Anak Bungsu Cenderung Manja, Benarkah?

Anak adalah individu yang unik. Setiap anak memiliki tidak hanya karakter fisik namun juga karakter kepribadian yang berbeda satu sama lain

oleh Liputan6 diperbarui 05 Nov 2015, 22:00 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2015, 22:00 WIB
Ilustrasi : Ungkapan Hati Anak Korban Perceraian yang Orang Dewasa Tak Tahu
Ungkapan Hati Anak Korban Perceraian yang Orang Dewasa Tak Tahu (sumber. livehack.org)

Liputan6.com, Jakarta Anak adalah individu yang unik. Setiap anak memiliki tidak hanya karakter fisik namun juga karakter kepribadian yang berbeda satu sama lainnya. Meskipun demikian, ada sifat-sifat yang seringkali menjadi sifat yang dipandang umum dimiliki oleh anak-anak tertentu. Kali ini yang akan dibahas adalah yang lahir di urutan terakhir dalam keluarganya atau yang biasa disebut dengan anak bungsu.
Beberapa pandangan mengatakan bahwa semua anak bungsu adalah anak yang manja. Benarkah pandangan semacam ini?

Di kalangan tokoh psikologi, Adler (1928) adalah orang yang cukup dikenal sebagai tokoh yang mengungkapkan gagasan mengenai berbagai perbedaan sifat anak berdasarkan urutan kelahirannya. Adler menjelaskan adanya perbedaan sifat tersebut sebagai suatu konsekuensi persaingan anak-anak dalam suatu keluarga dalam mendapatkan sumber-sumber (fasilitas, perhatian, dsb) yang dimiliki oleh kedua orangtuanya.

Menurut Adler, anak bungsu yang di urutan lahir paling akhir dalam keluarga biasanya akan lebih mudah memenangkan persaingan tersebut. Mereka biasanya menjadi pusat perhatian dan menempatkan diri sebagai “raja” atau “ratu” dalam keluarganya. Kondisi yang serba mudah bagi anak bungsu ini dibandingkan dengan kakak-kakaknya seringkali membentuk anak bungsu menjadi anak yang malas, melalaikan tanggung jawab dan mudah mencari pemaafan.

Tidak ada perbedaan spesifik

Tidak ada perbedaan spesifik

Gagasan Adler ini kemudian diteliti secara empiris oleh banyak peneliti. Dari berbagai penelitian, hasilnya ternyata hanya sedikit yang mendukung gagasan Adler ini. Kebanyakan hasil penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan pada sifat-sifat anak berdasarkan urutan kelahirannya. Salah satu penelitian yang mendukung gagasan Adler, meskipun hanya pada sebagian hasilnya, adalah penelitian yang dilakukan oleh Cundiff (2013).

Dalam penelitian ini, khususnya analisis sifat anak antar keluarga (between familiy) ditemukan bahwa 20% anak bungsu cenderung lebih nakal dibandingkan anak pertama. Sementara itu, pada analisis kelompok dalam keluarga sendiri (within family), Cundiff tidak menemukan adanya perbedaan yang signifikan pada sifat anak berdasarkan urutan kelahirannya.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa faktor urutan kelahiran hanya memberikan sedikit pengaruh pada sifat anak. Ada faktor lain yang dapat mempengaruhi anak sehingga memiliki sifat yang cenderung positif atau negatif.

Faktor-faktor

Faktor-faktor tersebut antara lain:

1. Pengasuhan orangtua
Pengasuhan orangtua menjadi faktor pertama yang sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak beserta seluruh sifat yang dimilikinya. Dalam salah satu teori pengasuhan orangtua, orangtua yang mengasuh anak secara permisif (memberi perhatian namun longgar dalam tuntutan) akan mendorong terbentuknya kepribadian yang manja dan tidak bertanggung jawab.

Sebaliknya, anak yang diasuh secara otoriter (sangat menuntut namun kurang memberikan perhatian) akan membentuk anak menjadi pribadi yang penakut dan tidak memiliki inspirasi. Pengasuhan yang ideal, menurut teori ini, adalah pengasuhan yang demokratis yakni ketika orangtua menuntut namun sekaligus memberi perhatian pada kebutuhan anak. Anak bungsu yang lahir di urutan terakhir seringkali dipandang paling lemah. Oleh karenanya, banyak orangtua yang kemudian cenderung mengasuh anak bungsunya secara permisif.

2. Peran lembaga pendidikan
Sesudah keluarga, lembaga pendidikan merupakan tempat berpijak anak selanjutnya. Di lembaga pendidikanlah, anak membentuk diri mereka dalam berbagai aspek. Pembentukan aspek-aspek dalam diri anak yang dilakukan dalam lembaga pendidikan semestinya dilakukan dengan cara yang seimbang. Sayangnya seringkali ada satu aspek yang terlalu ditekankan namun aspek lainnya di abaikan.

Misalnya adalah penekanan yang berlebihan pada aspek kognitif sehingga pembentukan karakter anak menjadi terabaikan. Hal ini akan berpotensi membentuk anak menjadi pribadi-pribadi yang mungkin berhasil secara kognitif namun minim karakter positif dan sulit bekerja bersama dengan orang lain.

3. Pengaruh teman sebaya
Teman sebaya khususnya pada anak remaja memiliki peran penting dalam perkembangan kepribadian seorang anak. Banyak nilai-nilai yang beredar di kalangan teman sebaya diadopsi bahkan diinternalisasi oleh anak. Oleh karenanya, orangtua perlu mengetahui dan mendampingi anak-anak dalam berelasi dengan teman-teman sebayanya.

Y. Heri Widodo, M.Psi., Psikolog
Dosen Sanata Dharma dan Pemilik Taman Penitipan Anak Kerang Mutiara Yogyakarta

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya