Praktik Jual Beli Manusia di NTT Masih Ditemukan

Tingkat kemiskinan yang terbilang cukup tinggi di Nusa Tenggara Timur memicu sejumlah masalah sosial, termasuk praktik jual beli manusia.

oleh Kusmiyati diperbarui 27 Feb 2014, 14:00 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2014, 14:00 WIB
human-trafficking-3-140203c.jpg
.

Liputan6.com, Kupang Tingkat kemiskinan yang terbilang cukup tinggi di Nusa Tenggara Timur memicu sejumlah masalah sosial. Selain gangguan kesehatan, praktik jual beli manusia juga masih ditemukan."Karena keterbatasan, mereka mengalami kesulitan akses mendapatkan pendapatan pribadi dan keluarga masing-masing sehingga masih banyak praktik jual beli orang," kata Ketua Ekspedisi Sekaligus Direktur Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan, Nahar, SH, M.SI, Kamis (27/2/2014).Menurut Nahar, pengiriman tenaga kerja keluar negeri masih menjadi modus para pelaku Human Traficking di NTT. "Modusnya masih sama seperti kasus yang dulu-dulu, yaitu pengiriman tenaga kerja dan pelatihan di luar negeri atau diiming-imingi sesuatu. Dan anak-anak yang masih menjadi korbannya," kata Nahar.Gubernur NTT Frans Leburaya berharap pemerintah pusat dan daerah serta maayarakat dapat saling bergandeng tangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. "Diinginkan atau tidak, miskin atau kaya, terisolir atau tidak, NTT tetap berselimutkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kami berharap semua jajaran dapat saling meningkatkan kepedulian dan kesetiakawanan agar kehidupan bangsa lebih baik," kata Frans.Frans juga menambahkan dengan adanya ekspedisi kemanusiaan yang digagas Kementerian Sosial Republik Indonesia ini, banyak masyarakat NTT terbantu. Khususnya kaum marjinal. "Sebanyak lebih dari Rp 219 miliar mereka memberikan kepada pemerintah NTT dalam segala bentuk pelayanan masyarakat, dan kami merasa terbantu. Kami terus berusaha menjadi wilayah yang memiliki kehidupan baru lebih baik lagi," kata Frans.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya