Liputan6.com, Jakarta Eksplorasi serta penelitian pada tanaman obat Indonesia sudah dilakukan oleh banyak periset. Namun sayang, hasil riset belum banyak yang dilirik oleh industri farmasi untuk dikembangkan.
Menurut Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ondri Dwi Sampurno, selama ini periset tanaman obat di Indonesia belum terlalu mengikuti kaidah hasil riset yang nantinya akan dikomersialisasikan.
Baca Juga
Manfaat Daun Herbal Penurun Kolesterol dan Darah Tinggi yang Jarang Diketahui
Tongkat Nabi Sulaiman yang Disebut Prabowo Subianto di Sidang Kabinet Perdana Ternyata Berasal dari Pohon Obat, Ini Khasiatnya
Jelang Laga Versus Jepang di GBK, Bintang Timnas Indonesia Thom Haye: Atmosfer Bermain di Kandang Itu Gila
"Kan kalau akan dikomersialisasikan, hasil riset harus tercatat semua. Kalau ada perubahan harus dilakukan validasi ulang. Dan periset belum mengarah ke sana," tutur Ondri dalam pembukaan The 3rd Meeting of Medicinal Plants Focal Points of Indian Ocean Rim Association Regional Centre for Science and Technology Transfer di Jakarta pada Kamis (11/5/2017).
Advertisement
Lalu, hasil riset yang dilakukan saat ini belum menggunakan bahan uji yang memenuhi cara pembuatan obat tradisional yang baik. Sehingga ketika industri farmasi melirik, harus mengulang kembali penelitian yang dilakukan. Tentu saja, biaya yang dibutuhkan tidak sedikit untuk melakukan penelitian tersebut.
Untuk menekan kesenjangan yang ada, menurut Ondri, perlu ada sinergi sejak awal antara periset dengan industri.
"Jadi ini butuh sinergi. Industri harus terlibat dari awal, pada saat ada pengembangan hasil riset. Sehingga hasil riset sudah mulai diarahkan pada pemenuhan obat yang nantinya dipasarkan," tuturnya.
Selain periset dan industri, sinergi dalam mengembangkan tanaman obat juga tak bisa lepas dari pemerintah. Pemerintah, berperan dalam pengembangan kebijakan serta regulasi dalam mengembangkan obat bahan alam berbasis riset dan teknologi.