Di saat bola lava menyala-nyala dan hujan abu turun di jalan-jalan Pompeii, gladiator pemberontak Milo berpacu di atas pelana seekor kuda mengejar kereta yang ditunggangi oleh perempuan cantik yang dicintainya. Wanita bernama Cassia itu diculik oleh senator Romawi jahat -- sementara tsunami besar menghantam pelabuhan dan menyeret kapal ke jalanan kota.
Itulah gambaran sekilas mengenai film terbaru ' Pompeii'. Film yang akan dirilis tanggal 21 Februari 2014 hari ini merupakan cerita adaptasi dari salah satu bencana terburuk dalam sejarah. Yaitu erupsi Gunung Vesuvius tahun 79 Masehi yang mengubur seluruh kota dan penduduknya dengan abu vulkanik.
Selayaknya cerita adaptasi, tentu tidak semua adegan dalam film tersebut benar-benar terjadi seperti kisah nyatanya. Film yang diproduksi oleh TriStar Pictures ini menceritakan kisah fiksi seorang budak yang berubah menjadi gladiator bernama Milo (diperankan oleh Kit Harington) yang jatuh cinta dengan putri dari saudagar kaya, Cassia (Emily Browning), dan perjuangan mereka untuk kabur dari seorang senator Romawi jahat (Kiefer Sutherland) di tengah kehancuran Pompeii.
"Jelas, itu adalah film, bukan dokumenter. Tapi cerita Pompeii begitu luar biasa sehingga Anda tidak perlu menambahkan apa pun (untuk menyempurnakannya)," kata direktur film 3D tersebut Paul Anderson seperti Liputan6.com kutip dari LiveScience, Jumat (21/2/2014).
Lalu seberapa jauh cerita ini diadaptasi dari kejadian sebenarnya?
Para ilmuwan mengatakan selain bom lava dan tsunami yang mengamuk di pelabuhan Pompeii, penggambaran dramatis bencana bersejarah nan mengerikan itu relatif benar sesuai kenyataan. Bahkan, teknologi laser dan foto dari udara (yang disempurnakan secara digital) memastikan suatu penciptaan ulang kota Pompeii yang mengesankan, dari villa mewah hingga jalanan batu.
Letusan Vesuvius
Pada 24 Agustus tahun 79, Gunung Vesuvius meletus dahsyat. Awan panas, batuan dan abu membara menghujam kota Pompeii dan Herculaneum. Kedua kota dan sekitarnya pun terkubur abu vulkanik sedalam 13-20 kaki atau 4-6 meter.
Pliny the Younger, salah satu saksi mata yang menyaksikan letusan dari seberang Teluk Napoli mencatat kehancuran bersejarah itu dalam sebuah surat.
Menurut Rosaly Lopes, vulkanologis di NASA Jet Propulsion Laboratory di Pasadena, California, penggambaran letusan dalam film hampir tidak didasarkan pada deskripsi Pliny dan artefak yang dikumpulkan dari situs tersebut. Meski mereka menggambarkan gempa bumi yang mendahului letusan, ledakan, dan aliram piroklastik abu panas dan gas yang mengubur kota dan penduduknya dengan cukup realistis.
Anderson menggambarkan, bom lava menghujani kota Pompeii setelah letusan. Sedangkan menurut Lopes jenis erupsi seperti itu tidak memiliki bom lava. Karena jika memang benar terjadi, kerusakan yang disebabkan bom akan telah terpampang jelas di Pompeii saat para arkeolog menemukan kota terkubur itu.
Film ini juga menggambarkan tsunami raksasa yang menggulung pelabuhan Pompeii, semburan air membawa kapal ke jalanan. Studi memang menunjukkan adanya kemungkinan tsunami kecil, tetapi tidak ada bukti yang cukup kuat untuk sebuah gelombang dahsyat yang menyeret kapal sampai ke kota.
Kota Pompeii
Meski begitu, menurut arkeologis USC yang telah menghabiskan sebagian besar hidupnya mempelajari sejarah Pompeii, penggambaran film terhadap kota Pompeii cukup mengesankan. Arkeolog bernama Sarah Yeomans tersebut setuju dengan penggambaran Pompeii ketika film ini dimulai. Kota tersebut merupakan resort bagi elit Romawi, dan permainan gladiator adalah bagian penting dari hidup mereka.
Para pembuat film menggunakan lidar--sebuah teknik laser penginderaan jauh--untuk menghidupkan kembali topografi kota. Bangunan, jalan-jalan, dan barang di pasar dibuat berdasarkan sesuai kenyataanya. Sedangkan kostum karakter didasarkan pada lukisan dan mosaik dari orang-orang yang hidup saat itu.
Menurut Sarah Yeomans, perhatian terhadap detil seperti jalanan batu yang terangkat dan grafiti politik pada bangunan dibuat semirip mungkin. Amfiteater di mana adegan gladiator dalam film berlangsung juga dilakukan dengan baik.
"Saya pikir Anderson melakukan pekerjaan yang cukup baik untuk menerka seperti apa rupa kota Pompeii," puji Yeomans.
Film ini menyelipkan penggambaran perempuan kelas atas Romawi yang anggun serta ketegangan antara warga Pompeii dan pemerintah Romawi sesuai catatan sejarah. Ketegangan akibat Roma yang mengambil alih Pompeii pada abad pertama sebelum Masehi masih ditunjukkan hingga Vesuvius meletus.
Pelajaran Moral
Jika Anderson memiliki pesan untuk penonton, itu berupa peringatan bahwa peristiwa seperti Pompeii bisa saja terjadi lagi. Direktur film ini yakin Pompeii memiliki relevansi dengan khalayak kontemporer saat ini.
"Ini berbicara sangat banyak tentang keangkuhan dari kondisi manusia," katanya.
Letusan seperti yang dialami kota Pompeii pernah terjadi sepanjang sejarah. Letusan-letusan itu berasal dari Gunung Krakatau tahun 1883 atau letusan Gunung St Helens tahun 1980. Gunung Vesuvius juga pernah meletus lagi tahun 1631 dan menewaskan sedikitnya 3.000 orang. Dan hari ini, lebih dari 1 juta orang tinggal di sekitar gunung berapi itu.
Meskipun film ini fiksi, Yeomans berpendapat film ini memanusiawikan bencana dengan cara yang tidak dapat dilakukan catatan sejarah. "Ketika Anda menonton film ini, Anda sedang melihat gambaran orang-orang nyata dalam tragedi yang nyata," tandas Yeomans. (Ris/Ein)
Baca juga:
Media Inggris: Kaki Sinabung yang Diselimuti Abu Mirip Pompeii
Pornografi atau Seni? Lukisan Erotis Jepang Dipamerkan di Inggris
Misteri Pompeii, Ilmuwan Kuak Jejaring Sosial di 'Kota Mati'
Itulah gambaran sekilas mengenai film terbaru ' Pompeii'. Film yang akan dirilis tanggal 21 Februari 2014 hari ini merupakan cerita adaptasi dari salah satu bencana terburuk dalam sejarah. Yaitu erupsi Gunung Vesuvius tahun 79 Masehi yang mengubur seluruh kota dan penduduknya dengan abu vulkanik.
Selayaknya cerita adaptasi, tentu tidak semua adegan dalam film tersebut benar-benar terjadi seperti kisah nyatanya. Film yang diproduksi oleh TriStar Pictures ini menceritakan kisah fiksi seorang budak yang berubah menjadi gladiator bernama Milo (diperankan oleh Kit Harington) yang jatuh cinta dengan putri dari saudagar kaya, Cassia (Emily Browning), dan perjuangan mereka untuk kabur dari seorang senator Romawi jahat (Kiefer Sutherland) di tengah kehancuran Pompeii.
"Jelas, itu adalah film, bukan dokumenter. Tapi cerita Pompeii begitu luar biasa sehingga Anda tidak perlu menambahkan apa pun (untuk menyempurnakannya)," kata direktur film 3D tersebut Paul Anderson seperti Liputan6.com kutip dari LiveScience, Jumat (21/2/2014).
Lalu seberapa jauh cerita ini diadaptasi dari kejadian sebenarnya?
Para ilmuwan mengatakan selain bom lava dan tsunami yang mengamuk di pelabuhan Pompeii, penggambaran dramatis bencana bersejarah nan mengerikan itu relatif benar sesuai kenyataan. Bahkan, teknologi laser dan foto dari udara (yang disempurnakan secara digital) memastikan suatu penciptaan ulang kota Pompeii yang mengesankan, dari villa mewah hingga jalanan batu.
Letusan Vesuvius
Pada 24 Agustus tahun 79, Gunung Vesuvius meletus dahsyat. Awan panas, batuan dan abu membara menghujam kota Pompeii dan Herculaneum. Kedua kota dan sekitarnya pun terkubur abu vulkanik sedalam 13-20 kaki atau 4-6 meter.
Pliny the Younger, salah satu saksi mata yang menyaksikan letusan dari seberang Teluk Napoli mencatat kehancuran bersejarah itu dalam sebuah surat.
Menurut Rosaly Lopes, vulkanologis di NASA Jet Propulsion Laboratory di Pasadena, California, penggambaran letusan dalam film hampir tidak didasarkan pada deskripsi Pliny dan artefak yang dikumpulkan dari situs tersebut. Meski mereka menggambarkan gempa bumi yang mendahului letusan, ledakan, dan aliram piroklastik abu panas dan gas yang mengubur kota dan penduduknya dengan cukup realistis.
Anderson menggambarkan, bom lava menghujani kota Pompeii setelah letusan. Sedangkan menurut Lopes jenis erupsi seperti itu tidak memiliki bom lava. Karena jika memang benar terjadi, kerusakan yang disebabkan bom akan telah terpampang jelas di Pompeii saat para arkeolog menemukan kota terkubur itu.
Film ini juga menggambarkan tsunami raksasa yang menggulung pelabuhan Pompeii, semburan air membawa kapal ke jalanan. Studi memang menunjukkan adanya kemungkinan tsunami kecil, tetapi tidak ada bukti yang cukup kuat untuk sebuah gelombang dahsyat yang menyeret kapal sampai ke kota.
Kota Pompeii
Meski begitu, menurut arkeologis USC yang telah menghabiskan sebagian besar hidupnya mempelajari sejarah Pompeii, penggambaran film terhadap kota Pompeii cukup mengesankan. Arkeolog bernama Sarah Yeomans tersebut setuju dengan penggambaran Pompeii ketika film ini dimulai. Kota tersebut merupakan resort bagi elit Romawi, dan permainan gladiator adalah bagian penting dari hidup mereka.
Para pembuat film menggunakan lidar--sebuah teknik laser penginderaan jauh--untuk menghidupkan kembali topografi kota. Bangunan, jalan-jalan, dan barang di pasar dibuat berdasarkan sesuai kenyataanya. Sedangkan kostum karakter didasarkan pada lukisan dan mosaik dari orang-orang yang hidup saat itu.
Menurut Sarah Yeomans, perhatian terhadap detil seperti jalanan batu yang terangkat dan grafiti politik pada bangunan dibuat semirip mungkin. Amfiteater di mana adegan gladiator dalam film berlangsung juga dilakukan dengan baik.
"Saya pikir Anderson melakukan pekerjaan yang cukup baik untuk menerka seperti apa rupa kota Pompeii," puji Yeomans.
Film ini menyelipkan penggambaran perempuan kelas atas Romawi yang anggun serta ketegangan antara warga Pompeii dan pemerintah Romawi sesuai catatan sejarah. Ketegangan akibat Roma yang mengambil alih Pompeii pada abad pertama sebelum Masehi masih ditunjukkan hingga Vesuvius meletus.
Pelajaran Moral
Jika Anderson memiliki pesan untuk penonton, itu berupa peringatan bahwa peristiwa seperti Pompeii bisa saja terjadi lagi. Direktur film ini yakin Pompeii memiliki relevansi dengan khalayak kontemporer saat ini.
"Ini berbicara sangat banyak tentang keangkuhan dari kondisi manusia," katanya.
Letusan seperti yang dialami kota Pompeii pernah terjadi sepanjang sejarah. Letusan-letusan itu berasal dari Gunung Krakatau tahun 1883 atau letusan Gunung St Helens tahun 1980. Gunung Vesuvius juga pernah meletus lagi tahun 1631 dan menewaskan sedikitnya 3.000 orang. Dan hari ini, lebih dari 1 juta orang tinggal di sekitar gunung berapi itu.
Meskipun film ini fiksi, Yeomans berpendapat film ini memanusiawikan bencana dengan cara yang tidak dapat dilakukan catatan sejarah. "Ketika Anda menonton film ini, Anda sedang melihat gambaran orang-orang nyata dalam tragedi yang nyata," tandas Yeomans. (Ris/Ein)
Baca juga:
Media Inggris: Kaki Sinabung yang Diselimuti Abu Mirip Pompeii
Pornografi atau Seni? Lukisan Erotis Jepang Dipamerkan di Inggris
Misteri Pompeii, Ilmuwan Kuak Jejaring Sosial di 'Kota Mati'