Liputan6.com, Jakarta Olahraga kardio selama ini lebih banyak dikaitkan dengan kesehatan jantung dan paru-paru. Sebuah studi terbaru menemukan bahwa latihan jenis itu, juga bermanfaat bagi mereka yang memiliki masalah pada kehidupan seksnya.
Dalam sebuah penelitian di The Journal of Sexual Medicine, mereka yang melakukan olahraga kardio lebih intens memiliki lebih sedikit masalah seperti disfungsi ereksi atau kemampuan untuk merasa terangsang.
Baca Juga
Dilansir dari Business Insider Australia pada Rabu (2/10/2019), penelitian ini melibatkan 3.906 pria dan 2.264 wanita yang memiliki kebiasaan bersepeda, berenang, dan berlari sebagai olahraga rutinnya. Mereka berasal dari banyak negara termasuk Amerika Serikat, Selandia Baru, Kanada, Inggris, dan Australia serta berusia lebih dari 18 tahun.
Advertisement
Para peserta diminta untuk mengisi sebuah survei yang berisi mengenai waktu latihan setiap minggu, jarak, kecepatan, serta apakah mereka pernah dan sering mengalami masalah seksual seperti disfungsi ereksi dan kesulitan untuk terangsang, serta kepuasan orgasme.
Simak juga Video Menarik Berikut Ini
Lebih Puas Saat Orgasme
Para peneliti menemukan, pria yang berolahraga hingga membakar 8.260 kalori per minggu, risiko disfungsi ereksinya lebih rendah. Angkanya bahkan 22 persen lebih kecil.
Setidaknya, jumlah kalori di atas sama dengan sekitar 10 jam bersepeda berkecepatan 26 kilometer per jam selama satu minggu.
Sementara bagi para wanita, mereka yang melakukan latihan kardio lebih banyak melaporkan kepuasan seksual yang lebih banyak serta lebih mudah untuk terangsang dalam hubungan seksual. Ketiga aktivitas yang dimasukkan dalam studi ini sendiri terbukti membantu meningkatkan gairah seks jika dilakukan sesering mungkin.
"Selain mendorong populasi yang tidak aktif untuk mulai berolahraga seperti yang disarankan oleh studi-studi sebelumnya, juga bermanfaat untuk mendorong orang yang aktif berolahraga untuk lebih keras agar meningkatkan fungsi seksual mereka," tulis para peneliti.
Kekurangan dalam penelitian adalah, para peserta melaporkan penilaian mereka sendiri sehingga potensi dari ketidak akuratan bisa terjadi. Selain itu, studi hanya dilakukan pada mereka yang rajin berolahraga sehingga belum tentu hasil yang sama bisa terlihat pada mereka yang tidak banyak bergerak.
Advertisement