saat yang sama, dia juga mendesak Eropa untuk "mengurus dirinya sendiri" seiring dengan kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih.
Berbicara di Forum Ekonomi Dunia 2025, Zelenskyy mengatakan para pemimpin Eropa seharusnya tidak fokus tentang langkah Trump selanjutnya dan sebaliknya mengambil langkah kolektif untuk mempertahankan Eropa yang saat ini diserang agresif oleh Rusia.
Baca Juga
"Eropa harus memantapkan dirinya sebagai pemain global yang kuat, sebagai pemain yang tak tergantikan," kata presiden Ukraina tersebut seperti dikutip dari The Guardian, Rabu (22/1/2025).
Advertisement
Dia menggarisbawahi keterlibatan pasukan Korea Utara dalam perang Rusia melawan negaranya, di mana pertempuran terjadi di wilayah Kursk di Rusia barat, dekat dengan perbatasan timur Ukraina.
"Jangan lupa bahwa tidak ada samudra yang memisahkan negara-negara Eropa dari Rusia. Pemimpin Eropa harus ingat bahwa pertempuran yang melibatkan tentara Korea Utara ini kini terjadi di tempat yang secara geografis lebih dekat ke Davos daripada Pyongyang," ujar Zelenskyy.
Zelenskyy juga menjelaskan bagaimana operasi penjaga perdamaian internasional bisa berjalan jika Ukraina dan Rusia mencapai kesepakatan. Dia mengatakan kepada panel wawancara bahwa operasi tersebut membutuhkan sekelompok besar pasukan.
"Dua ratus ribu pasukan dari seluruh Eropa, itu adalah jumlah minimum. Jika tidak, itu tidak akan berarti apa-apa," ujarnya, seraya menegaskan menolak permintaan Kremlin yang ingin mengurangi jumlah tentara Ukraina menjadi seperlima dari total 800.000 pasukannya.
"Itu yang dia (Putin) inginkan. Kami tidak akan membiarkan itu terjadi."
Zelenskyy menambahkan bahwa timnya sedang berupaya mengatur pertemuan dengan Trump.
Trump berjanji mengakhiri perang Rusia-Ukraina dengan cepat. Berbicara setelah pelantikannya pada Senin, Trump mengatakan bahwa Vladimir Putin sedang "merusak" Rusia dan harus membuat kesepakatan.
Zelenskyy menekankan setiap perjanjian gencatan senjata bergantung pada jaminan keamanan dari Barat. Jaminan keamanan terbaik adalah keanggotaan NATO – sesuatu yang didukung oleh sebagian besar negara anggota asal Eropa, namun ditentang oleh Amerika Serikat (AS), Jerman, serta pemerintahan pro-Rusia, yakni Hongaria dan Slovakia.
Eropa Harus Bersatu
Dalam beberapa pekan terakhir, Zelenskyy telah mengadakan pembicaraan dengan beberapa mitra Eropa mengenai kemungkinan misi penjaga perdamaian, termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, yang mengunjungi Kyiv pekan lalu. Ada juga pembicaraan dengan Polandia dan negara-negara Baltik.
Berbicara selama kunjungannya ke Ukraina, Starmer mengatakan bahwa Inggris siap "berperan penuh", meskipun dia tidak berkomitmen untuk mengirim pasukan. Dia mengatakan kepada Sky News, "Kami selalu menjadi salah satu negara terdepan dalam pertahanan Ukraina. Jadi, Anda bisa menafsirkan itu ... Tapi saya tidak ingin mendahului karena ini harus berkelanjutan."
Dalam pidatonya di Davos, Zelenskyy mendesak negara-negara Uni Eropa untuk lebih banyak berinvestasi dalam teknologi dan pertahanan, terutama dalam produksi drone dan sistem pertahanan udara modern. Dia mengatakan Rusia telah mengerahkan 600.000 pasukan di Ukraina dan bisa mengumpulkan 1,5 juta tentara – sebuah kekuatan yang beberapa kali lebih besar daripada pasukan nasional mana pun di Eropa.
"Kita semua harus bersatu," sebut Zelenskyy.
"Eropa perlu belajar bagaimana mengurus dirinya sendiri sepenuhnya, sehingga dunia tidak bisa mengabaikannya."
Ukraina telah lama mengklaim bahwa jika Putin memenangkan perang, dia akan melanjutkan untuk menyerang negara-negara lain. Rusia telah berubah menjadi ekonomi perang, sebut Zelenskyy, dan kini memproduksi lebih banyak ketimbang Eropa dalam hal militer.
"Jika dibiarkan tanpa kendali, Putin akan kembali dengan tentara yang 10 kali lebih besar dari sekarang," imbuhnya, dan 'menelan' negara-negara merdeka yang dulunya merupakan bagian dari Uni Soviet.
Advertisement