Liputan6.com, Jakarta Kasus bullying Gunadarma yang ramai di media sosial bikin geram para alumni. Banyak dari mereka yang berharap, mahasiswa yang ketahuan mem-bully anak dengan autisme itu dikeluarkan dari kampus, dan namanya dicoret dari semua universitas agar jera.
Namun, Dr Melly Budiman SpKJ dari Yayasan Autisme Indonesia kurang sependapat dengan hukuman itu. Kecuali, bila sedari awal memang sudah ada penyuluhan terkait autisme.
"Anak-anak non kebutuhan khusus itu harus dijelaskan bahwa mereka akan menerima anak yang mempunyai kebutuhan khusus. Minta pihak kampus untuk membantu anak itu, buat dia maju dan berkembang bersama-sama. Jangan ada bullying," kata Melly saat dihubungi Health Liputan6.com pada Senin, 17 Juli 2017.
Advertisement
Saat pembekalan itu sambil diingatkan, siapa saja mahasiswa dan mahasiswi yang ketahuan mem-bully anak dengan autisme, akan dikeluarkan dari kampus. "Kalau belum pernah ada sosialisasi, kemudian orang yang membully dikeluarkan, orangtua mereka bisa ngamuk," kata Melly menambahkan.
Setelah kasus ini, pihak Universitas Gunadarma harus melakukan penyuluhan terkait autisme dan membuat kesepakatan.
Terlepas dari itu, Melly amat menyayangkan bullying terhadap anak autisme terjadi di tingkat perguruan tinggi. "Bullying menjadi biasa kalau itu di SMP. Kalau di universitas, itu rada aneh. Mereka semestinya lebih dewasa, bukan malah nggak ada respek sama sekali."
Menurut Melly, anak-anak yang gemar mem-bully biasanya kurang sensitif. Mereka melakukan itu karena sejatinya mereka punya masalah sendiri yang harus segera ditangani. Sehingga mereka berbuat sesuatu agar terlihat hebat.
"Kalau anak normal, punya rasa empati dan kasihan," kata Melly menekankan tentang kasus bullying Gunadarma.