Liputan6.com, Jakarta - Beragam respons dilontarkan saat ada yang menuliskan status 'ingin bunuh diri' di sosial media. Banyak yang menaruh empati, tapi tak sedikit pula yang beranggapan itu hanya sebuah sensasi.
Caper (Cari perhatian). Drama. Kalau memang ingin bunuh diri, buat apa pakai diumumkan segala? Begitu kata mereka.
Baca Juga
Tak jarang yang akhirnya 'ribut' adalah sesama netizen itu sendiri. Yang A merasa si B tak punya hati, si B menilai si A terlalu gampang dibodohi.
Advertisement
Lantas, harus bagaimana sikap kita dalam merespons jika ada yang menuliskan status ingin bunuh diri? Dan, salah atau tidak jika beranggapan si penulis hanya cari perhatian saja?
Spesialis Kedokteran Jiwa Omni Hospital Alam Sutera, dr Andri SpKJ, mengatakan, saat kita menghadapi situasi atau melihat ada kicauan tentang keinginan bunuh diri atau melukai diri sendiri, sebaiknya respons yang kita tunjukkan tetap serius.
"Tetap serius dalam artian, bantu dia untuk segera ke dokter jiwa atau menghubungi konsultasi online yang sekarang banyak di internet," kata Andri saat dihubungi Health Liputan6.com pada Senin, 13 April 2020.
"Bisa juga menghubungi Into the Light, suatu organisasi yayasan yang bergerak di bidang pendampingan pasien depresi dan ingin bunuh diri," katanya.
Â
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Ingin Bunuh Diri
Menjawab poin nomor dua, Andri mengatakan bahwa yang menulis status tersebut kondisinya saat itu memang tengah cari perhatian.
Andri, menjelaskan, mencoba sedang mencoba mencari pertolongan dari orang lain, dalam hal ini warganet.
"Di dalam kondisi tersebut, mungkin mau bicara sama teman, nggak ada. Mau bicara sama keluarga, juga mungkin enggak ada. Akhirnya, dia bicara di Twitter," kata pria si pemiliki akun @MbahNdi.
Oleh sebab itu, respons kita dalam menghadapi situasi ini dinilai sangat penting. Misal yang terlontar kalimat-kalimat tidak pantas seperti "Caper lu" atau "Mati aja lu", menurut Andri itu bisa menambah keinginan dia lebih dominan lagi untuk bunuh diri.
"Yang tadinya mungkin cuma mengelukesahkan saja, tapi kemudian ada kepikiran beneran dia karena dia merasa tidak diterima," ujarnya.
Â
Advertisement
Hidup di Era Media Sosial
Lebih lanjut, kata Andri, memang tidak gampang hidup di era kayak sekarang ini. Kehidupan di dunia maya itu kelihatan lebih dominan ketimbang dunia nyata.
Apa yang dikatakan warganet saja kadang lebih bergaung dari apa yang dikatakan orang-orang di sekitar kita.
"Kalau kata orang Sunda, apa yang di dalam internet itu riweuh atau ribet," katanya.
Maka itu penting bagi kita untuk bersikap lebih baik dalam merespons kicauan-kicauan yang mengarah pada keinginan bunuh diri.
Simak Video Menarik Berikut Ini
Advertisement