Menkes: Difteri Menular, Berbahaya dan Mematikan

Penyakit difteri menurut Menkes menular, berbahaya dan mematikan. Namun dapat dicegah

oleh Gabriel Abdi Susanto diperbarui 12 Des 2017, 12:00 WIB
Diterbitkan 12 Des 2017, 12:00 WIB
Difteri
Seorang paramedis menyiapkan vaksin difteri untuk diberikan kepada siswa di sebuah sekolah dasar pada hari pertama sebuah kampanye di Tangerang, Senin (11/12). (AP Photo / Tatan Syuflana)

Liputan6.com, Jakarta Saat ini, Indonesia tengah menghadapi Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri di beberapa daerah, termasuk di wilayah ibu kota negara Indonesia, DKI Jakarta.

Terkait hal tersebut, Kementerian Kesehatan melakukan respons cepat KLB dengan langkah outbreak response immunization (ORI) pada 12 Kabupaten/Kota di 3 provinsi yang mengalami KLB yakni Banten, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.

“Adanya satu kasus Difteri terkonfirmasi laboratorium secara klinis sudah dapat menjadi dasar bahwa suatu daerah dinyatakan berada dalam kondisi KLB, karena tingkat kematiannya tinggi dan dapat menular dengan cepat”, ujar Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), saat meninjau pelaksanaan ORI di SMA Negeri 33 Jakarta, Senin pagi (11/12).

Menurut Menkes, KLB Difteri terjadi karena adanya kesenjangan imunitas atau immunity gap di kalangan penduduk suatu daerah.

“Keadaan ini terjadi karena ada kelompok yang tidak mendapatkan imunisasi atau status imunisasinya tidak lengkap sehingga tidak terbentuk kekebalan tubuh terhadap infeksi bakteri Difteri, sehingga mudah tertular Difteri”, tutur Menkes.

Dapat dicegah

Laporan kasus Difteri, sejak 1 Januari s.d 4 November 2017 menunjukkan telah ditemukan sebanyak 591 kasus Difteri dengan 32 kematian di 95 Kabupaten/Kota di 20 Provinsi di Indonesia.

“Meski Difteri sangat mudah menular, berbahaya dan dapat menyebabkan kematian, Difteri ini dapat dicegah dengan imunisasi”, tandas Menkes.

Difteri adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diptheriae dan ditandai dengan adanya peradangan pada selaput saluran pernafasan bagian atas, hidung dan kulit.

“Gejala demam yang tidak terlalu tinggi. Namun yang terjadi adalah adanya selaput yang menutup saluran napas. Selain itu, bakteri tersebut juga mengakibatkan gangguan jantung dan sistem syaraf”, tambah Menkes.

Imunisasi untuk mencegah Difteri sudah termasuk ke dalam program nasional imunisasi dasar lengkap, meliputi: (1) Tiga dosis imunisasi dasar DPT-HB-Hib (Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis-B dan Haemofilus influensa tipe b) pada usia 2, 3 dan 4 bulan, (2) Satu dosis imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib saat usia 18 bulan, (3) Satu dosis imunisasi lanjutan DT (Difteri Tetanus) bagi anak kelas 1 SD/sederajat, (4) Satu dosis imunisasi lanjutan Td (Tetanus difteri) bagi anak kelas 2 SD/sederajat, dan (5) Satu dosis imunisasi lanjutan Td bagi anak kelas 5 SD/sederajat.

“Imunisasi ini upaya preventif yang spesifik terhadap penyakit. Imunisasi Difteri dimulai sejak anak usia 2, 3, dan 4 bulan. Lalu untuk meningkatkan antibodinya lagi, harus diulang di usia 2 tahun, 5 tahun dan usia sekolah dasar”, terang Menkes.

Pemerintah menjamin baik keamanan maupun ketersediannya. Masyarakat bisa memanfaatkannya dengan tanpa biaya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya