Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan pada Senin (20/1/2025), dia membuka kemungkinan untuk kembali menjadikan Arab Saudi sebagai destinasi pertama lawatan. Namun, itu hanya akan terjadi jika "harganya" cocok.
Saat Trump menandatangani lebih dari 100 perintah eksekutif pada hari pertama dia kembali di Gedung Putih, dia ditanya tentang perjalanan 2017-nya ke Arab Saudi. Kunjungan itu sejatinya melanggar tradisi AS.
Advertisement
Baca Juga
Trump menjelaskan kepada seorang reporter di Ruang Oval bahwa dia mengunjungi Arab Saudi pada 2017 karena Riyadh setuju membeli barang-barang AS senilai ratusan miliaran dolar.
Advertisement
"Saya melakukan itu dengan Arab Saudi karena mereka setuju membeli produk kita senilai USD 450 miliar. Saya bilang, 'Saya akan pergi, tetapi kalian harus membeli produk AS', dan mereka setuju," ujarnya seperti dikutip dari Middle East Eye, Kamis (23/1/2025).
Dia kemudian mengungkapkan bahwa dia "akan berkunjung ke sana lagi" jika Arab Saudi setuju membeli lebih banyak lagi.
"Jika Arab Saudi ingin membeli 450 atau 500 miliar lagi, kita akan sesuaikan dengan inflasi. Mungkin saya bakal ke sana," tutur Trump.
Lawatan Trump pada 2017 menghasilkan foto terkenal yang menunjukkan Trump memegang bola bercahaya misterius bersama Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi dan Raja Salman bin Abdulaziz dari Saudi.
Tidak jelas apakah Trump serius dengan pernyataannya. Namun, pernyataannya tersebut menyoroti bagaimana Trump mengambil pendekatan terhadap kebijakan dengan memprioritaskan perdagangan dan perekonomian AS di atas isu lainnya.
Beda Hubungan AS-Arab Saudi pada Era Trump dan Biden
Hubungan AS-Arab Saudi memburuk di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, akibat kritik Biden terhadap pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.
Meskipun ada upaya dari pemerintahan Biden untuk memperbaiki hubungan di paruh kedua masa jabatannya, hubungan keduanya tidak pernah sepenuhnya membaik.
Di bawah Trump, Arab Saudi dan AS memiliki hubungan yang jauh lebih akrab ditambah menantu Trump yang juga mantan penasihat seniornya, Jared Kushner, bersahabat dengan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman.
Persahabatan tersebut berperan penting pada saat pembunuhan Khashoggi, yang dilaporkan dilakukan oleh agen-agen Arab Saudi. Karena Khashoggi adalah warga AS, pembunuhannya mengguncang Washington dan memicu seruan agar Trump mengecam tindakan tersebut.
Meskipun ada kemarahan terkait pembunuhan Khashoggi, pemerintahan Trump tidak mengubah hubungannya dengan Riyadh. Bahkan, Trump memblokir langkah bipartisan di Kongres yang bertujuan mengakhiri dukungan AS terhadap perang yang dipimpin Arab Saudi di Yaman.
Sebelum kembali menjabat, The Trump Organization juga menandatangani kontrak untuk proyek menara mewah di Arab Saudi, menunjukkan hubungan yang semakin dalam antara The Trump Organization dan Dar Al Arkan, perusahaan induk dari Dar Global, pengembang real estate yang mengerjakan proyek tersebut.
Setelah kalah dalam Pilpres AS 2020, Trump beberapa kali terlihat bersama Yasir al-Rumayyan, kepala dana investasi negara Arab Saudi, yang kini juga memimpin liga golf profesional, LIV Golf.
Â
Advertisement