Jelang Natal dan Tahun Baru 2020, BPOM Temukan Pangan Ilegal dan Kedaluwarsa

Pangan ilegal banyak ditemukan di Bengkulu, Banten, Gorontalo, Riau, Bali, Papua, Sulawesi Tengah, Jawa Tengah, Lampung, dan Sulawesi Utara.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 23 Des 2019, 15:00 WIB
Diterbitkan 23 Des 2019, 15:00 WIB
Hasil temuan pangan ilegal 2019. (Foto: Fitri Haryanti/Liputan6.com)
Hasil temuan pangan ilegal 2019. (Foto: Fitri Haryanti/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Menjelang perayaan Natal 2019 dan Tahun Baru 2020, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menemukan sejumlah pangan olahan ilegal dan kedaluwarsa. Hasil temuan sampai 19 Desember 2019 menunjukkan ada 50,97 persen pangan ilegal (96.216 kemasan).

"Jumlah 50,97 persen pangan ilegal maksudnya pangan olahan itu Tanpa Izin Edar (TIE). Kemudian ada 42,98 persen (81.138 kemasan) pangan kedaluwarsa," papar Kepala BPOM Penny K Lukito dalam konferensi pers di Kantor BPOM, Jakarta Pusat, Senin (23/12/2019).

"Saya kira proporsinya ini hampir sama dari tahun sebelumnya (2018). Walaupun sekarang pangan olahan berasal dari sarana distribusi yang bertambah," tambah Penny.

Temuan pangan olahan yang ilegal dan kedaluwarsa tahun 2019 diambil sampel dari 2.664 sarana distribusi (data per 19 Desember 2019). Sementara pada tahun 2018 ada 2.169 sarana distribusi.

"Jadi, jumlah sarana distribusi bertambah 20 persen (495 sarana distribusi) yang kami datangi dan evaluasi," lanjut Penny.

 

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:


Sebaran Lokasi

Bahan kedaluwarsa dan rusak. (Foto: Fitri Haryanti/Liputan6.com)
Bahan kedaluwarsa dan rusak. (Foto: Fitri Haryanti/Liputan6.com)

Untuk pangan ilegal banyak ditemukan di Bengkulu, Banten, Gorontalo, Riau, Bali, Papua, Sulawesi Tengah, Jawa Tengah, Lampung, dan Sulawesi Utara.

"Pangan kedaluwarsa di antaranya ditemukan di Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Bengkulu, Sulawesi, dan Papua Barat," Penny melanjutkan.

Selain temuan pangan olahan yang ilegal dan kedaluwarsa, ada juga temuan yang rusak. Ada 6,05 persen pangan rusak (11.414 kemasan).

Adapun sarana distribusi pangan temuan di atas terdiri dari distributor, importir, grosir, dan toko. Dalam hal ini, tempat-tempat besar yang punya volume besar ketersediaan produk-produk tersebut.

"Temuan pangan rusak itu dilihat kemasannya ya. Misalnya, kalengnya penyok. Pangan olahan rusak ditemukan di Sulawesi Selatan, Papua Barat, Kalimantan Selatan, Bengkulu, dan Sulawesi Barat," tambah Penny.

 


Kebutuhan Bertambah

Pengawasan pangan olahan ilegal, kedaluwarsa, dan rusak di atas masih akan berlangsung hingga minggu kedua Januari 2020.

"Saat ini, kami melaporkan baru setengah jalan dulu ini. Intensitas pengawasan menjelang Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 dikaitkan dengan pengawasan bahwa menjelang hari raya biasanya permintaan terhadap kebutuhan untuk pangan olahan semakin besar," Penny menerangkan.

Masyarakat membutuhkan pangan olahan kemasan, seperti makanan ringan, minuman kemasan, dan bahan kemasan pembuat kue. Tak ayal, kesempatan digunakan oleh pihak-pihak yang ingin memanfaatkan menjual pangan olahan ilegal, kedaluwarsa, dan rusak.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya