Liputan6.com, Jakarta Rapid test atau tes cepat merupakan salah satu skrining awal untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2. Jika hasil tes cepat menunjukkan non-reaktif, lakukan tes kembali 5-7 hari kemudian seperti disarankan dokter Falla Adinda.
"Proses rapid test yang dinilai adalah antibodi, apakah perjalanan infeksi masih terjadi atau tidak?" kata Falla dalam diskusi dari Graha BNPB Jakarta pada Sabtu (11/7/2020).
Baca Juga
Bisa saja saat rapid test pada hari tersebut perjalanan infeksi COVID-19 sedang terjadi tapi belum bisa dideteksi oleh rapid test. "Itu yang ditakutkan, hasilnya false negatif."
Advertisement
Sementara bila hasil tes cepat reaktif, Falla menyarankan untuk segera lakukan tes usap (swab test) yang merupakan golden standard dalam skrining COVID-19.
"Lakukan swab tes dan karantina," tutur wanita yang pernah menjadi relawan COVID-19 di RSD Wisma Atlet ini.
Tes cepat adalah tes yang dilakukan dengan pengambilan darah, sementara tes usap caranya dengan dengan mengambil lendir area tenggorokan atau hidung.
Saksikan juga video berikut ini:
Skrining COVID-19 Jadi Gaya Hidup
Menurut Falla, di era new normal ini selain memakai masker dan membawa hand sanitizer, skrining pun perlu dijadikan tambahan gaya hidup di era new normal.
“Kalau kita full di dalam rumah, tes cepat memang tidak diperlukan. Tapi jika kita keluar rumah, jadilah masyarakat yang bertanggung jawab dengan memastikan diri kita sebagai makhluk yang sehat.”
Bagi yang aktif berkegiatan di luar rumah selama COVID-19, cara membuktikan sehat ya dengan melakukan tes COVID-19. Bisa dengan tes usap sekitar tiga minggu sekali. Bila tidak, tes cepat reguler secara serial.
Pastikan memilih lokasi tes COVID-19 di tempat yang jelas. "Kalau aku sih tetap menyarankan untuk ya lakukanlah di tempat yang kredibel. Nanti akan ada tata laksana yang benar, jika reaktif bagaimana jika non-reaktif bagaimana.”
Advertisement