Cerita Anak Perempuan Pakistan yang Dipaksa Menikah di Usia 11

Seorang remaja perempuan asal Pakistan menyuarakan isi hatinya saat ia melarikan diri karena dipaksa menikah oleh keluarganya.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 02 Jul 2018, 08:00 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2018, 08:00 WIB
Pernikahan dini
Dipaksa menikah, remaja perempuan Pakistan melarikan diri. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Hadiqa Bashir (17) asal Pakistan berhasil melarikan diri dari jeratan keluarga yang memaksanya menikah saat ia berusia 11 tahun. Dalam pelarian tersebut, ia mendirikan komunitas khusus perempuan, Girls United for Human Rights, yang gencar mengampanyekan perlawanan terhadap pernikahan dini.

Ia menyuarakan isi hatinya soal fenomena perkawinan anak. Melansir laman Thomson Reuters Foundation, Senin (2/7/2018), Bashir ingin mengubah pandangan orang-orang dan cara mereka berpikir bahwa perkawinan anak bukanlah solusi tepat, terlebih lagi dilakukan saat berusia di bawah 12 tahun.

"Aku sangat terinspirasi oleh semua orang yang aku temui di sini. Ada begitu banyak orang yang bekerja untuk mengakhiri perkawinan anak di dunia," ungkap Bashir saat menghadiri acara "Girls Not Brides Global Meeting 2018" di Kuala Lumpur, Malaysia pada 24 Juni 2018.

Dari kisah Bashir, Chief Executive Officer Plan International, Anne-Birgitte Albrectse saat ditemui di The Hermitage, Jakarta memuji keberanian yang dilakukan remaja Pakistan tersebut.

"Ya, itu sangat luar biasa. Anak perempuan berani berbicara soal perkawinan anak dan ingin mengubah pandangan orang, anak perempuan itu harus dilindungi," ungkap Anne-Birgitte.

 

 

Simak video menarik berikut ini:

Kampanye yang efektif

Perkawinan Anak
Respons Chef Executive Officer Plan International, Anne-Birgitte Albrectse tentang perkawinan anak. (Plan International Indonesia)

Adanya kekuatan komunitas dan kampanye "Girls Not Brides" seperti yang dilakukan Bashir berupaya mengubah cara pikir orang dewasa, terutama para orangtua agar melindungi anak perempuan mereka dengan lebih baik lagi.

"Orang tidak bisa langsung mengubah pikiran. Mereka harus belajar dan melihat banyak hal. Kami melihat, beberapa komunitas yang menyuarakan perlawanan perkawinan anak di dunia berhasil mengubah cara pandang terhadap anak perempuan," Anne-Birgitte melanjutkan.

Perkawinan anak dapat dicegah. Hal ini menunjukkan bagaimana kekuatan posisi anak perempuan. Anak perempuan berhak bersuara dan mendapat perlindungan yang layak.

Data dari UNICEF, kini ada lebih dari 650 juta wanita dan anak perempuan yang mengalami pernikahan dini. Perkawinan anak melanggar hak anak perempuan, hak atas kesehatan, dan pendidikan. Mereka pun rentan menjadi korban kekerasan seksual dan eksploitasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya