Kisah TKI Cantik yang Kritis Akibat Disiksa Majikan

Erwiana Sulistyaningsih hanya bekerja 8 bulan. Namun nasibnya penuh nestapa.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 14 Jan 2014, 09:46 WIB
Diterbitkan 14 Jan 2014, 09:46 WIB
siksa-majikan-140114b.jpg
Sesosok perempuan melamun di Bandara Hong Kong, Jumat 10 Januari 2014 malam. Wajahnya kuyu dan sembab, nampak tertekan, dengan kondisi fisik yang tak wajar -- dipenuhi cedera dan luka bakar. Ia bahkan harus dipapah saat masuk ke bandara dan memakai popok untuk mengurangi rasa sakit saat duduk di kursi pesawat.

Erwiana Sulistyaningsih, nama gadis 23 tahun itu, adalah tenaga kerja Indonesia (TKI). Saat itu ia akan pulang ke Tanah Air karena di-PHK sepihak oleh majikannya.

Perempuan asal Ngawi, Jawa Timur itu hanya sempat bekerja 8 bulan di tempat warga Hong Kong, Law Wan Tung. Namun, nestapa yang ia dapatkan. Majikan yang kejam kerap memukuli dan menyiksanya dengan hanger atau apapun yang ada di depannya. Erwiana harus bekerja 21 jam sehari, hanya dapat jatah istirahat 3 jam.

Tubuhnya yang tadinya sintal, kini kurus kering karena jarang makan. Sekujur badannya juga penuh luka. Kini Erwiana masih menjalani perawatan di RS Sragen, Jawa Tengah. Erangan kesakitan masih sering terdengar dari mulutnya. Ia tak berdaya. Laporan terakhir dari Hong Kong menyebut, kepolisian setempat masih menolak untuk menginvestigasi kasus Erwiana.

"Agen tenaga kerja korban melapor ke polisi pada 12 Januari, namun dengan tidak menyertakan bukti untuk mengonfirmasi dari mana luka-lukanya berasal. Kami mengharapkan detil lebih lanjut," demikian pernyataan Kepolisian Hong Kong seperti dimuat Bangkok Post, Selasa (14/1/2014).

Pernyataan pihak polisi membuat anggota parlemen dan para pembela HAM kecewa berat. "Kapanpun seseorang mengalami kekerasan fisik, tak ada alasan bagi polisi untuk tidak menginvestigasinya," kata politisi Charles Peter Mok, seperti Liputan6.com kutip dari South China Morning Post.

"Jika seseorang terbunuh dan tak satu pun melapor, masa polisi harus menunggu seseorang menyerahkan bukti sebelum memulai penyelidikanm" timpal, Fernando Cheung Chiu-hung.

Para pembela HAM pun berang. "Dalam kasus ekstrem seperti kekerasan, adalah tanggung jawab polisi untuk menyelidiki dan mengumpulkan bukti, bukan agen atau pihak pelapor," kata  Robert Godden, koordinator Amnesty International Asia Pasifik.

BNP2TKI Akan Tuntut Majikan

Sementara di Indonesia, Direktur Mediasi dan Advokasi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), Teguh Hendro Cahyono akan menuntut majikan Erwiana.

"Pemerintah tidak memerlukan persetujuan pihak keluarga untuk menuntut majikan Erwiana Sulistyaningsih. Kasus ini bukan kasus delik aduan," tegas Teguh, seperti Liputan6.com kutip dari situs BNP2TKI.  Pemerintah juga akan mengkorfirmasi soal gaji yang ia terima selama 8 bulan bekerja dengan keluarga Law Wan Tung. (Ein/Ism)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya