Kisah Jacqui Beck, Gadis Cantik Tanpa Organ Seksual

Jacqui menderita Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser (MRKH), sindrom langka yang berakibat pada sistem reproduksinya.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 15 Nov 2013, 00:56 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2013, 00:56 WIB
jacqui-131114c.jpg
Suatu hari di musim panas 2012, Jacqui Beck berobat ke dokter umum. Mengeluhkan sakit di bagian punggung dan menyebut sepintas lalu bahwa ia belum juga menstruasi.

Dokter yang memeriksanya terkejut, namun tak menganggapnya serius. Ia hanya menyarankan agar Jacqui menjalani serangkaian tes dan merujuknya ke dokter kandungan.

Dan akirnya, diagnosis itu bak petir di siang bolong di telinga Jacqui. Di usia 17 tahun, saat sedang mekar-mekarnya, gadis cantik itu baru tahu, ia tak punya organ reproduksi.

Jacqui menderita Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser (MRKH), sindrom langka yang berakibat pada sistem reproduksinya. Atau dengan kata lain, ia tak punya rahim, serviks (mulut rahim), juga bukaan vagina. Meski demikian tak ada masalah saat kencing. Sebab, saluran vaginal dan urinal berbeda.

"Dokter pada dasarnya menjelaskan bahwa aku tidak memiliki rahim atau vagina," kata dia seperti Liputan6.com kutip dari Daily Mail, 14 November 2013.

Tes lebih lanjut mengungkap kondisinya -- di mana vagina seharusnya berada, ternyata hanya 'lesung'. Itu berarti ia tak bisa berhubungan seksual dan mengandung buah hatinya sendiri.

Perempuan dengan kondisi tersebut, dari luar terlihat normal. Bahkan bisa jadi ia tak menyadarinya, sampai suatu saat ia mencoba berhubungan seksual atau tak kunjung menstruasi. Itu yang terjadi dengan Jacqui yang polos.

"Aku tak pernah merasa berbeda dengan gadis lain. Kabar itu sangat mengejutkan. Aku tak bisa mempercayai apa yang kudengar,"  kata Jacqui.

"Awalnya aku yakin, dokter salah kira. Namun saat ia menjelaskan, itu mengapa aku tak kunjung datang bulan. Apa yang ia sampaikan menjadi masuk akal," tambah gadis tabah itu.

Dokter lantas menjelaskan bahwa ia tak bisa hamil. Juga harus menjalani sejumlah prosedur operasi agar bisa berhubungan seksual dengan pasangannya kelak.

Tak terkira hancurnya hati Jacqui. "Aku pulang dengan berlinang air mata -- bayangkan aku tak akan pernah tahu rasanya melahirkan, hamil, dan menstruasi. Apa yang aku bayangkan dan idam-idamkan di masa depan dalam sekejap hilang," kata dia. "Aku sangat marah dan merasa aku bukan perempuan sejati."

Ia bahkan tak berani memberitahu ibunya sendiri. "Aku terlalu takut dan malu menelepon ibuku. Jadi, aku mengirimkan email padanya."

Berpikiran Positif

Menerima surat elektronik mengejutkan itu, ibunya yang bijaksana menelepon balik dan langsung datang ke Guildford -- tempat putrinya menuntut ilmu di sekolah musik.

"Ibuku tentu saja kecewa dan prihatin. Tapi ia memilih fokus mencari fakta tentang kondisiku, sehingga kami berdua bisa lebih memahaminya," kata Jacqui. "Dia membesarkan hatiku, memintaku fokus ke sisi positif. Kami berdua tertawa bersama saat mendaftar 'penderitaan' perempuan yang tak bakal aku rasakan: kram saat menstruasi, sakitnya melahirkan, tes smear -- mencoba mencari sisi baik betapapun sulitnya."

Alih-alih menyesali nasib. Jacqui, didukung ibunya yang luar biasa, menjalani perawatan di RS Queen Charlotte and Chelsea yang punya spesialisasi menangani kondisinya.

Jacqui menjalani perawatan, termasuk bagaimana menggunakan dilator, dengan ukuran yang berbeda untuk meregangkan saluran vaginanya. Jika cara itu tak berhasil, ia harus dioperasi. Untungnya, sukses!

Jacqui juga bertemu dengan perempuan lain yang mengalami kondisi sama. "Aku tak lagi merasa sendirian. Bicara dengan wanita senasib, yang ternyata bisa memiliki kehidupan seksual, memberiku harapan," kata dia.

Namun, pembicaraan makin sulit saat menyinggung topik sensitif: anak. "Dia berkata, belum saatnya di usiaku memikirkan tentang keturunan. Tapi ada banyak cara mendapatkannya seperti dengan ibu pengganti atau adopsi."

Bahkan perempuan normal pun terkadang mengalami masalah yang sama.

Lelaki Sejati

Sisi positif lain, kondisinya justru menjadi jalan untuk memastikan ia menemukan pria yang tepat untuk dijadikan pasangan.

"Jika pria itu merasa kondisiku adalah masalah, itu berarti dia bukan pria baik yang ingin aku kencani," kata dia. "Menjadi ujian bagi karakter sejati seseorang."

Jacqui juga tak akan menyembunyikan kondisinya. "Aku akan jujur dan mengatakan pada pria yang aku temui tentang kondisiku. Aku tak ingin mereka merasa tertipu."

Jacqui juga berharap, kondisinya yang langka menjadi lebih dikenal. Agar perempuan lain yang mengalami hal serupa bisa mengetahui lebih dini. 

Dan tak perlu merasa malu. "Awalnya aku hanya mengungkapkannya ke 5 sahabat terdekat. Tapi, kemudian aku menyadari,  itu bukan sesuatu yang memalukan," kata dia. "Seperti halnya pada penderita kanker atau masalah medis lain, orang-orang akan memberikan dukungan."

Kini, gadis yang usianya beranjak 19 tahun itu terang-terangan mengakui kondisinya, termasuk lewat Facebook.

"Aku terkejut melihat bagaimana orang-orang memberi tanggapan positif. Memujiku sebagai gadis cantik dan tabah," kata Jacqui, tersenyum. [Lihat: Selamat Jalan, Talia...Gadis Pengidap Kanker yang Tak Gentar Maut] (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya