Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

LanjutkanStop di Sini

Digisexuality, Orang dengan Orientasi Seksual terhadap Robot

Seiring berjalannywa teknologi, banyak orang yang mulai memiliki orientasi seksual dengan robot

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 23 Nov 2020, 11:56 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2019, 23:00 WIB
Ilustrasi robot seks
Ilustrasi robot seks (AFP)

Liputan6.com, Jakarta Orientasi seksual saat ini tidak lagi terbatas pada berbeda atau sesama jenis kelamin. Namun lebih jauh lagi, beberapa orang tertarik pada robot atau dijuluki oleh ilmuwan sebagai "digisexuality" atau "digiseksual".

Mengutip New York Times pada Senin (21/1/2019) profesor filosofi di University of Manitoba, Kanada, Neil McArthur bersama profesor pengembangan manusia dan studi keluarga di University of Wisconsin-Stout, Markie Twist menerbitkan sebuah makalah di tahun berjudul "The Rise of Digisexuality". Penelitian ini terbit di jurnal Sexual and Relationship Therapy.

Keduanya menggambarkan antara "gelombang pertama" digiseksual seperti pornografi daring, aplikasi kencan, sexting, dan mainan seks, hanya sebuah sistem pengiriman untuk pemenuhan seksual dan digiseksual "gelombang kedua".

"Gelombang kedua" sendiri diciptakan saat para ilmuwan membentuk hubungan yang lebih dalam melalui teknologi imersif seperti realitas virtual, augmented reality, dan robot seks dengan kecerdasan buatan. Ini terkadang, meniadakan kebutuhan pasangan bagi manusia sama sekali.

Saksikan juga video menarik berikut ini:

 

Akan dianggap biasa di masa depan

Robot Seks Henry
Robot seks baru bernama Henry ini tak hanya pandai "melayani" pemiliknya, tapi juga bisa melawak. (Foto: Instagram @abyssrealdoll)

Twist, yang memiliki praktek terapi keluarga dan seks mengatakan, bahwa dirinya memiliki beberapa pasien berusia 20 hingga 30-an yang memenuhi syarat sebagai digiseksual gelombang kedua.

"Apa yang mereka sukai adalah teknologi seks, mainan yang bisa mereka kontrol dengan perangkat teknologi mereka, yang melekat pada penis atau vulva," ujar Twist.

"Mereka belum melakukan kontak dengan manusia dan benar-benar tidak memiliki minat dalam berhubungan seks dengan seseorang. Inilah yang ingin mereka lakukan dan jika mereka mampu membeli robot seks, mereka akan melakukannya," ungkap Twist.

McArthur menyatakan, saat ini orientasi seksual mereka mungkin tampak sebagai sesuatu yang menyimpang. Namun, setiap kemajuan dalam teknologi seks suatu saat akan menjadi normal setelah mengalami perlawanan budaya.

"Setiap kali kita memiliki teknologi baru, ada gelombang alarmisme yang mengikuti," ujarnya.

"Itu terjadi pertama kali dengan pornografi, kemudian kencan daring, kemudian sexting di Snapchat. Satu demi satu teknologi ini muncul dan ada gelombang kepanikan. Tetapi ketika orang mulai menggunakan teknolog ini, mereka menjadi bagian dari kehidupan kita," kata McArthur.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya