Liputan6.com, Jakarta Ketika tersaji menu ikan kembung bumbu kuning dan sushi salmon, beberapa orang mungkin memilih sushi dari ikan salmon. Namun, dari segi gizi, ikan kembung ternyata punya gizi lebih tinggi dibanding ikan salmon. Kandungan protein, omega-3, vitamin B12, vitamin D, fosfor, vitamin B2 (Riboflavin), vitamin B6, iodine, selenium lebih tinggi. Omega 3 dapat membantu perkembangan otak dan mata pada bayi. Ini juga membantu pertumbuhan otak normal dan perkembangan mata saat janin masih berada di dalam rahim. Jantung bayi akan sehat dan menjaga tekanan darah tetap normal.
Baca Juga
Advertisement
Ikan kembung juga sumber gizi yang sangat baik. Vitamin D yang terkandung membantu penyerapan kalsium yang dibutuhkan untuk kesehatan tulang dan gigi yang sehat. Ketika ditemui usai acara diskusi di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Direktur Pemasaran Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI, Machmud mengungkapkan, ikan kembung tak kalah bergizi dari ikan salmon.
Artikel terkait: Konsumsi Ikan Beku, Tubuh Tak Dapat Gizi Sama Sekali?
“Ikan kita itu banyak sekali (contohnya ikan kembung). Tapi masyarakat masih belum menyadari gizi ikan-ikan lokal. Kita juga punya banyak sekali diversifikasi ikan (keragaman ikan). Bayangkan, kalau ikan-ikan lokal selalu kita sosialisasikan. Melalui gerakan ‘Gemar Makan Ikan’ kita promosikan potensi ikan lokal,” papar Machmud pada Kamis, 11 Oktober 2018.
Artikel terkait: Es Batu Bikin Kualitas Ikan Jadi Tak Segar Ternyata Keliru
Dari jurnal berjudul Sumberdaya Ikan Kembung (Rastrelliger Kanagurta Cuvier 1817) di Perairan Selat Sunda yang Diidaratkan di PPP Labuan, Banten, yang dipublikasikan di laman Research Gate pada Oktober 2016, musim puncak penangkapan ikan kembung berada sepanjang April hingga Agustus, sedangkan musim paceklik berada pada Desember sampai Januari. Persebaran wilayah penangkapan ikan kembung berada di sekitar perairan Selat Sunda seperti di Pulau Rakata, Rakata Kecil, Anak Rakata, Panaitan, Papole, Sebesi, Sebuku, Jongor serta Tanjung Lesung.
Menilik ikan sebagai pemenuhan protein hewani, jurnalis Liputan6.com mengangkat liputan khusus tentang ikan. Artikel ini merupakan tulisan KEDUA dari tiga rangkaian. Tulisan kedua berisi ikan kembung yang kaya gizi dibanding ikan salmon.
Simak video menarik berikut ini:
Gencar ekspor ikan salmon
Machmud mengungkapkan, kesukaan massyarakat terhadap ikan salmon dipengaruhi dari promosi. Norwegia, salah satu produsen ikan salmon terbesar di dunia gencar melancarkan promosi. Promosi Norwegia sangat luar biasa di negara-negara lain, tak hanya kepada Indonesia saja. Negara dengan ibukota Oslo ini mengekspor ikan salmon ke berbagai negara di dunia, seperti negara-negara di Amerika, Uni Eropa, dan Asia.
Analis makanan laut Paul T. Aandahl menjelaskan, sampai paruh pertama (Januari-Juni) tahun 2018, sebanyak 556.000 ton salmon diekspor dengan nilai total NOK 32,6 miliar. Di Asia, Norwegia mengekspor 76.000 ton salmon Norwegia dengan nilai ekspor mencapai NOK 5,4 miliar. Meski begitu, persaingan tajam dalam statistik perdagangan global menunjukkan, peningkatan pasokan salmon ke Asia yang kian tumbuh.
Persaingan datang dari Cili, Kanada serta Kepulauan Faroe yang mengekspor salmon. Ekspor dari Inggris ke Asia tetap stabil. Diukur dalam dolar Amerika Serikat, nilai global ekspor salmon ke Asia telah meningkat sekitar 15 persen.
“Dalam ekspor langsung, pangsa pasar salmon Norwegia ke Asia telah berkurang dari 60 menjadi 46 persen periode paruh pertama tahun 2018. Meskipun Norwegia tetap pemasok salmon terbesar ke Asia, posisi Norwegia sebagai pemasok salmon sedang ditantang. Cili sekarang memasok salmon segar ke Tiongkok dan Israel,” jelas Paul, dikutip dari Norwegian Seafood Council.
“Ekspor salmon Norwegia per negara bisa sekitar 1 juta salmon. Sasaran ditujukan ke negara-negara lain, termasuk Indonesia.Kita harus menahan (gencaran ekspor) itu. Kebiasaan orang kita, konsumsi makanan impor lebih bergengsi. Padahal, tidak demikian, kita punya ikan lokal yang juga lebih bergizi,” Machmud menambahkan.
Advertisement
Ikan lele dan patin
Kampanye ‘Gemar Makan Ikan’ sebagai upaya sosialisasi ikan terus dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sebanyak 233 kabupaten/kota di Indonesia menjadi sasaran peningkatan bagaimana mengelola ikan lokal. Jika penanganan dan penyimpanan ikan lokal tertata bagus, kualitas ikan lokal terjamin mutu.
Sistem rantai dingin (cold chain system) yang menggunakan es batu untuk menyimpan ikan hasil tangkapan bisa menjadi strategi. Rantai dingin juga mencegah permasalahan susut hasil pasca panen perikanan (fish losses), yang mana ada kerugian produksi ikan. Hal ini terjadi akibat kerusakan fisik dan kemunduran mutu ikan.
Di sisi lain, Machmud menyampaikan, masyarakat tak hanya bisa mengonsumsi ikan kembung. Ikan lain, seperti ikan lele dan patin juga bergizi tinggi. Berbeda dengan ikan laut, yang harganya bisa berubah karena dipengaruhi musim dan permasalahan susut hasil pasca panen, harga lele dan patin cenderung stabil dan murah.
“Laporan kami sampai sekarang, Indonesia produksi lele itu hampir 1 juta ton lebih. Kalau patin sekitar 400.000 ton. Kedua ikan ini juga bergizi. Punya protein tinggi,” tutupnya.